Saatnya Merombak Cara Kerja (Baca: Jumlah Pegawai) Pengawasan Kontrak Migas Indonesia

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Membaca e-mail mas Johnson dan mbak Shinta (dan mbak Nuning) di IAGINET tentang cara kerja BPMigas yang spartan dari meeting ke meeting dalam keterbatasan waktu dan personel mereka, saya jadi teringat beberapa kali pernah mengusulkan untuk merombak, menambah, mengembangkan jumlah pegawai BPMigas (terutama yang ahli) melalui usulan resmi tertulis maupun verbal lewat presentasi dan diskusi-diskusi dengan/ke Ka BPMigas, Dirjen Migas, Menteri, Menko. Karena apa? Karena kalau kerja beneran dan kerja sehat (jiwa dan raga) menurut ukuran Depnaker maka tidak mungkin kawan-kawan BPMigas itu dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya hanya dengan jumlah segitu-segitunya untuk mengawasi pelaksanaan kontrak 300-an blok Migas/CBM di Indonesia. Hanya dengan cara kerja seperti diungkapkan di e-mail mas Johnson itulah BPMigas bisa bertahan sampai 13 November 2012 kemarin itu. Cara kerja yang tidak sehat dan rawan penurunan kualitas dan fokus intensitas.

Inilah saatnya IAGI, lagi-lagi, bisa berikan kontribusi pemikiran, usulan, desakan supaya di organisasi yang baru nanti kejadian/suasana cara kerja yang tidak sehat seperti terjadi di BPMIGAS lama tidak diulangi. Dengan hitung-hitungan sederhana seperti yang dibeberkan oleh JAP (Johnson A. Paju) dan juga SDG (Shinta Damayanti Gumilar), mustinya kita tahu bahwa dibutuhkan minimum dua kali lipat jumlah pegawai lama BPMigas untuk membuat UPKUH/SKSP Migas dapat bekerja secara manusiawi, sehat, layak dan kualitasnya tidak dipertanyakan lagi. Dapat dibayangkan bagaimana khawatirnya kita mengetahui bahwa 30% pendapatan negara kita (dari migas) diawasi perolehannya oleh kawan-kawan yang bekerja sub-standard sampai begadang, hari Raya gak sempat sungkeman, 24 jam sehari, 7 jam seminggu, 12 bulan setahun dan sebagainya.

Tapi alhamdulillah, saya kadang-kadang masih bisa ketemu kawan-kawan BPMigas meluangkan waktu kunjungan ke lapangan, lihat-lihat batu, rig, seismik, konvensi dalam dan luar negeri, dan juga kunjungan home office di mancanegara. Tapi mungkin pas ditinggal-tinggal seperti itu makin gak ada oranglah di Jakarta untuk beres-beres perizinan, studi, operasi dan sebagainya, sehingga makin dipertanyakan lagi kualitas pengawasan kita.

Dulu sempat salah satu pejabat yang saya pasrahi usulan waktu diskusi meminta tolong balik: "Tolong yakinkan ke KemenKeu dan Menpan dong nDang, soalnya kita sudah berulang kali mengajukan hal tersebut tapi tidak gol-gol juga". Jawabku, “wah, kalau saya sekalian memperjuangkan ke KemenKeu dan juga ke Menpan, lha tugas panjenengan semua lak entek. Lagi pula siapalah saya ini koq bisa-bisanya curhat ke Menkeu dan Menpan.” Nanti, biar IAGI saja yang resmi menyampaikan.

Jadi, Pak KetuM IAGI, mohon sekalian disinggung aja soal personalia - jumlah pegawai dan rekrutmen level ahli buat SKSP Migas mendatang dalam press release kita minggu depan.

Previous
Previous

(Pembubaran BPMigas: "Keberpihakan Terhadap Asing di Hulu migas")

Next
Next

(Welcome to the Real Complete Multidimensional World of Indonesia Petroleum Geology)