Singkapan Granit dan Petroleum System
Dari perjalanan menengok Granit Eosen Tanjungsari di Tinggian Lampung kemarin (25/6/11), ada empat hal yang kita pelajari untuk aplikasi geologi minyak bumi:
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Dari perjalanan menengok Granit Eosen Tanjungsari di Tinggian Lampung kemarin (25/6/11), ada empat hal yang kita pelajari untuk aplikasi geologi minyak bumi:
Implikasi tektonik (dan geologi struktur) dari adanya singkapan granit tersebut, yang mencakup:
Waktu pembentukan/proses intrusi-nya (yang terkait dengan orogenesa, continental crust accretion, subduction dan sebagainya), dan
Waktu pengangkatan ke permukaan dan erosinya (yang terkait dengan epeirogenesa — pengangkatan menyeluruh semua daerah, atau orogenesa — thrust fold belt system formation berupa jalur setempat, atau vulkanisme — lebih merupakan point inversion)Komposisi mineralogi dan kimiawi — terkait dengan posisi tektoniknya (apakah S type atau I type dan sebagainya)
Implikasi heat flow (terkait dengan mineralogi-kimiawi dan radioaktivitas-nya), yang mana hal tersebut juga terkait langsung dengan pengetahuan tentang apakah cekungan yang dialasi oleh granit tersebut di sekitar daerah singkapan (tentunya di subsurface) merupakan cekungan dengan heat flow tinggi atau rendah. Kalau heat flow-nya tinggi, hanya perlu pengisian sedimen yang tipis saja maka kerogen sudah bisa dipanasi dan matang menghasilkan hidrokarbon, alias: cekungannya dangkal-dangkal pun sudah menghasilkan minyak (seperti di CSB, Central Sumatra Basin, hanya butuh 4.500 - 6.000 feet untuk mematangkan kerogen jadi hidrokarbon). Kalau heat flow nya rendah, butuh kedalaman besar atau sedimen yang tebal untuk mematangkan hidrokarbon dari kerogen (contoh di Kutai Basin, Mahakam area: butuh 9.000 - 11.000 feet untuk mematangkan kerogen jadi hidrokarbon). HF tinggi atau rendah dikontrol oleh mineralogi. Pink Granit, Diorit, Granodiorit: moneraloginya berbeda: tentunya heat flow-nya juga beda..
Implikasi provenance (batuan sumber fragmen sedimen klastik). Cekungan yang daerah tinggiannya merupakan singkapan granit atau batuan asam kasar lainnya yang kaya kuarsa, maka sedimen-sedimen klastiknya cenderung kaya kuarsa dan membentuk reservoir migas yang kualitasnya bagus. Seringkali sumur-sumur yang dibor di daerah tinggian menembus granit-granit serupa yang kita lihat di singkapan. Dalam kasus tersebut, sedimen-sedimen klastik di daerah rendahannya diharapkan mempunyai kualitas reservoir yang bagus. Tapi belum tentu sedimen klastik yang diendapkan di atas tinggian tersebut juga punya kualitas reservoir yang bagus, karena provenance-nya jauh dari granit tersebut. Apalagi jika granitnya ada di rendahan, belum tentu sedimen yang menumpuk di atasnya punya kualitas reservoir bagus, karena provenance-nya di daerah tinggian yang belum tentu juga didiami si granit tersebut.
Dalam kasus Granit Eocene di Tinggian Lampung yang kita kunjungi kemarin batuan-batuan sedimen post-eocene yang diendapkan di cekungan-cekungan sebelah barat dan utaranya (yang sekarang tertutup Tuffa Lampung) diharapkan mempunyai fragmen butiran kuarsa yang dominan (Quartz arenite). Note: sampai sekarang delineasi cekungan di seputaran Bandar Lampung dan Teluk Lampung memang masih baru tahap awal. Belum ada data regional/semi-regional yang tersedia untuk mendelineasi batas-batas cekungan tersebut. Seismik sudah pasti tidak dapat menggambarkan apapun di bawah Tuffa Lampung. Tetapi Gravity dan/atau Magnetik/Magnetotelurik mungkin bisa menggambarkan sesuatu. Tunggu: sampai ada yang menge-run-nyaAnalogi komponen-komponen yang mengontrol granit menjadi batuan reservoir, yaitu reservoir batuan dasar (basement reservoir): fracture granite, weathered granite, dan granite wash.
Fractured Granite
Ada dua jenis fracture: yang pertama fracture yang diakibatkan oleh uplift dan unroofing effect dari granit ketika diangkat ke atas (epeirogenesa/inversi) setelah terjadinya intrusi. Yang kedua fracture yang diakibatkan oleh tektonik regional; misal sesar-sesar geser regional yang terus aktif selama Tersier, jika mereka pas punya offset step-splay di daerah tersebut, maka akan terjadi retakan-retakan yang terbuka saat sesar gesernya transtensional dan sebagainya. Pada singkapan granit di Tinggian Lampung kemaren mestinya yang kita lihat umumnya adalah fracture karena unroofing effect. Kalau ada dua suite/pool dari arah-arah dan sifat fracture di satu lokasi, kemungkinan dua jenis fracture tersebut muncul: unroofing dan regional tectonic. Perlu diteliti lebih lanjut untuk jenis-jenis fracture yang berkembang di Granit Indah itu secara lebih sistematis sehingga dapat diambil kesimpulan modelnya untuk analogi subsurface.Weathered Granite
Lapukan granit di jumpai di sepanjang permukaan singkapan batuan di lokasi Granit Indah. Semua permukaan granit yang kita injak adalah dalam kondisi lapuk (weathered). Pelapukan paling kuat terjadi di sepanjang rekahan-rekahan seperti yang disebutkan di bagian 4.1. di atas. Kita juga pernah melihat fractured granite yang lapuk di CORE (batuan inti bawah permukaan), fenomenanya sama dengan yang kita lihat di permukaan kemarin. Pada umumnya mineral-mineral mika sudah mulai terdegradasi, sementara orthoklas masih tetap intact. Na-Feldspar sebagian sudah mulai lapuk, tapi belum sepenuhnya menjadi kaolinite clay. Hanya saja sudah mulai bisa gampang digerus memakai kawat/pisau sedimen. Lapukan-lapukan granit ini bisa berfungsi sebagai reservoir tapi ketebalannya tidak akan terlalu ekstensif dibanding dengan fracture granite (tidak semua fracture granite terlapukkan).Granite Wash
“Cucian granit” maksudnya kondisi lanjut dari granit yang lapuk, yang akhirnya membentuk “soil” alias tanah yang bisa ditanami, di mana di beberapa bagian tertentu: tanah tersebut tidak mengandung clay tapi lebih banyak mengandung pasir/detrital lapukan kuarsa dan orthoklas dari granit. Cucian granit ini bisa juga diistilahkan sebagai pasir kuarsa (dan orthoklas) dari granit yang tersebar di lereng-lereng (dan tekuk lereng) dari kontur topografi granit yang tersingkap. Potensi reservoir-nya kualitasnya paling bagus, karena sifatnya sama dengan quartz sand, hanya saja unconsolidated (malah lebih bagus lagi karena unconsolidated ini).
Demikianlah sekilas catatan mengenai singkapan granit dan kaitannya dengan Petroleum System, seperti yang dikuliahkan kemarin Sabtu 25/6/11 di atas gundukan granit lokasi Granit Indah Lampung High.
Granit Indah, Bukit Kunyit, Pantai Klara, Pantai Ketapang: Lampung Selatan
Melihat air meletakkan pasir, mendengarkan batu bercerita, melupakan rusuh pikir, meniupi lirih luka: perih jiwa-jiwa.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Melihat air meletakkan pasir, mendengarkan batu bercerita, melupakan rusuh pikir, meniupi lirih luka: perih jiwa-jiwa.
Sabtu 11 Juli 2009, aku menggerataki Bandar Lampung: Tanjung Karang, Panjang, dan Teluk Betung. Beberapa belas mahasiswa, lima dosen UNILA, dan kawan-kawan GDA. Kadang aku melayang begitu saja melakukan ini semua. Ada pusaran cahaya berkelebatan memanggil-manggil. Menyedot segala lelah luka patah dalam lebur berserah memberi apa yang ku punya.
Di Granit Indah yang sebagian sudah compang-camping tak terawat karena jalanannya hanya dapat dirayapi oleh mobil-mobil off-road, Diorit Kuarsa berupa bongkah-bongkah glundungan sebesar truk-truk tronton bertengger di puncak rata dan lereng-lereng landai perbukitan bergelombang. Ketika aku datang, mahasiswa-mahasiswa penuh semangat itu sedang di-briefing Tomo di ceruk teduh nyaman di antara dua bongkah tegak Granit dan rimbun pepohonan, serupa panggung amphitheater Red Rock di Denver sana. Tomo yang lulusan geofisika Unibraw tercepat di angkatannya itu menjelaskan tentang geologi ke anak-anak geofisika Unila; tentunya pengalaman dia keluar masuk hutan di lereng Meratus nyari batubara dan di pedalaman Wahau nyari rembesan minyak membekas di cerita-ceritanya.
Semua bayangan yang tercetak di benak tentang granit tumpah meruah. Ku-cowel dengan palu satu/dua pecahan segar dan kubiarkan mereka bicara dengan kuarsa, feldspar, mika, dan menyentuh teksturnya. Sementara itu kudongengkan tentang provenan granit yang menghasilkan sedimen-sedimen arenit kuarsa yang mantabhs sebagai reservoir migas. Dan juga tentang granit rekah dan granit tercuci (granite wash) yang keduanya bisa jadi reservoir (dan terbukti) di Cekungan Sum Sel di utara daerah tinggian yang kita injak waktu itu. Perjumpaan dengan granit yang sarat makna. Batuan dasar. Menjejak sukma, menggambar isi cekungan. Granit pasrah, ditimbuni sejarah. Sedimen-sedimen pembawa berkah. Wahai, betapa tuanya Lampung ini.
Di pantai Bukit Kunyit, backhoe, dozer dan truk-truk keras memangsa pasir dan batu, mencabik-cabik bentang alam, menghiasi hari-hari panas, hiruk pikuk manusia bertahan hidup. Semuda itu (Pliosen): telah terkoyak-koyak dia: Tuffite Lampung yang seksi menantang dan berani menjulang itu telah terdeformasikan — mungkin oleh aktifnya anak cabang patahan panjang, bagian dari sesar besar sumatra, yang mengoyak ruang kemunculannya. Jejak-jejak udara dan aliran air, piroklastik yang terlempar dan yang terseret banjir, turbidit dan traksi, kedua-duanya hadir dalam harmoni. Wahai, betapa vulkaniknya Lampung ini.
Pantai Klara, namanya eksotis, singkatan dari Kelapa Rapat. Bukan hanya jajaran kelapanya saja yang rapat, tapi pasir bioklastiknya yang bagus juga merapat dengan kepala-kepala koral di daerah fore-shore yang muncul setempat-setempat saat air surut menjejakkan kaki di sana menjelang ashar. Seratus meter ke arah ujung barat di mana pagar komersial sudah tidak jadi pembatas antara pantai dan jalan raya sejajar, sebongkah batu menantang: Konglomerat Sabu. Asiiiik, banyak sekali komponen sekis mika-nya. Ada juga rijang dan basalt muncul bersamaan sebagai tambahan. Kata peta geologi P3G, umurnya Paleosen-Oligosen. Aku mempertanyakan: atas dasar apa penentuan umur yang agak-agak menarik ini (jarang sekali disebut di Indonesia Barat ada muncul fosil penunjuk Paleosen), karena isi batunya klastik kasar semua. Atau mungkin aku belum ketemu aja dengan yang halus-halusnya.
Maka mengalirlah cerita di desau angin dan sayup debur ombak malu-malu. Tentang penyejajaran imbrikasi, sumbu C (traksi) dan sumbu B (turbid). Dan: surprise!!! Rekonstruksi arah arusnya mengabarkan kemungkinan daerah asal tinggian konglomerat itu ada di sebelah selatannya, alias di Teluk Lampung!!! Kalau ada saja yang mau memetakan daerah itu secara rinci, mungkin kita bisa mendapatkan urut-urutan pengisian sedimen dari awal terbukanya cekungan kecil di Bandar Lampung ini sampai ke penghancuran semua jejak oleh vulkanisme aktif daerah tersebut, termasuk aktivitas sesar-sesar geser Sumatra-nya. Ayo: siapa mau? Tugas akhir pemetaan permukaan sekalian gravity (alatnya dari UNILA?).
Menjelang kembali ke kota, kita sempat mampir di Pantai Ketapang, merasuk-rasuk senja, memanggil-manggil matahari yang hampir pingsan, sambil mencari-cari: di mana gerangan tahta singkapan batu pasir yang bagus di pinggir pantai situ. Tonjolan bukit di pantai Ketapang, batunya pun menyeruak: Batu Pasir Tuffaan kadang mengandung pebble vulkanik; struktur silang siur dan perlapisan sejajar, dari medium sampai kasar. Kata P3G, ini masih masuk di Formasi Sabu.
Lalu, Lampung, kemana lagi sedimenku sembunyi?