Diminati

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Pemberitaan tentang diminatinya blok-blok migas yang ditawarkan pemerintah oleh 17 perusahaan minyak akhir-akhir menimbulkan tanda-tanya besar di tengah kritik tentang tidak kompetitifnya kondisi Indonesia dibanding negara lain untuk investasi migas dan juga kritik tentang skema kontrak Gross Split yang menyertai blok-blok yang ditawarkan tersebut. Berita ketertarikan tersebut seolah paradoks positif yang menjawab kritik-kritik negatif tentang iklim investasi migas Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi?

Begitu kita telaah lebih rinci, ternyata yang dimaksud sebagai "meminati" blok-blok migas itu adalah "mengambil/membeli dokumen lelang". Bagi para "new venturer" bonafid, membeli dokumen lelang yang hanya beberapa Ribu USD per blok itu adalah bagian dari prosedur untuk mendapatkan informasi baik administrasi, fiskal maupun teknis tentang blok-blok yang ditawarkan dan tidak menjamin bahwa mereka akan berlanjut dengan memasukkan dokumen penawaran. Kebiasaan new venturing perusahaan-perusahaan E&P migas: makin banyak info, makin lengkap database, maka makin besar peluang untuk mendapatkan venture baru. Mengambil dokumen tender: selain untuk penjajakan teknis juga bisa dipandang sebagai bagian dari strategi pengembangan database.

Dari data empiris tahun-tahun sebelumnya, terlihat bahwa di 2015, 7 perusahaan membeli bid document blok konvensional tapi tidak ada satu pun yang memasukkan penawaran. Salah satu alasannya karena signature bonus ketinggian. Pada 2016 bahkan ada 19 perusahaan membeli/mengambil bid document blok konvensional tapi ternyata hanya satu yang tandatangan kontrak. Itu pun akhirnya mereka minta penangguhan waktu lagi untuk re-evaluate karena kontraknya diubah memakai Gross Split padahal waktu pengambilan dokumen masih menggunakan PSC konvensional.

Nah dari pemahaman tentang prosedur new venturing perusahaan E&P migas dan juga dari pembelajaran data empiris tahun-tahun sebelumnya, semestinya kita masih harus berhati-hati dan mawas diri bahwa : "banyaknya (17) perusahaan yang mengambil dokumen tender" belum tentu berhubungan dengan "makin berminatnya perusahaan minyak investasi di Indonesia".

Kita masih harus menunggu sampai akhir September 2017, berapa banyak dari 17 perusahaan yang mengambil dokumen tender tahun ini mengembalikan dokumen untuk mengikuti tender. Mudah-mudahan bukan nol seperti tahun 2015 dan atau satu seperti 2016.

Kita harus sama-sama mendoakan supaya optimisme pemerintah yang dengan gegap gempita mengumumkan ada 17 perusahaan meminati blok-blok migas yang ditawarkan akan benar-benar terwujud jadi investasi nyata. Tapi pada saat yang sama kita juga harus mawas diri, waspada dan terus introspeksi diri atas peringatan-peringatan dari berbagai pihak dari dalam maupun luar negeri yang menyatakan bahwa iklim investasi migas hulu Indonesia makin buruk karena berbagai masalah tata kelola yang tak kunjung teratasi.

Berita terkait:

Previous
Previous

(Ini Sudah Keterlaluan)

Next
Next

(Mengenai “Menkeu Sri Sindir Arcandra Tahar”)