Geologist in Charge(d)
Catatan 9, 10, 11 Feb 2023: Bukittinggi-Jakarta-Bekasi
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(Catatan 9, 10, 11 Feb 2023: Bukittinggi-Jakarta-Bekasi)
17:30
Balik ke kamar hotel dari ruang diskusi, bawa beberapa snack sehat untuk dikonsumsi di kamar. Retno bilang, “mumpung masih terang, ayo tengok Ngarai Sianok, cuma 400 meteran aja dari Novotel ini.”
OK, cepetan siap-siap… Sunset 6:30 ya? Sippp.
18:10
Nyampe di depan gerbang Taman Panorama Ngarai Sianok. Gerbang dan loket sudah tutup. Ditawari anak muda berbadan besar pakai ikat kepala kain putih (sobekan kaos?), “masih bisa masuk kok pak. Lewat pintu kecil di samping, 15.000 seorang.”
Kamipun masuk ke dalam. Sepi, semua toko/warung sudah tutup dan tinggal tiga anak kecil laki-laki sedang main kejar-kejaran dan satu orang tukang foto sedang beres-beres.
18:10-18:30
Motret-motret Lembah Ngarai Sianok dari dalam taman, tentunya tidak lupa dengan foreground berdua, termasuk motret monyet-monyetnya dan dibantu si tukang potret ambil gambar di lokasi overhang platform I-O-U. Sempat loncat-loncat dari satu platform ke platform lainnya kayak anak kecil main trampolin.
18:35
Adzan maghrib bersahut-sahutan di kota Bukittinggi, mobil Zenit kami meninggalkan Taman Panorama. Sempet kejadian, tangan kiriku terus menahan pintu mobil untuk terbuka (baru inget kejadian ini belakangan) sampai beberapa saat setelah mobil bergerak.
18:45
Sholat jamaah maghrib dan isya di kamar hotel.
19:10
Menuju lobby hotel ditungguin panitia untuk makan malam bersama di resto luar hotel. Kami berdua telat (harusnya jam 19:00), ditungguin empat orang rombongan mobil terakhir (termasuk mas BG yang jadi komandan tertinggi PTM yang hadir di acara tersebut). Badanku mulai terasa agak aneh: ringan. Terus mulai nanya ke Retno: ini kita di kota apa ya? Aku mulai lupa nama-nama.
19:20
Sampai di Resto, duduk berhadapan dengan Retno di ujung meja panjang yang di deretan kesananya para geos dan engineer peserta, acara sudah siap-siap, makan hidangan di depan masing-masing. Fuad ambil kursi duduk sebelah kananku.
Aku mulai bertanya-tanya ke Fuad. Siapa nama orang-orang itu: siapa di meja panjang depan kita, siapa sebelah BG, siapa di ujung meja kita dst dsb. Waktu itu di rongga ingatanku berkali-kali aku berusaha mengingat nama-nama tapi yang keluar nama-nama asing semua. Menurut Retno waktu itu aku juga nanya-nanya: “kita di kota apa ini?” sampai tujuh kali.
19:20-20:30
Selama sejam lebih duduk di restoran aku berusaha mengingat nama dan lokasi sambil tidak kerasa makan dengan lahap hidangan yang ada di depanku. Dan aku merasa semua orang yang ada disitu gak ada yang kenal kecuali Retno, Fuad dan Vicky. Itupun berkali-kali aku eja nama ketiga orang itu karena takut salah nama.
BG (Bayu) aku lihat posturnya dari belakang (duduk di meja panjang depan kami membelakangi) tapi namanya selalu berubah-ubah di ingatanku. AKU PANIK dan mulai baca La-khaula, Istighfar, Lailla ha illallah,… dan sebagainya. Lamat-lamat aku dengar Retno lantunkan ayat Kursi, aku tirukan.
20:30
Bersama Retno, Fuad dan Vicky aku berdiri terakhir dari rombongan yang meninggalkan resto, naik mobil kembali ke hotel. Aku merasa ringan melayang-layang. Aku bertanya-tanya terus: dimana kita ini? Di kota mana ini? (Dalam rongga kepalaku berkali-kali terngiang nama-nama kota selain Bukittinggi).
Hampir jam 21:00-an nyampe di hotel, turun dari mobil (sepanjang di mobil makin kalut/panik karena kehilangan orientasi dan merasa asing dengan sekitar). Berjalan naik tangga hotel ke lobby. Benar-benar rasa seperti terbang. Aku mulai menangis, tapi mencoba terus istighfar, la-khaula, dzikir…
21:00-03:00
Nyampe di kamar aku langsung baring di kasur dan bilang, “aku melayang, aku melayang,” dan aku terus istighfar dzikir mohon kekuatan, aku terus bertanya-tanya ini kita dimana ya? Aku menangis, karena aku takut kehilangan semua ingatanku, aku takut kehilangan pengetahuanku, aku takut kehilangan diriku.
Terus lamat-lamat aku dengar ayat kursi berulang-ulang di telingaku, Retno meletakkan hapenya di bantal sebelah kiriku, terus aku “hilang” tertidur …
03:00
Aku terbangun dengan kepala yang sakiiiiit banget, rasanya sakit kepala berat, dan pingin ke kamar mandi, nongkrong. Aku minum air di botol akua kecil di atas minibar kamar, dan nongkrong dlm kesakitan kepala. Aku buka kaleng kue di minibar, makan dua cookies kecil, minum air putih lagi.
Terus mandi dan siap-siap, rencana berangkat ke airport Minangkabau jam 04:30.
04:30-06:30
Bukittinggi ke Bandara Minangkabau dua jam bersama Pur, Retno dan sopir. Pur semalam gak ikut makan malam dan baru ketemu lagi pagi-pagi pulang barengan. Rasanya kepala sakit berat, tapi sudah mulai ingat nama-nama, sholat subuh dalam mobil, minum air akua yang dibelikan Pur.
Sampai di Bandara, cek-in, sarapan risoles dan tahu dan kopi, minum panadol, mulai ringan rasa sakit kepalaku.
08:00-10:00
Terbang Padang-Cengkareng pake Garuda. Tidur di perjalanan.
11:45
Di gedung Energi ADPMET, sholat dan ketemu David. Bahas laporan hasil analisis dan bikin rencana kedepan.
14:00
Di OBM Drilchem-Rapat Komisaris.
15:30
Di WTC-5, ketemu anak-anak GDA dan Razi Aceh. Lapor ke Amat. Kata Amat masih ada yang ikut satu, tapi gak berani masuk.
18:30
Berdoa khusuk dan kepala makin sakit berat, tapi ingatan sudah pulih full.
20:30
Di Persada, zoom meeting sambil makan malam, kepala masih sakit/berat minum panadol lagi.
05:30
Bangun tidur di Persada, full recovery, insyaallah… Hujan derazzz sekali…
Festival Kampung Cempluk
Festival Kampung Cempluk adalah peristiwa budaya tahunan di Kampung Cempluk, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang yang tahun ini akan berlangsung untuk yang ke-12 kalinya.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Festival Kampung Cempluk adalah peristiwa budaya tahunan di Kampung Cempluk, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang yang tahun ini akan berlangsung untuk yang ke-12 kalinya.
Dalam Festival yang berlangsung lima hari ini berbagai kegiatan seni dan budaya dilakukakan secara simultan di banyak lokasi dan di beberapa panggung oleh segenap warga kampung dan juga para seniman dan budayawan yang diundang untuk berpartisipasi di dalamnya.
Para ibu menjajakan penganan di halaman rumah, para remaja juga memamerkan hasil karya mereka di berbagai lokasi, termasuk berpentas di acara-acara panggung maupun di jalanan kampung. Produk-produk kerajinan lokal maupun dari daerah sekitar ikut meramaikan pasar pameran-jualan.
Talenta-talenta seni budaya lokal mendapatkan ruang ekspresinya di Festival tahunan ini. Bersama dengan para seniman-budayawan Jaringan Kampung Nusantara (maupun International), semuanya bersama-sama berproses merespon Festival Kampung Cempluk yang fenomenal ini.
Di acara FKC ke-12 yang akan diadakan 18-23 September 2022, Andang Bachtiar dan Penyelaras akan manggung di hari Jumat 23 September dan akan mengundang Prof Adi Susilo dari UB untuk bincang-bincang soal “GEOLOGI KAMPUNG CEMPLUK”: Potensi bahaya longsor dan situasi air tanah di Desa Kalisongo, Kampung Cempluk Malang, sekitar 20 menit, menyelang-nyeling-i lagu-lagu MELEMBUTKAN BATU yang akan kami bawakan. Dengan demikian para warga masyarakat Kampung Cempluk dan sekitarnya diharapkan jadi lebih paham tentang bumi yang mereka injak dalam rangka menyelaraskan kehidupan supaya lebih lestari ke depannya.
Para remaja Kampung Cempluk dan para penonton juga akan ditantang oleh Andang Bachtiar dan Penyelaras untuk ikut berdendang menyanyikan lagu-lagu: BELAJAR DARI BATU, LINGKARAN, ANTIKLIN BERSAYAP, BERJALAN KE HULU, SIKLUS BATUAN, VOLKANOLOGI RINDU, dan lagu-lagu tentang geopuisilosofi lainnya.
Jadi, kalau pas ada di Malang Jumat 23 September mendatang, sempatkan mampir datang di Kampung Cempluk, untuk merayakan hari raya kebudayaan: Festival Kampung Cempluk ke 12 di Desa Kalisongo, Malang.
Konser Cerdas Merdeka Part 2
Di Studio Tedja-nya mbak Swandayani Swan dan mas Kommie Hasan di Gubeng Surabaya 20 Agustus semalam berakhir dengan gegap gempita dan penuh semangat: optimis untuk bersama-sama menyebar patriotisme, keindahan dan pengetahuan dengan ikhlas dan cerdas.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Di Studio Tedja-nya mbak Swandayani Swan dan mas Kommie Hasan di Gubeng Surabaya 20 Agustus semalam berakhir dengan gegap gempita dan penuh semangat: optimis untuk ber-sama-sama menyebar patriotisme, keindahan dan pengetahuan dengan ikhlas dan cerdas.
Maturnuwun ke tuan dan nyonya rumah yang militan mbak Swan dan mas Komi, yang aura optimistik dan positive thinking-nya menyebar ke kita semua, menyelusuri gang-gang di kampung kota Lapangan Dharmawangsa dan bahkan sampai sepanjang jalan raya-nya. Saluttt!!
Saya masih belum dewasa ketika Pak Tedja berkiprah malang melintang di Surabaya dan Indonesia, tapi dari pengalaman berinteraksi dengan putrinya beberapa minggu dan semalam kmrn ini telah membuat saya membayangkan: anak wedhok e ae koyok ngene, gak kebayang militan-e Pak Tedja Suminar sang pelukis legendaris kita. Yang kebetulan juga menjadi bagian dari perjalanan hidup penting dari Maestro Troubadour kita Leo Kristi dan bolo-bolonya termasuk mbak Titi Soetopo yang seolah “kembali ke rumah” mengingat masa-masa awal KRLK pertengahan - akhir 70-an dahulu kala.
Terima kasih kepada Penyelaras Retno Andang Endri Wejoe Charles Djalu Redy Eko Prastyo Andhika Riptayudo Nugroho dan @angga yang terus menerus mengawal merawat dan menyelaraskan gejolak pengejawantahan idiom-idiom geopuisilosofi kita, menyebarkan ke gelombang udara dunia lewat konser, podcast, dan interaksi media sosial kita dan kalian semua.
Ini pertama kalinya kita konser di pelataran (latar-halaman) jalanan kampung. Lebih hebohnya lagi karena konsernya di Surabaya: markasnya dedengkot musik balada: Leo, Gombloh, Franky dan lainnya. Singo Edan main ndik kandang-e Bajul Ijo!!!! Serasi jugak kok. Uwakeh konco seniman Suroboyo sing teko. Daya magnet kalian memang luar biasa: menyedot jiwa-jiwa bebas yang ingin saling beresonansi membangun kecintaan pada Indonesia, pada kehidupan dan keselarasan Bumi dan Manusia (alias Antiklin Bersayap alias Kebyar-kebyar, wkwkwkwkwk).
Suwun jugak Cak Dauri om Selo Sumarsono dan mbak Titi Soetopo yang sudah rela meluangkan waktu melengkapi konser kita dengan tribute kecil untuk KRLK dengan menyanyikan tiga lagu Leo yang fenomenal: Tepi Surabaya, Dirgahayu Indonesia Raya, dan Beludru Sutra Dusunku. yang terakhir itu lirik dan lagunya di buat oleh almahrum Pak Tedja Suminar untuk Leo Kristi. Jadi, seolah-olah Beludru Sutra itu pulang ke rumah!!! Kerennn. Selamat balik ke Solo Cak Dauri dan selamat balik ke Jakarta Om Selo dan mbak Ita. Kita tunggu tribute yang lebih menggelegar untuk the Lemon Trees Surabaya itu. Denger-denger Cak Dauri merencanakannya untuk Bulan November 2022 nanti.
Nash Nashuha seksi sibuk ADB & Penyelaras dari Cirebon yang sedang kerepotan urusan perbatikan tapi masih juga menyempatkan datang ke Malang maupun Surabaya: maturnuwun sanget. Serbuan medsosnya yang bertubi-tubi mengabarkan dan menyemangati, jaringan perkawanannya yang menggaungkan peristiwa bersejarah ini, dan terutama Kupang Lontong oleh-oleh jalan paginya yang lekker & numani … tak tertandingi!!! Dan kemarin sempet juga rupanya beliau ini sisiran rapih ketika didaulat membuka acara secara resmi. Salut rek!!! Sing slamet balik nang Cirebon, yo!
Kurnia Wahyu @Dwi dan @Ferry dari Malang maturnuwun jugak rek, wis melok rawe-rawe rantas malang-malang tuntas nyuksesno acara Konser konser 17-agustusan kita, termasuk sing ndik Suroboyo iki. Ojok bosen-bosen rek!
Terimakasih juga buat Tim Sistim Suara, Video, Panggung, dan Media dari Bekasi - Jakarta dibawah koordinasi Gesit Mutiarta yaitu Iban Getarjati Hening Wangilalang dan Lintang Larasati (dan @awan bojonya) yang menyempatkan diri datang dari Yogja, dan juga @jojo @bolay dkk lainnya … (Lama-lama kalian semua hafal juga itu lirik lagu Belajar dari Batu wkwkwkwkwk … )
Cak Doktor Kang Amien Widodo maeng bengi iku yo mantaaabh … ikut menyebarkan pemahaman ke masyarakat Suroboyo bahwa memang “Bumi kita ini menua, tapi selalu kembali muda”. Pantai tapal kuda Jawa Timur yang dulunya pernah ada di Bojonegoro 1,5 juta tahun yang lalu, terus menerus membangun daratannya menjadi lebih muda menjorok ke timur dari masa ke masa. Pada masa Majapahit pun pantai Tapal Kuda itu ada di Krian Mojokerto, menurut penelitiannya. Mantaaaabh!! Kita lanjutkan riset dan sosialisasinya Doc!! (Catatan: para penikmat Geopuisilosofi Melembutkan Batu ataupun lagu-lagu lainnya pasti sudah hafal juga bahwa setiap kali ADB & Penyelaras konser pasti ada podcast/talkshow-nya yang mencoba menyebarkan daging pengetahuan ke masyarakat kita, menyelaraskan dengan tema dan topik lagu-lagu kita. Talkshow dengan dari Amien Widodo kmrn itu salah satunya.)
@subagiono ahli bumbu koncoku sing gak nduwe kesel, maturnuwun wis nyempatno ngebis tekok Malang nang Suroboyo spy iso nyemangati awak dewe kabeh konser Cerdas Merdeka babak kedua iki. Colek jugak Sugiyono Zen geologist Suroboyo nuwus rek wis teko! Soffian Hadi Joyopranoto : nuwus jugak Sof, seperti biasa: foto-fotomu dari arah penonton selalu luar biasa, menangkap event-event dengan indah!!! Suwun wis berbagi karo awak dewe jepretanmu.
@fauzan pelukis pasir konco ITB-ludrukan ku: suwun wis teko, wis siap iki awak dewe kolaborasi berikutnya! Mbak Peni Citrani Puspaning suwun wis dhadi MC. Arif Sudibya pak Hakim Militer adikku sing gagah: suwun wis nyempatno nikmati konser iki onsite, mugo-mugo tekok hadirin gak onok sing perlu diadili hehehehe…
Lagu tema konser Cerdas Merdeka 17-an kmrn di Surabaya (dan juga di Malang) adalah CERDAS MERDEKA! Yang benar-benar merdeka pasti tidak menjajah / Yang terus menerus mencari / MERDEKA PADA AKHIRNYA!
Merdeka harus Cerdas!!
Selain itu, perlu dicatat: acara semalam itu kita buka jam 19:30 dan kita tutup jam 22:00 dengan lagu yang sama: BELAJAR DARI BATU! Sudahkah Kau Belajar Tentang Diam dari Batu / Sudahkah Kau Belajar Tentang Sabar dari Air / Sudahlah Jalan Panjangmu di Bumi / Menyiapkanmu Pulang Kembali. (Monggo dipun resapi sami-sami ….)
Sampai berjumpa lagi di Konser selanjutnya: di FESTIVAL KAMPUNG CEMPLUK MALANG, 23 September 2022.
Empat Puluh Lima Tahun ITB-78
Saya sekolah di SD Laboratorium IKIP Malang, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 3 Malang, dan lulus 1977 saat berumur 16 tahun.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Saya sekolah di SD Laboratorium IKIP Malang, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 3 Malang, dan lulus 1977 saat berumur 16 tahun.
Pada waktu SMA saya mendirikan Teater Putih di Malang. Saya main teater, baca puisi, main musik, dan ikut banyak kegiatan kesenian di Malang, Surabaya, dan sekitarnya di kurun waktu 1976-1977.
Ketika mau melanjutkan sekolah dan inisiatif mendaftar di Institut Kesenian Jakarta saya dimarahi bapak; lebih baik di Sastra Inggris IKIP Malang saja, katanya. Maka saya pun sempat jadi mahasiswa IKIP Malang tiga bulan —bahkan sempat ikut orientasi mahasiswa juga.
Saat mulai kuliah, ada teman yang batal mau ikut tes SKALU (Sistem Kerjasama Antar Lima Universitas) karena dia sudah diterima di UNBRA dan formulirnya diberikan ke saya. Penerimaan mahasiswa untuk SKALU (UI, ITB, IPB, UGM, UNAIR) lebih lambat daripada perguruan tinggi lainnya waktu itu.
Berbekal formulir yang tidak jadi dipakai oleh almarhum teman saya, saya pun setengah ogah-ogahan mendaftar juga ikut tes SKALU dengan pilihan pertama ITB.
Kok ndhilalah lulus, diterima.
Akhirnya, Maret 1978 saya masuk ITB —pada saat kampusnya diduduki oleh tentara karena demo-demo anti Soeharto waktu itu.
Saya sebenarnya tidak suka bidang teknik, lha wong dua tahun terakhir sebelum ke Bandung kegiatan saya di Malang isinya baca puisi, main teater, dan nyanyi saja ke mana-mana. Makanya, ketika sudah kecemplung masuk ITB saya bingung mau pilih jurusan apa.
Ketika dalam keadaan bingung memilih jurusan itu, saya melihat sejumlah mahasiswa gondrong di salah satu pojok belakang kampus ITB di bawah pohon karet.
Gondrong, pakai jaket, tampang agak seram, tapi bukan mahasiswa Seni Rupa.
“Enak sekali, mereka nyanyi terus.. Sepanjang waktu.” Ternyata, mereka mahasiswa Geologi.
Saya pun kuliah di Geologi ITB sampai lulus Maret 1984.
Sejak kesasar di Geologi ITB itu sampai sekarang saya mencintai Geologi.
Titik Geser
Orang-orang oil patch yang paham tentang konstelasi politik energi dunia mestinya sih sekarang ini sudah mulai bikin strategi titik geser (atau titik belok?) mengantisipasi job scarcity di Oil & Gas Industry yang bahkan sudah terjadi —saat catatan ini dibikin— ditengah euphoria transisi energi yang makin menguat.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Orang-orang oil patch yang paham tentang konstelasi politik energi dunia mestinya sih sekarang ini sudah mulai bikin strategi titik geser (atau titik belok?) mengantisipasi job scarcity di Oil & Gas Industry yang bahkan sudah terjadi —saat catatan ini dibikin— di tengah euphoria transisi energi yang makin menguat.
Dua tahun pandemi, krisis harga minyak tahun 2020 lalu yang sampai minus di bawah $0/bbl, dan COP26 Oktober - November kemarin, semuanya memberikan aba-aba untuk segera berubah haluan. Itu kalau paham.
Kalau gak (mau) paham, ya monggo saja. Dalam dua - tiga tahun ke depan mereka yang berpegangan pada kesetiaan buta pada gemerlap semu dunia migas (khususnya Indonesia) akan mengalami kejutan tiba-tiba: begitu saja terlempar keluar dari dunia kerja. Perubahan-perubahan strategi perusahaan IOC ex-7 sister yang drastis dalam dua tahun terakhir untuk mengurangi portofolio eksplorasi migas mereka, terutama minyak bumi, termasuk baru-baru ini pemisahan Shell dari Royal Shell, dan efek berantai dari lay-off massal di perusahaan-perusahaan itu, termasuk di Indonesia, semuanya mengindikasikan bahwa perubahan sedang terjadi.
Bahkan sekarang pun susah sekali untuk membayangkan kebanggaan mengumumkan discovery lapangan minyak raksasa seperti jaman hey-day discovery minyak di laut dalam dunia beberapa tahun yang lalu di West Africa, Gulf of Mexico, dan Guyana-Suriname. Karena begitu discovery, untuk mencari dana pengembangannya dari uang publik sudah makin susah dilakukan. Publik sudah banyak termotivasi untuk investasi di energi hijau daripada minyak bumi (dan gas bumi). Kalaupun dana itu tersedia, bunganya selalu lebih mahal daripada dana-dana untuk energi hijau. Sebagai catatan: sebagian besar discovery deep water lima - tujuh tahun terakhir di West Africa pun sampai sekarang banyak yang masih kesulitan untuk cari dana pengembangannya.
Nah, mau geser ke mana, mau belok ke mana G&G sub-surface Oil & Gas kita? Lihat AAPG/SEG/SPE,tahun ini dan tahun depan makin banyak acara kumpul-kumpulnya membahas tentang CCS/CCUS, Zero Emmision, Shifting to Transition Energy, dan lain-lain. AAPG pun sudah punya rencana besar merger dengan SPE tahun depan ini. Di level organisasi induknya lho, bukan sekedar di event convention-nya. Nah, apakah kita di Indonesia juga terus akan berlupa-lupa dan asyik membahas ilmu subsurface untuk menemukan migas kita saja tanpa mempedulikan tren dunia itu semua, atau kita mau ikutan bersiap untuk berubah?
Monggo saja.