Tentang Pencemaran Laut Timor Besok, Deplu Dengar Verifikasi Dephub (Timor Express)
Kalau ku amati, ini semua adalah kelanjutan dari proses "negligence" (keteledoran/pembiaran) dari penyelenggara negara kita dalam rangka menjaga halaman depan rumah negara (kasus - kasus perbatasan, pulau-pulau terluar, dan sebagainya).
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kalau ku amati, ini semua adalah kelanjutan dari proses "negligence" (keteledoran/pembiaran) dari penyelenggara negara kita dalam rangka menjaga halaman depan rumah negara (kasus - kasus perbatasan, pulau-pulau terluar, dan sebagainya). Mungkin karena ketidak-tahuan (baca: tidak profesional) diperparah dengan arogansi kacamata kuda yang menganggap diri paling benar, paling tahu, sementara orang lain (baca: rakyat) adalah pihak yang tidak tahu dan ngikut saja. Mudah-mudahan bukan seperti itu. Mudah-mudahan hanya karena sedang euphoria kabinet baru dan timbul tenggelam di masalah cicak versus buaya saja.
Perhatikan kronologi di bawah ini:
21 Agustus 2009. Sumur H1 di Platform Montara di Laut Timor perairan Australia blowout dan mulai menumpahkan bocoran minyak dan gas dari lubang sumurnya ke laut.
3 September 2009. Indikasi pertama dari data satelit yang menunjukkan pencemaran tumpahan minyak telah mulai menyeberang ke perairan Indonesia dalam jumlah yang massive.
10 September 2009. Relief well untuk mengatasi blowout mulai ditajak (dibor) 21 hari (tiga minggu) setelah kejadian. Sebagai perbandingan, Lumpur Sidoarjo - relief well baru beroperasi setelah tiga bulan.
30 September - 3 Oktober 2009. Tim dari Indonesia (dipimpin Departemen Perhubungan) melakukan peninjauan ke Darwin berlanjut sampai terbang di atas tumpahan minyak di atas Laut Timor.
3 November 2009. Blowout sumur H1 berhasil dimatikan. Tidak ada lagi penambahan tumpahan minyak ke laut.
10 November 2009. 37 hari setelah pulang dari Darwin, Tim Departemen Perhubungan baru akan melaporkan hasil kunjungannya di Forum yang dikoordinir oleh Departemen Luar Negeri dalam rangka verifikasi apakah Laut Timor kita tercemar atau tidak dan kemudian menghitung ganti rugi dan sebagainya.
Kronologi tersebut menunjukkan betapa lambatnya birokrasi kita, dan juga betapa konvensionalnya cara berpikir dan bertindak aparat birokrasi kita. Teknologi satelit yang merupakan state-of-the-art real-time technology jadi gak berarti apapun juga di tangan para pelaksana tanggung-jawab penyelenggara negara kita. Yang tujuan utamanya untuk memudahkan dan mempercepat malah gak dianggep apa-apa. Yang penting nunggu laporan kunjungan verifikasi Tim (yang sudah telat sebulan lebih gak lapor-lapor…). Ampun dah.
Jauh hari sebelumnya (ketika rame-ramenya Timor Leste merundingkan kembali Timor GAP mereka dengan Aussie), saya dan Ariadi sempat juga mengingatkan pemerintah lewat IAGI untuk meng-endorse dan menindaklanjuti usulan kawan-kawan YPTB untuk bargaining dengan Timor Leste dan Australia supaya perundingan/perjanjian mencakup tiga negara, termasuk Indonesia, dan area GAP diperluas sampai ke Timor Barat, dengan pertimbangan-pertimbangan salah satunya adalah kemungkinan nantinya ada kecelakaan yang menimbulkan oil spill seperti yang terjadi sekarang ini di mana ke tiga negara kemungkinan akan terkena dampaknya. Tapi, ya, begitulah, gaungnya pun tak mereka suarakan.
Tapi, dengan niat dan maksud baik, mestinya kita semua terus menerus gak bosen-bosennya meneriakkan ini ke penyelenggara negara supaya mereka mengerti atau paling tidak lebih hari-hari dalam melangkah, karena ada yang mengawasi. Kita.
Laut Timor Tercemar Tumpahan Crude dari Blowout Sumur Montara - NW Shelf Australia
Rangkaian SMS dan CC e-mail dari teman-teman di Kupang sejak awal September yang lalu makin gencar mengabarkan keresahan saudara-saudara kita di NTT sana atas musibah yang mereka alami dengan tercemarnya laut Timor oleh tumpahan minyak dari ledakan (blowout) sumur/platform Montara.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(dan ada claim dari kawan-kawan NTT bahkan spill tersebut sudah sampai ke pantai-pantai Selatan Timor - Rote: perlu diseriusi!!!)
Rangkaian SMS dan CC e-mail dari teman-teman di Kupang sejak awal September yang lalu makin gencar mengabarkan keresahan saudara-saudara kita di NTT sana atas musibah yang mereka alami dengan tercemarnya laut Timor oleh tumpahan minyak dari ledakan (blowout) sumur/platform Montara. Platform tersebut berada di perairan Australia, tapi bocoran/tumpahan minyaknya sudah bergerak – migrasi masuk ke perairan Indonesia seperti ditunjukkan dalam gambar-gambar satelit yang (bahkan) secara publik dimuat di akun Flickr SkyTruth. Sumur H-1 di platform Montara tersebut blowout 21 Agustus 2009 yang lalu dan menumpahkan sampai dengan 2000 BOPD ke perairan Laut Timor. Berita terakhir menyebutkan bahwa usaha relief well berhasil membunuh (kill) the well pada 17:15 CST 3 November Selasa sore kemaren, suatu usaha kill well yang lumayan sukses dilakukan sejak 10 September 2009 (55 hari).
Masalahnya adalah: claim dari YPTB (Yayasan Peduli Timor Barat) menyebutkan bahwa tumpahan minyak tersebut juga sudah sampai di pantai-pantai selatan Timor dan Rote dan menyebabkan banyak ikan mati di sana. Sementara itu, Press Release Kedutaan Australia 2 November kemaren disebutkan bahwa tidak mungkin minyak tersebut berasal dari Montara Platform, karena data mereka menunjukkan bahwa dispersi spill tersebut hanya "sedikit masuk" ke perairan Indonesia.
Apapun pemicunya, nampaknya memang kita di Indonesia tidak terlalu sigap menghadapi hal-hal seperti ini. Mustinya dari awal-lah Tim Penanggulangan Tumpahan Minyak kita bergerak. Tentunya juga berkoordinasi dengan Australia dan PTTEP yang mengoperasikan platform tersebut. Dari cerita media, Tim kita sudah mengunjungi Darwin dan diterbangkan keliling-keliling di atas tumpahan minyak oleh Australia 30 September yang lalu (lebih dari sebulan setelah kejadian spill - lambat benar?). Saya ragu juga, apakah Tim kita punya independent source of data/modelling untuk dibandingkan pada waktu mereka cek lapangan tersebut (bahkan sampai sekarang saya ragu: karena ketika saya tanya kawan-kawan saya yang expert marine oil spill dispersion modelling di perguruan tinggi, mereka juga angkat bahu tidak tau menahu persoalan ini).
Tim penanggulangan tumpahan minyak setahu saya leading sector-nya adalah Departemen Perhubungan, meskipun demikian mustinya KLH, DKP dan juga kawan-kawan dari ESDM juga aktif terlibat sehubungan dengan keterkaitan kompetensi teknisnya.
Langkah awal yang relatif murah adalah langsung mengakses data-data satelit, dengan berbagai cara — kita punya LAPAN, kawan-kawan BPPT dan juga DKP — yang punya akses privilege untuk mengunduh data-data satelit tersebut. Pembuatan model dispersi musti juga diimbangi dengan informasi yang memadai tentang data teknis sumur Montara sendiri, berapa banyak tumpahannya per-hari (menurut info sampai dengan 2000 BOPD), apa saja komposisi hidrokarbon yang keluar, dan sebagainya. Selain itu, data-data oseanografi meteorologi musti juga segera diakses oleh tim tersebut. Dan ini semua harusnya sudah dilakukan sejak awal-awal September, dua bulan yang lalu. Oil to oil correlation perlu segera dilakukan untuk memastikan asal muasal minyak yang terdampar di pantai-pantai pulau pulau kita; selain juga memodelkan dispersinya.
PTTEP has estimated the leak from the damaged wellbore at between 300 to 400 barrels of oil per day, but the Department of Resources, Energy & Tourism told a Senate committee last week it believed up to 2000 bpd was leaking into the sea.Based on the Thai operator's figures, between 21,300 and 28,400 barrels have leached into the Timor Sea since the blowout.
Mudah-mudahan spill dari blow ut tersebut memang benar-benar sudah berhenti. Sekarang tinggal bagaimana usaha-usaha kita untuk membersihkan perairan Laut Timor. Australia sebagai negara tetangga dan PTTEP sebagai kumpeni yang bertanggung-jawab atas pemboran di Montara tersebut mudah-mudahan lebih bisa diandalkan komitmennya. Asalkan tim kita juga proaktif.
Berita terkait: