Cepu, Oh, Cepu.. PI, Oh, PI..
Ada kesan bahwa usaha untuk membagi rezeki minyak bumi lebih merata ke daerah terlalu njlimet bagi logika sederhana: ”...begitu minyak nglocor, duit investasi-ku harus langsung balik..”. Seolah-olah tidak ada konsep pay-out time, kalau memang yang diminta adalah keuntungan.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(Renungan menjelang akhir tahun untuk daerah-daerah penghasil migas.)
Coba simak gonjang-ganjing Participating Interest bagi BUMD/Perusda yang jadi semangat PP34/2005 ini. Coba lihat pelaksanaannya di lapangan sampai ke fase-fase produksi awal seperti terbaca dari berita di lampiran-lampiran berikut. Ada kesan bahwa usaha untuk membagi rezeki minyak bumi lebih merata ke daerah terlalu njlimet bagi logika sederhana: ”...begitu minyak nglocor, duit investasi-ku harus langsung balik..”. Seolah-olah tidak ada konsep pay-out time, kalau memang yang diminta adalah keuntungan. Kalangan profesional di asosiasi-asosiasi profesi harus terus bergerak untuk menyeimbangkan cara-cara berfikir birokrat seperti itu dengan pebisnis yang mengikuti kaidah-kaidah perjanjian kontrak bisnis tertentu. Pelaksanaan PI sudah mulai menuai buahnya, dan sekaligus konflik-konflik-nya.
Belum lagi komplikasi soal bagi-hasil pusat-daerah yang berasal dari FTP (10% dari produksi diambil oleh GOI tanpa di-split dengan kontraktor), yang nantinya dihitung realisasinya pada akhir-akhir tahun ini (atau malahan semester pertama 2010). Kontrol pada jumlah entitlement itu, baik yang untuk ”daerah” sebagai bagian dari skema pusat-daerah-nya GOI, maupun sebagai bagian dari BUMD yang ikut ambil bagian dari PI 10%, mestinya bisa dilakukan oleh ”daerah” dengan dipegangnya PI 10% oleh mereka dan melekat dalam kewajiban cash-call-nya yang selama ini juga jadi beban mereka. Ke mana kontrol itu? Koq, sampai-sampai para Gubernur harus memanggil operator-operator untuk menjelaskannya langsung ke mereka tentang A-Z-nya bagi hasil tersebut.
Kesemuanya ini sebenarnya juga tak lepas dari berlarut-larutnya masalah realisasi pemenuhan PI-10% oleh pihak-pihak BUMD yang notabene di-back up oleh pengusaha-pengusaha swasta di Indonesia, yang kabarnya baru beres Januari 2009 awal tahun ini. Padahal sebenarnya awal 2006 (tiga tahun sebelumnya) urusan pembagian jatah PI-10% itu seolah-olah sudah beres dengan ditandatanganinya kesepakatan empat BUMD dan empat Kepala Daerah (Jawa Tengah, Jawa Timur, Blora, Bojonegoro). Rupanya perjalanan-nya harus menempuh tiga tahun sampai semuanya bisa memenuhi kewajibannya; baik karena back up-nya collapsed karena krisis, atau karena ribut soal pembagian-pembagian antara back up dengan BUMD sendiri yang berlarut-larut. Mari kita semua belajar dari kasus PI-10% Cepu Block ini. Usahakan ke depannya, dalam pemenuhan PI-10%, daerah/BUMD juga harus serius dan taat tata waktu sehingga tidak membuat semuanya molor-molor. Harus siap jauh-jauh hari sebelumnya: dan itu sangat mungkin dilakukan, yaitu ketika PSC yang bersangkutan sedang melakukan eksplorasinya: ancang-ancang perlu dilakukan oleh daerah-daerah.
Selain itu, tidak bisa dipungkiri juga bahwa secara teknis dan non-teknis operator Block Cepu ini banyak mengalami kendala. Mestinya untuk perusahaan se-global Exxon Mobil masalah-masalah seperti yang terjadi selama itu, yaitu dari discovery 2001, perpanjangan kontrak (perubahan kontrak) 2005/2006, sampai first oil August 2009 bisa mereka atasi dengan sigap dan segera. Ini juga yang sering dikeluhkan oleh BPMigas menyangkut soal keterlambatan first oil mereka (lucu juga ya: BPMigas yang notabene wakil penguasa / pemerintah kita untuk mengawasi dan meng-enforce kontrak-kontak migas, ternyata mengeluh kesulitan mengawasi, mengontrol, memaksa kontraktornya untuk segera berproduksi...) Butuh waktu yang luar biasa lamanya (delapan tahun dari discovery, tiga tahun dari POD approval) untuk mulai menglocorkan minyak komersial dari Block Cepu yang dalam (yang dangkal-dangkal sich dah nglocor dari dulu-dulu).
Kalau sekarang kita sudah kesulitan mengelola kontrak ”giant field” awakening dari old depleting fields seperti di Cepu ini, perlu segera introspeksi dan berbenah: karena masih akan banyak ”Cepu-Cepu baru” ditemukan di bawah ”Cepu-Cepu lama” di seluruh Indonesia. Jangan sampai mereka amburadul di awal-awalnya seperti Block Cepu ini.