Corporate Culture Ngutang (Ngemplang?)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kebiasaan perdagangan internal, ambil untung dari biaya operasi sendiri yang di cost-recovery, dan menunda bahkan mengemplang pembayaran ke pihak ketiga, nampaknya sudah/sedang akan menjadi “corporate culture” dari beberapa perusahaan migas nasional kita. Hal ini terjadi dan makin menjadi-jadi karena perusahaan-perusahaan perintis, yang dijadikan role model, terus menerus melakukan hal itu dikombinasikan dengan permainan politik lewat partai maupun bargaining di legislatif dan eksekutif pemerintahan negara ini.
Perubahan baru akan terjadi kalau dalam Pemilu 2014 mendatang partai yang menang dan Presiden yang terpilih tidak menolerir adanya permainan-permainan seperti itu – dengan syarat mereka juga tidak berhutang budi atau tersandera oleh para pemain dengan “corporate culture” seperti itu.
Hal lain yang perlu dicatat dari fenomena “corporate culture” itu adalah:
Teman-teman professional yang bekerja di sana yang semula dikenal punya idealisme dan integritas yang tinggi akhirnya menjadi hanyut dalam “culture” atau minimal bersikap “permissive” (maklum) dengan alasan keterpaksaan.
Idealisme “pribumi berjaya”, “anti-asing”, “berdikari”, dan sejenisnya menjadi langganan wajib alasan pemaafan (excuse) bagi perilaku-perilaku bisnis yang tidak etis itu.
Asal mulanya kemungkinan adalah penerapan strategi financial engineering yang memaksimalkan keuntungan dari modal yang ada, yang selanjutnya mengorbankan etika bisnis, yang bukan tidak mungkin akhirnya akan mendegradasi moral secara keseluruhan.
Maka, waspadalah, waspadalah! (Kata Bang Napi)