Semburan Lumpur-Gas di Serang
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi yang membaca. Saya coba tampilkan tiga gambar yang menjelaskan apa yang kemungkinan terjadi dengan pemboran air di Walikukun, Carenang, Serang Banten yang akhirnya hari Sabtu yang lalu mengeluarkan gas dan lumpur sampai sekarang.
Lokasi Kampung Astana Anyar tersebut di peta geologi terletak di daerah dataran aluvial Sungai Ciujung - Cidurian, yaitu sungai-sungai Holocene yang mengalir selatan utara dari daerah tinggian gunung api Jawa Barat ke arah pantai utara Jawa. Selain itu dari setting tektoniknya, dia juga berada di daerah Tinggian Tangerang yang di beberapa literatur juga disebut menerus dengan Platform Seribu di utaranya. Di bagian timurnya kita dapati Ciputat Low dan di Selatannya kita dapati Rangkas Low. Sungai Ciujung sendiri kemungkinan dikontrol oleh pola bidang lemah kelurusan patahan utara-selatan yang menjadi ciri khas pola cekungan di daerah tersebut. Sumur-sumur yang pernah dibor di sekitar daerah ini adalah Cileles-1, Rangkasbitung-1, dan Tangerang-1 di selatan dan tenggara daerah "rembesan" gas-lumpur Serang ini. Cileles punya oil/gas show, sementara Rangkasbitung-1 dan Tangerang-1 laporannya dry hole saja. Tangerang-1 (dan Rangkasbitung-1 juga) dibor di daerah yang dianggap tinggian, walaupun delineasinya masih masuk di dalam bagian tepi dari cekungan NWJava Basin. Di sebelah barat dari lokasi Gas-Mudflow Serang juga didapatkan data rembesan minyak dari data Belanda (didapatkan waktu survei permukaan Pertamina-Repsol tahun 90an). Meskipun di daerah tinggian, besar kemungkinan rembesan-rembesan minyak (seperti yang dilaporkan oleh Belanda tersebut) juga menggejala di sekitar daerah Tangerang High- Seribu Platform ini. Artinya, komponen petroleum system: SR, maturity, migrasi, semuanya sudah terpenuhi. Tinggal dicari reservoir, seal dan trapping nya yang suitable, apakah ada di daerah tersebut?
Pemboran air yang akhirnya mengeluarkan gas dan lumpur di Serang ini nampaknya kemungkinan bisa berasal dari dua sumber. Kemungkinan pertama dari lapisan aluvial Ciujung Holocene yang kemungkinan merupakan gas rawa biogenic yang diakibatkan oleh proses fermentasi suhu rendah tapi kaya organik dan kondisi reduksi, kemungkinan kedua dari lapisan Parigi Limestone yang mengandung isi biogenic gas seperti yang didapatkan di lapangan-lapangan BP di offshore. Di daerah tinggian Tanggerang - Seribu Platform ini begitu anda mengebor permukaannya maka di bawah aluvial akan anda temukan lempung tebal Formasi Cisubuh yang merupakan batuan penutup yang ideal. Masalahnya adalah seberapa tebal aluvial recent-nya? Apakah 30 - 40 meter sudah habis aluvial Ciujungnya, kemudian langsung masuk ke lempung Cisubuh sampai dengan 70 meter kemudian di 70 meter menembus Gamping Parigi yang berisi Gas Biogenic? Kalau memang begitu kasusnya maka gas yang sekarang keluar akan terus menerus keluar karena resources-nya akan jauh lebih besar dari sekadar gas rawa endapan aluvial biasa yang dalam satu - dua minggu pun kemungkinan akan depleted. Apalagi kemungkinan adanya tekanan yang direpresentasikan dengan tingginya semburan sampai dengan 15 meter kemudian terjadi intermittent variation dari tinggi semburan, semuanya mengindikasikan adanya sistem tekanan yang kemungkinan lebih besar daripada sekadar tekanan fasa gas di sistem terbuka gas rawa aluvial — itu lebih mengindikasikan sistem tekanan tertutup dari reservoir Parigi.
Kedua alternatif interpretasi sama-sama mengindikasikan biogenic gas, bedanya adalah kalau berasal dari aluvial, maka sistem tekanannya akan ringan (terbuka, cepat habis), sementara kalau berasal dari Parigi, maka sistem tekanannya tinggi, tertutup dan akan long-lasting. Bisa jadi lubang akan bertambah besar untuk kompensasi sistem tekanan yang besar tersebut.
Apakah kasus bawah permukaannya sama dengan Lumpur Sidoardjo? Less likely. Kalau di Lusi, kita berhadapan dengan mud-diapir. Ada lapisan lempung/lumpur tekanan tinggi Kalibeng Atas yang terus menerus aktif mengeluarkan lumpur ke permukaan. Sementara itu di Serang sini, tidak pernah tercatat analogi Cisubuh sebagai overpressure shale yang significant apalagi mud-diapir. Jadi kemungkinan lumpur yang keluar merupakan hasil penggerusan dari lempung Cisubuh oleh gas dan air yang berasal dari Parigi Formation. Skenario hipotesis ini semua masih perlu dibuktikan dengan analisis lumpur (umur, kematangan, komposisi, dan sebagainya), analisis air (seperti asin atau tidaknya), dan tentunya analisis gas dan batuan lain yang keluar dari semburan (kalau-kalau memang ada bongkah gamping di dalamnya kemungkinan Parigi terlibat).
Apapun penyebabnya, semburan tersebut harus ditutup untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Memang masih belum terbayang efeknya akan sebesar daerah Banjar Panji, karena tipenya juga berbeda dan kedalamannya berbeda, tetapi bukan berarti kita bisa santai-santai saja. Tutup segera!!! Tentunya dengan menggunakan metodologi dan peralatan yang sesuai kaedah keteknikan di oil and gas. Pertamina punya operasi di daerah Bekasi. CNOOC dan BP juga punya daerah operasi berdekatan di offshore daerah tersebut. Mudah-mudahan lewat BPMigas - ESDM Pusat dan ESDM Provinsi bisa diusahakan untuk membantu masyarakat di sana segera menangani semburan tersebut dengan menutupnya. Mumpung baru tiga hari.