Mencumbu Sesar Adang (Catatan buat Pur dkk di Hutan Kalimantan Tengah)
Hampir setiap orang yang gemar menelisik dua cekungan tersebut akan mengangguk setuju bila ditanyakan apakah memang fisiografi maupun tektonik dua cekungan tersebut dipisahkan oleh Sesar Adang. Tapi apakah mereka pernah menginjakkan kakinya di trace sesar tersebut, mengecek keberadaannya dari bukti-bukti permukaan, dan membandingkan geologinya sebelah menyebelah sesar?
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Di antara Barito dan Kutai, ada Sesar Adang. Hampir setiap orang yang gemar menelisik dua cekungan tersebut akan mengangguk setuju bila ditanyakan apakah memang fisiografi maupun tektonik dua cekungan tersebut dipisahkan oleh Sesar Adang. Tapi apakah mereka pernah menginjakkan kakinya di trace sesar tersebut, mengecek keberadaannya dari bukti-bukti permukaan, dan membandingkan geologinya sebelah menyebelah sesar? Mungkin sebagian besar kita lebih senang melihat dan menggerumutinya dari kejauhan: satellite image, foto udara, maupun data gravity regional – karena memang cara itulah yang paling praktis ekonomis dan taktis; artinya, tidak perlu dengan bersusah payah menjejakkan kaki mengecek keberadaan fisiknya mengelusnya dan menyentuhnya untuk membuktikannya. Cukup dengan remote sensing saja. Bagaimana dengan “real geology” permukaannya?
Saat ini para pejuang mudaku dipimpin oleh si Pur sedang di puncak-puncak proses pergumulan mereka dengan geologi permukaan di sebelah menyebelah Sesar Adang ini. Sudah hampir sebulan lamanya mereka di sana. Di antara Barito dan Kutai, di seputaran Benangin, Sampirang, Lampeong dan Sambung. Ada tiga provinsi mereka jelajah: Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Saat kutinggalkan dua minggu yang lalu, setelah seminggu bersama mereka menjamah bukit-batu dan sungai Teweh, aku pesankan, “perhatikan perubahan Lempung Tuyu ataupun Pamaluan dari daerah Lampeong ke arah timur lautnya melewati daerah batas Sesar Adang. Perhatikan juga kalau-kalau ada indikasi struktur yang signifikan berbeda. Kalau beruntung, kalian semua bisa mendapatkan feeling di mana gerangan Sesar Adang itu bertapa”.
Batas itu nampaknya tidak bekerja sejak Mio-Pliosen. Pada waktu Dahor diendapkan, yang ada hanya tinggian-tinggian yang membentuk Pegunungan Meratus memuntahkan endapan semacam ”mollase” ke daerah-daerah rendahannya. Dahor konglomerat di mana-mana, yang bahkan menumpang tidak selaras di atas Eocene Tanjung pun bisa terjadi di daerah sana. Dan itu semua tidak dinampakkan dalam peta-peta resmi pemerintah. Mungkin nantinya akan ada sedikit revisi pengertian kita tentang kegiatan tektonik, pengangkatan, pergeseran, pergerakan di daerah sekitaran sebelah menyebelah Sesar Adang itu, terutama dengan memperhitungkan sebaran Dahor Konglomerat di mana saja.
Awal November nanti aku akan ke sana lagi. Entah, akan diperkenalkan ke sedimen apa aku oleh si Pur dan kawan-kawannya. Belum pula jika mereka juga sudah saling mengikat janji atas namaku dengan jejak-jejak Sesar Adang di sana. Wah, akan ramai jadinya.
Omong-omong, sudah berapa rembesan minyak kau data di sekitaran Sesar Adang itu? Simpan untukku.