Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Enam Kisi Debat Energi

Enam hal yang diuraikan di bawah ini ada kemungkinan akan diceritakan (di“citra”kan) oleh Jokowi di debat capres tentang energi nanti, yaitu hasil brief up dari para pembantunya terutama dari Menteri dan Wakil Menter ESDMnya dan juga dari Tim Pemenangannya yang khusus menangani bidang energi.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Enam hal yang diuraikan di bawah ini ada kemungkinan akan diceritakan (di“citra”kan) oleh Jokowi di debat capres tentang energi nanti, yaitu hasil brief up dari para pembantunya terutama dari Menteri dan Wakil Menter ESDMnya dan juga dari Tim Pemenangannya yang khusus menangani bidang energi.

Enam hal tersebut perlu dikritisi. Tujuannya: supaya Jokowi lebih selektif dan berhati-hati dalam menyampaikannya sehingga citra baiknya selama ini tidak tercederai atau malah jangan menyampaikannya sama sekali supaya nggak “blunder” dalam debat capres nanti.

Kalau tetap saja Jokowi menyampaikan dengan modus seperti yang selama ini dicitrakan oleh para pembantunya, harapan berikutnya: semoga kisi-kisi ini dapat dipakai oleh Prabowo-Sandi untuk mengimbangi Jokowi. Supaya nggak njomplang-njomplang bangetlah seperti di debat pertama kemarin.

Lebih jauh lagi: kalau Prabowo-Sandi bisa menyuarakan kritik berikut ini ke Jokowi-MA dalam debat energi, insyaaAllah juga rakyat Indonesia akan bisa lebih melek energi. Citra Prabowo-Sandi pun mungkin akan sedikit terangkat dalam debat itu. Mungkin, lho... Tergantung juga dari kesiapan mereka di topik-topik yang lain supaya gak ngawur-ngawur banget seperti di debat pertama kemarin.

Selain itu, dengan memunculkan kritik-kritik di bawah ini dalam suasana debat capres sekarang ini, mudah-mudahan siapapun pemimpin kita ke depan nanti: dia/mereka nggak akan gampang percaya begitu saja omongan dari orang-orang sekitarnya yang cenderung hanya menunjukkan yang baik-baik saja dan menyembunyikan yang gagal supaya bisa dikoreksi, atau bahkan mencitrakan yang sebenarnya tidak baik menjadi baik, sehingga menyesatkan semuanya.

  1. Tingkat rasio elektrifikasi nasional insyaAllah akan diklaim Jokowi meningkat dengan pesat, hampir mencapai 100%. Dan untuk menekankan kepedulian pemerintah yang sekarang pada rakyat di pelosok, mungkin akan dimunculkan statistik jumlah desa yang berhasil dilistriki selama ini.

    Kritik: Listrik di desa dan pelosok itu keberlangsungannya diprediksi hanya jangka pendek saja, karena hanya mengandalkan pada pembagian LTSHE (Lampu Tenaga Surya Hemat Energi) tanpa membangkitkan dan atau mengembangkan kemampuan masyarakat mengelola pasokan energinya sendiri. Kalau hanya sekadar membagi perangkat Lampu Tenaga Surya portable saja, jaman SBY pun sudah banyak dilakukan oleh ESDM. Hasilnya: setelah dua – tiga tahun mangkrak, tidak terpelihara, rusak, dan nggak ada/sulit nyari komponen penggantinya. Akhirnya jadi gelap gulita lagi.

    Solusi: Pada awal pemerintahan Jokowi sebenarnya sudah ada program bagus untuk masyarakat desa dan daerah-daerah pelosok dengan mengirimkan para sukarelawan patriot energi ke lokasi-lokasi itu untuk hidup bersama mereka dan membangkitkan kemampuan masyarakat menyediakan dan mengelola energinya sendiri (termasuk lampu tenaga surya kalau memang itu pilihannya). Tetapi program itu dihentikan setelah 1,5 tahun berjalan karena menterinya ganti. Sayang sekali.

  2. Jargon “Energi Berkeadilan” insyaAllah akan diungkapkan Jokowi sebagai pencapaian penting kita empat – lima tahun terakhir ini, dengan contoh-contoh seperti BBM satu harga, harga listrik yang tidak naik-naik, melistriki desa-desa yang dulunya nggak ada listrik, konversi BBM ke BBG untuk nelayan, converter kit untuk nelayan, dan sebagainya.

    Kritik: Interpretasi dan pengejawantahan slogan “Energi Berkeadilan” oleh pemerintahan Jokowi hasilnya bagus dan populer untuk rakyat dalam jangka pendek tapi dalam jangka panjang justru melemahkan/melumpuhkan usaha-usaha penguatan pasokan energi di hulu, baik migas maupun kelistrikan, serta memperburuk iklim investasi. Pertamina jadi kehilangan kekuatan dan kelincahan untuk investasi di sektor hulu (eksplorasi dan EOR) dan juga di midstream (kilang), karena sebagian besar keuntungan tersedot ke bisnis BBM hilir tersebut. Demikian juga investasi-investasi di pembangkit-pembangkit ET jadi tersendat karena keekonomian yang tidak kompetitif untuk pengusaha karena Pemerintah mau energi yang murah untuk rakyat tapi tidak mau ada subsidi ET.

    Oleh karena itu perlu interpretasi yang lebih cerdas terhadap penerapan slogan tersebut melalui dukungan kebijakan dan regulasi serta strategi yang lebih cost-effective, dan memberikan dukungan iklim usaha yang positif dalam jangka panjang.

    Solusi: Dalam hal penyediaan BBM, salah satu cara memeratakan energi adalah merealisasikan pembangunan dan operasionalisasi kilang-kilang mini di berbagai daerah pelosok Indonesia yang mempunyai atau dekat dengan area sumber daya/cadangan minyak bumi tanpa harus menargetkan bagian negara dari pengusahaan tersebut yang selama ini menghambat pelaksanaannya. Dengan demikian harga BBM di pelosok-pelosok itu akan lebih murah atau relatif sama dengan yang ada di pulau Jawa karena pasokan dari kilang-kilang mini terdekatnya.

  3. Kemungkinan besar Jokowi juga akan menampilkan fakta bahwa pendapatan negara dari migas sudah bounce back dua tahun terakhir ini melebihi target-target yang dituliskan dalam APBN. Itu semua adalah blessing in disguise karena naiknya harga minyak bumi dunia, bukan karena prestasi kita. Kita memang patut mensyukurinya. Tetapi kalau pernyataannya terlalu berlebihan, maka bisa jadi kita lupa bahwa produksi migas kita sebenarnya merosot tidak sesuai dengan target-target yang diberikan selama ini.

    Kritik: Pengutamaan prinsip sumber daya migas sebagai sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) masih terus terjadi, meskipun Indonesia sudah menjadi net importir minyak sejak 2004 (12 tahun yang lalu). Memacu PNBP dari sektor migas sesungguhnya bertentangan dengan ketentuan UU Energi dan PP No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menempatkan energi — termasuk minyak dan gas bumi — sebagai modal dasar pembangunan dan bukan sebagai penghasil revenue semata. Kita masih punya pekerjaan rumah yang besar untuk meningkatkan produksi migas kita, bukan sekedar meningkatkan pendapatan dari migas yang pada 2018 kemarin mengalami kenaikan (197 triliun rupiah) lebih dari yang ditargetkan (125 triliun rupiah). Itu semua adalah berkah dari kenaikan harga minyak bumi dunia yang ternyata melebihi dari patokan harga minyak yang kita targetkan dalam APBN, bukan prestasi pekerjaan kita, sementara produksi minyak bumi kita sendiri hanya 778 ribu barel per-hari, lebih rendah dari target 800 ribu barel per-hari.

    Solusi: Kita harus terus fokus untuk mempertahankan produksi migas kita sesuai dengan rencana (RUEN) kalau bisa malahan melebihinya. Bukan tenggelam dalam euphoria naiknya harga minyak dunia yang membuat APBN kita ikut berbahagia. Maka usaha-usaha untuk memudahkan Eksplorasi dan EOR adalah dua kata kunci program yang harus kita jalankan untuk menyelamatkan produksi migas kita.

  4. InsyaAllah Jokowi juga akan meng-highlight keberhasilan kita mengubah sistem pengusahaan migas dari PSC konvensional menjadi PSC Gross Split (GS) dengan pencapaian 14 blok eksplorasi baru dan 22 blok produksi habis kontrak/blok POD baru semuanya memakai PSC GS ini. Kemudian akan dinyatakan juga bahwa dengan adanya 36++ blok migas memakai GS contract itu maka ke depannya eksplorasi akan makin ramai dan tentunya produksi existing akan bisa dipertahankan seusai rencana. Semoga. Tapi tunggu dulu, ternyata ada catch dibalik itu semua. Perhatikan kritik di bawah ini.

    Kritik: Perubahan kontrak migas dari skema Production Sharing Contract (PSC) menjadi Gross Split menimbulkan ketidakpastian terhadap investasi migas, terutama dengan adanya klausul diskresi pemerintah c.q. Menteri ESDM terhadap perubahan persentase split, yang bisa bertambah untuk kontraktor — tapi bisa juga berkurang ¾ tergantung persepsi keekonomian dari Menteri ESDM, sewaktu-waktu.

    Oleh karena itu lah maka tidak ada satu pun dari perusahaan-perusahaan migas raksasa ex 7 Sister yang meminati kontrak blok-blok migas eksplorasi yang ditawarkan dalam dua tahun terakhir ini. Hanya perusahaan-perusahaan kelas menengah atau kecil dengan portofolio eksplorasi jangka pendek yang bermain di bursa saham yang mencoba untuk berkontrak PSC Gross Split dengan Pemerintah di 14 blok eksplorasi yang diklaim sebagai tonggak kesuksesan sistem kontrak baru tersebut.

    Seperti kita ketahui, portofolio bisa dipercantik, digadang-gadang, digoreng, kemudian “diperjual-belikan” hanya untuk kepentingan gain dari permainan saham. Kita masih harus menunggu realisasi dari komitmen-komitmen eksplorasi yang dijanjikan para pemegang kontrak PSC Gross Split itu, sementara pekerjaan rumah kita untuk mempermudah proses investasi dan pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi migas Indonesia masih harus kita kerjakan. Hal itu terutama terkait dengan masih buruknya persepsi para pengusaha migas atas kemudahan berinvestasi hulu migas di Indonesia, yang salah satunya ditunjukkan oleh survei Fraser Institute yang dua tahun berturut-turut memosisikan Indonesia di 10 urutan terbawah dari daftar negara yang dipersepsikan “sulit” itu.

  5. Kemungkinan juga Jokowi akan beberapa kali mengulang jargon bahwa “kunci keberhasilan mempertahankan produksi migas kita ke depan adalah dengan eksplorasi dan EOR”. Dua kata kunci keramat yang selalu didengungkan oleh semua aparat birokrasi pemerintahan kita seolah semuanya sama-sama lulusan kursus Geologi Perminyakan GL401. Tetapi apakah yang sudah kita lakukan dalam empat tahun terakhir ini untuk EOR? Mari kita simak kritik di bawah ini:

    Kritik: Peningkatan produksi minyak bumi dengan Enhanced Oil Recovery (EOR) tidak berjalan walaupun PTK SKKMigas untuk Pengadaan telah direvisi untuk mempermudah EOR dan rencana program nasional EOR telah dibahas dan dimasukkan ke dalam Perpres No. 22/2017 tentang RUEN.

    Tidak berjalannya EOR ini disinyalir karena minimnya insentif bagi K3S pada rezim fiskal yang berlaku untuk menerapkan teknologi ini baik di PSC Gross Split apalagi di skema PSC konvensional.

    Untuk PSC Gross Split harapan tetap digantungkan kepada diskresi Menteri ESDM, yang kemungkinan di jangka panjang bisa saja berubah, alias tidak pasti.

    Selain itu dari 32 lapangan minyak kandidat EOR yang dimasukkan dalam rencana program nasional di Perpres 22/2017, 23 lapangan di antaranya (72%) sedang dan akan dioperasikan oleh Pertamina, termasuk Lapangan Minas yang di Blok Rokan.

    Solusi: Karena EOR ini membutuhkan investasi yang cukup besar dengan tenggang waktu yang cukup lama maka apabila kemampuan finansial dan prioritas investasi Pertamina sendiri tidak didorong kuat — oleh Kemen BUMN dan atau ESDM — untuk siap melaksanakannya, maka rencana umum program nasional EOR itu hanya akan jadi rencana. Jadi harus ada dorongan kuat, dari Presiden langsung kalau bisa untuk supaya program EOR kita ini jadi terlaksana.

  6. Mudah-mudahan Jokowi nggak menyinggung soal pembangunan kilang baru, karena memang tidak ada progres berarti selama lima tahun ini, walaupun sudah direncanakan dan digadang-gadang beberapa kali. Kalaupun toh menyinggung mungkin hanya akan disinggung penandatanganan kontrak EPC untuk penambahan kapasitas kilang di Balikpapan Desember tahun 2018 lalu.

    Kritik: Pembangunan kilang baru jaman Jokowi memang nihil, dan peningkatan kapasitas kilang lama serta pembangunan jaringan gas belum menunjukkan kemajuan berarti selama empat tahun terakhir. Implementasi Refinery Development Master Plan (RDMP) berupa pengembangan kapasitas kilang Cilacap, Plaju, Balongan, Dumai, dan Balikpapan dengan nilai investasi 246 triliun rupiah berjalan sangat lambat. Keseluruhan program RDMP sepertinya tidak akan selesai pada 2022. Stagnasi pembangunan kilang baru dan keterlambatan RDMP mengancam keamanan pasokan energi.

    Solusi: Untuk itu tindakan drastis harus dilakukan yaitu menetapkan kilang sebagai infrastruktur ekonomi dan dibangun tanpa menghitung IRR, seperti pemerintah membangun pelabuhan, membeli alutsista, membangun jalan non-tol, jembatan dan sejenisnya. Setelah terbangun, serahkan kepada Pertamina sebagai penyertaan modal negara. Dengan demikian maka ketergantungan kita selama bertahun-tahun kepada kilang-kilang minyak luar negeri (salah satunya ke Singapura yang punya kapasitasnya sampai 1,5 juta barel per hari) dapat diatasi.

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Catatan Akhir Tahun: Tsunami, Gempa, dan Likuefaksi (Pelajaran tak Henti-Henti untuk Bangsa yang Nggak Ngerti-Ngerti.)

Apakah selama ini rezim-rezim pemerintahan kita sudah "melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia" dari bencana gempa bumi, tsunami, likuefaksi, letusan gunung api, banjir dan longsor dan kebakaran, seperti diamanatkan di pembukaan UUD45 di atas?

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Apakah selama ini rezim-rezim pemerintahan kita sudah "melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia" dari bencana gempa bumi, tsunami, likuefaksi, letusan gunung api, banjir dan longsor dan kebakaran, seperti diamanatkan di pembukaan UUD45 di atas?

Belum!

Kita hanya sibuk tergopoh-gopoh menyelamatkan yang selamat, mengevakuasi yang mati, mengobati yang luka dan merehabilitasi infrastruktur yang hancur rusak karena bencana. Rezim-rezim pemerintahan kita selama ini gak begitu serius, gak begitu peduli, cenderung abai dengan mitigasi dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman/potensi bencana.

Buktinya, peringatan Prof. Katili tahun 1970 supaya Palu tidak dijadikan ibu kota/pusat pertumbuhan karena potensi bahaya gempa patahan Palu-Koro-nya pun tidak ditindaklanjuti. Sampai akhirnya kejadian Gempa-Tsunami Palu 2018 kemarin itu memakan korban seribu lebih nyawa melayang dan miliar-triliunan rupiah infrastruktur rusak hingga hancur berantakan. Jelas terlihat bahwa kita tidak melindungi segenap kehidupan rakyat Palu dan sekitarnya karena kita mengabaikan rekomendasi/usulan dari Prof. Katili itu.

Ada lagi! Peta Potensi Bahaya Likuefaksi di Palu yang dibikin 2012 oleh lembaga pemerintahan sendiri pun (Badan Geologi) tidak dipakai sebagai acuan untuk mengatur tata ruang di situ. Tidak ada program mitigasi lanjutannya. Tidak ada penegakan aturan pembuatan bangunan yang disesuaikan dengan kondisi tektonik aktif daerah tersebut. Tidak dibikin pelatihan-pelatihan massal ke masyarakat untuk menyelamatkan diri kalau ada bencana. Akibatnya, ketika sudah terjadi kejadian gempa tsunami, ribuan nyawa melayang, miliar-triliunan harta benda, rumah, dan infrastruktur hilang dan hancur berantakan. Nah, apalagi istilah yang dapat diberikan untuk respons pemerintah (pusat maupun daerah) atas peta zonasi bahaya likuefaksi yang resmi dibikin pemerintah sendiri tapi nggak pernah diimplementasi sampai terjadi bencana dan banyak korban begini kalau bukan abai, nggak peduli, dan salah langkah antisipasi? Sekali lagi jelas terlihat bahwa, pemerintah kita belum melindungi segenap kehidupan bangsa (rakyat Palu dan sekitarnya) dengan tidak menindaklanjuti peta likuefaksi tersebut.

Dan yang akhir tahun ini sedang berlangsung adalah ancaman terjangan tsunami di Selat Sunda yang menjadi kenyataan 22 Desember 2018 lalu. Itu pun dengan kemungkinan masih ada lagi “susulan”nya di hari-hari mendatang, tergantung dari ketepatan prediksi tentang ada/tiadanya material-material vulkanik Anak Krakatau yang masih bisa longsor ke laut dalam jumlah besar — meskipun katanya hari ini, 31 Desember 2018, sudah mulai reda batuk-batuknya. Korban nyawa sudah mencapai 400 – 500an dan masih mungkin bertambah karena ada yang hilang. Selain itu rusaknya bangunan rumah, hotel, dan infrastruktur umum lainnya karena terjangan tsunami bisa mencapai ratusan miliar dan mungkin triliunan untuk merehabilitasinya. Padahal, berbagai analisis ilmuwan sebelumnya sudah dipublikasikan tentang kemungkinan tsunami akibat gempa Megathrust selat Sunda (Widjokongko, 2018; Natawidjaya, 2014) ataupun akibat longsornya tubuh gunung api Anak Krakatau (Giachetti, dkk, 2012 - termasuk peneliti BPPT Dr. Budianto - Didit - Ontowiryo sebagai co-author-nya). Tapi, nggak pernah analisis-analisis dan rekomendasi-rekomendasi ilmiah sampai menjadi kebijakan yang diimplementasi jadi program-program mitigasi — sampai akhirnya kejadian bencananya datang, dan semuanya menyesali! Apakah pemerintah kita sudah melindungi segenap bangsa rakyat Banten dan Lampung dan para pelancong dari berbagai daerah di pantai-pantai Selat Sunda dari bahaya tsunami? Dari uraian di atas jawabnya jelas: Belum!!

Gak Ngerti-Ngerti Juga

Padahal seolah-olah tak henti-hentinya Allah memberikan pelajaran/peringatan ke kita supaya BENAR-BENAR MELAKUKAN MITIGASI YG BENAR, SERIUS, TERUKUR DAN ANTISIPATIF. Bukan hanya tergopoh-gopoh melakukan respons waktu terjadinya bencana, tapi bersiap dengan segala kegiatan mitigasi yang BIAYANYA JAUH LEBIH KECIL DARIPADA KERUGIAN AKIBAT BENCANA YANG SAMA SEKALI TIDAK DIANTISIPASI. Tetapi, meskipun tak henti-hentinya pelajaran diberikan kepada kita, sampai sekarang GAK NGERTI-NGERTI JUGA KITA.

Buktinya: himbauan-himbauan untuk ambil pelajaran dari bencana-bencana itu untuk segera bikin usaha mitigasi di lokasi-lokasi lain dengan prediksi rawan terhadap gempa, tsunami, dan likuefaksi pun sudah dituliskan (malah sudah diteriakkan), tapi tak kunjung dilakukan oleh pemerintah. SEMUA SIBUK MENJELASKAN APA YG TERJADI DAN PENYEBABNYA. Bahkan duit budget anggaran direlakan untuk memastikan survei-survei AFTER THE FACT yang tidak mungkin bisa menghidupkan yang mati atau menegakkan kembali bangunan-bangunan yang rusak atau ditelan bumi. Masih mending setelah itu kita rame-rame FOKUS PADA PROYEK-PROYEK REHABILITASI (itu pun masih juga ada yang dikorupsi). Tapi, kita sama sekali lupa bahwa hal serupa bisa juga terjadi di daerah-daerah lain yang sebenarnya sudah distudi oleh ilmuwan2 kita dengan berbagai tulisan paper dan buku mereka dimana-mana di forum-forum ilmiah.

Sudah Terjadi Puluhan – Belasan Tahun yang Lalu.

Bukan hanya akhir-akhir ini saja ke”nggak ngerti”an bangsa ini terjadi. Beberapa belas tahun yang lalu, peringatan dari ilmuwan peneliti tentang Megathrust Simelueu sebelum gempa tsunami Aceh 2004 pun tidak pernah sampai di pengambil kebijakan untuk ditindak-lanjuti. Padahal sebelumnya Danny Hilman Natawidjaya telah meneliti siklus periodisitas gempa-tsunami Simeuleu itu dan menjadikannya tulisan Disertasi dan juga mempresentasikannya di forum-forum ilmiah (Natawidjaya, 2004).

Masih belasan tahun yang lalu juga, peringatan dari IAGI bahwa swarming effect gempa tsunami Aceh akan merambat ke selatannya nggak diantisipasi dengan bijak oleh pemerintah hingga muncul gempa Nias, Mentawai, dan lainnya di 2005 dan tahun-tahun berikutnya.

Secara normatif sering kali himbauan pemerintah adalah, “tetap tenang dan waspada, jangan terpengaruh isu-isu yang tidak bertanggungjawab,” dan sebagainya. Tapi, tidak ada usaha-usaha fisik untuk mengurangi risiko bencana itu secara proporsional.

BKMG, BNPB, Badan Geologi

Bagaimana dengan lembaga-lembaga yang sudah dibentuk pemerintah untuk urusan bencana-bencana kebumian itu? Apakah mereka pernah belajar dari bencana-bencana itu dan makin mengerti untuk melakukan Mitigasi?

BMKG nampaknya tidak melakukan mitigasi. BMKG hanya memberitakan, kalau telah terjadi gempa, di mana dengan besaran berapa dan mengeluarkan peringatan akan ada tsunami atau tidak. Setelah gempa terjadi terus rame-rame menjelaskan itu semua karena apa (penunjaman lempeng, sesar mendatar, atau yang populer akhir-akhir ini: karena longsoran), kemudian diakhiri dengan, “tetap tenang dan waspada”.

BNPB juga usaha mitigasinya nggak pernah terekspos dan jadi bagian penting program kelembagaan karena fokusnya di Penanggulangan (walaupun ada juga bagian mitigasinya). Paling banter, setelah kejadian, BNPB akan berperan juga di rehabilitasi — meskipun kita sama-sama tahu leading sectornya di rehabilitasi itu kementerian PUPR dengan dana pembangunan sarana fisiknya.

Badan Geologi yang tupoksinya banyak terkait dengan usaha mitigasi seperti menerbitkan peta zona bahaya gunung api — yang memang sudah cukup bagus ¾ dan juga Peta Likuefaksi seperti yang di Palu itu, nampaknya juga kurang punya gigi untuk terus mendesakkan peta-peta hasil mitigasinya ke lembaga-lembaga terkait lainnya untuk ditindak-lanjuti.

Where Next?

Kalau (rezim pemerintahan) kita mengerti, maka seharusnya peringatan-peringatan bencana kebumian yang berturut-turut terjadi itu juga menyiapkan kita semua untuk melakukan mitigasi di daerah-daerah yang sudah berkali-kali diidentifikasi oleh para peneliti mempunyai potensi serupa untuk terjadi.

Kapan waktunya? Ada yang periodisitasnya sudah bisa diprediksi dengan standar deviasi 25 – 50 tahun, ada juga yang belum bisa diprediksi tapi besaran bencana (kekuatannya) sudah bisa dikira-kira akan terjadi. Kapan akan terjadi? Bisa besok pagi, bisa tiga – empat bulan lagi (pas Pemilu ?), bisa dua tahun lagi, bisa sepuluh tahun lagi. Yang jelas, mereka PASTI akan bergerak lagi.

Makanya jadi lebih penting untuk menyiapkan diri.

Bagaimana persiapan dirinya? Yang belum sepenuhnya diteliti, ayo lebih diteliti, luangkanlah uang biaya budget untuk meneliti yang hasilnya sering kali berupa tulisan di atas kertas, peta-peta, zonasi, grafik-grafik, dan sejenisnya yang bukan berupa jalan tol, jembatan, ataupun bendungan seperti yang selalu dibangga-banggakan selama ini. Meskipun begitu, hasil kertas berupa peta-peta itu bisa nantinya menyelamatkan jalan tol, jembatan, dan infrastruktur-infrastruktur mahal itu kalau benar-benar diikuti rekomendasinya.

Selain itu, kalau alat-alat peringatan dini dan alat-alat untuk meneliti belum lengkap ayo kita lengkapi. Pasang GPS di pulau-pulau kecil di depan zona subduksi untuk memonitor lengkungan vertikal yang terjadi karena menahan gerakan lempeng yang nantinya akan “pecah” energinya jadi gempa dan tsunami. Juga buoy-buoy yang harganya satu miliaran itu untuk peringatan dini tsunami. Ayo diperbaiki, diperbarui, ditambahi, terutama di daerah-daerah potensi yang akan diuraikan di bawah ini.

Dibutuhkan juga evaluasi zona-zona pemukiman dan infrastruktur umum di daerah lintasan gempa dan Zona rendaman tsunami! Kalau masih ada yang bangun di area sempadan pantai: bongkar saja dengan segala konsekuensinya.

Cek kelayakan konstruksi bangunan-bangunan di daerah-daerah potensi gempa dan tsunami. Kalau masih nggak cocok dengan kode bangunan konstruksinya maka harus diperingati, diperkuat, atau direkayasa (fisik, teknik, finansial) supaya nantinya kuat tahan goyangan gempa (dan tsunami). Kalau belum ada peta detail zonasi gempa/kode bangunan konstruksinya ya dibikinlah peta zonasi detailnya. Pakai biaya pemerintah!

Mulai lakukan latihan-latihan berkala untuk menghadapi bencana-bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi itu. Anggaran latihan-latihannya alokasikan khusus dan jangan diganggu gugat untuk dipakai lainnya. Supaya nantinya nggak banyak korban kalau bencana terjadi.

Di bawah ini daftar potensi bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di daerah-daerah yang sudah pernah distudi oleh para ilmuwan Indonesia maupun luar negeri yang disusun berdasarkan prioritas kemungkinan masifnya bencana dan kerugian yang terjadi.

Di 15 zona daerah inilah perlu difokuskan mitigasi. Sebelum telat nantinya berturut-berturut bencana itu terjadi. ITUPUN KALAU (PEMERINTAH) KITA NGERTI.

  1. Gempa - Tsunami Megathrust Mentawai (Barat Padang-Bengkulu)

  2. Gempa-Tsunami Megathrust Selat Sunda (Banten, Lampung, Bengkulu, SumBar, Jabar, DKI, Jateng, DIY, Jatim)

  3. Gempa-Tsunami Pelabuhan Ratu - Cimandiri (Sesar Mendatar Cimandiri)

  4. Gempa Sesar Mendatar Lembang

  5. Gempa Sesar Naik Surabaya - Bojonegoro

  6. Gempa dan Tsunami Sesar Naik Selat Madura

  7. Gempa dan Tsunami Palu- Koro segmen selatan ke Teluk Bone

  8. Gempa dan Tsunami Sesar Naik Offshore Sulawesi Barat (Mamuju dan sekitarnya)

  9. Gempa dan Tsunami sepanjang pantai Sulawesi Utara dari Zona penunjaman Sulawesi Utara

  10. Gempa dan Tsunami Tarakan dari Zona penunjaman Sulawesi Utara

  11. Gempa sepanjang 12 segmen Sesar Sumatra (yang di Bengkulu hari ini aktif 5.7 SR)

  12. Gempa Sesar Baribis (Jawa Barat Utara - DKI)

  13. Gempa dan Tsunami Megathrust selatan Jember - Banyuwangi

  14. Gempa dan Tsunami Megathrust Selatan Bali/Lombok/Sumbawa

  15. Gempa dan Tsunami dan Liquifaksi Sesar Sorong dan Zona Penunjaman utara Papua.

Catatan Akhir Tahun-Tsunami.jpg
Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Sumpah Geologi Indonesia

Kami geologist Indonesia,

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Kami geologist Indonesia,

Bersandi satu: Sandi Stratigrafi Indonesia

Berdatum satu: Datum Peta Rupa Bumi Indonesia

Bertekad satu: Memetakan seluruh bumi Indonesia, di permukaan dan bawah permukaannya, hingga kami mengerti apa yang kami punya, supaya tidak selalu dibodohi oleh bangsa2 lain di dunia.

Kami geologist Indonesia:
Tak akan pernah berhenti menyuarakan pentingnya menata ruang kehidupan, dengan selalu mempertimbangkan potensi ancaman bencana dari proses-proses dinamika bumi Indonesia: gempa, tsunami, likuefaksi, letusan gunung api, longsoran tanah dan banjir bandang dimana-mana; sampai para pemegang amanat kuasa negara tidak sekedar membangun triliunan rupiah jalan, jembatan, bangunan, sarana dan prasarana hanya untuk lenyap semua dalam seketika disapu oleh bencana bersama dengan ribuan korban jiwa karena sama sekali tidak mempertimbangkan faktor geologi kebencanaan dalam perencanaan maupun eksekusi pembangunannya.

Kami geologist Indonesia:
Memperingati Sumpah Pemuda, bukan hanya dengan pamer keberhasilan demi pencitraan belaka, tapi terus membuka diri terhadap kritik dan evaluasi kegagalan dari masa-masa sebelumnya, untuk dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia, bukan hanya untuk kepentingan mendapatkan simpati supaya diamanahi kekuasaan oleh mereka yang terlena berita-berita indah, meskipun pada kenyataannya: masih jauh panggang dari apinya.

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Apakah Kejadian Gempa Lombok Bisa Merembet ke Bali terus ke Jawa Timur?

Bisa.

Jalur sesar naik Kendeng di Jawa Timur (yang membatasi zona Kendeng dengan zona Randublatung) GENESA nya atau mula kejadiannya hampir sama dengan Flores Back Arc Thrust system yang jadi tempat berlangsungnya Gempa Lombok.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Bisa.

Jalur sesar naik Kendeng di Jawa Timur (yang membatasi zona Kendeng dengan zona Randublatung) GENESA nya atau mula kejadiannya hampir sama dengan Flores Back Arc Thrust system yang jadi tempat berlangsungnya Gempa Lombok.

Mula jadi penyebabnya adalah tekanan penunjaman terus menerus dari arah selatan oleh lempeng Samudra Hindia ke bawah busur kepulauan (pulau Jawa – Nusa Tenggara) yang sempet “ditahan” oleh kehadiran jajaran gunung api di jalur magmatik tapi kemudian “lepas energi”nya karena sudah melewati “daya-tahan” jalur gunung api itu untuk menahan tekanan dari selatan itu. Hanya saja Flores Back Arc Thrust muncul di Laut Utara Flores-Sumbawa-Lombok-Bali. Kalau di Jawa Timur ekspresi permukaannya ada di sepanjang Selat Madura dan berlanjut ke darat di sepanjang Lembah Brantas-Bengawan Solo. Akar sebelah selatan dari thrust fold belt system ada di lereng-lereng utara jalur gunung api: Rinjani-Agung-Ijen-Semeru-Bromo-Arjuno Welirang-Lawu.

Di akar-akar selatan dari thrust fold belt system itulah kemarin pergerakan-pergerakan blok sesar naik terjadi dalam beberapa segmen.

Kejadian serupa bisa saja memicu pelepasan energi yang sama di lereng-lereng utara jalur gunung api Jawa Timur.

Pengamatan, kesiapsiagaan, dan mitigasi yang bisa dilakukan untuk Jawa Timur adalah dengan plotting time series keaktifan (seismisitas) gunung api aktif sepanjang jalur Ijen-Semeru-Lawu di Jawa Timur itu dan/atau dengan memasang beberapa GPS Station di titik-titik tertentu di bagian selatan zona Kendeng di utara jalur gunung api untuk melihat pola kenaikan elevasinya karena menahan tekanan dari arah selatan itu.

Kapan akan terjadi? Belum ada yang tahu bagaimana memprediksi kapan terjadinya, karena memang sampai sekarang tidak ada yang mempelajari secara khusus pergerakan patahan-patahan Kendeng di Jawa Timur itu. Lagipula, kalaupun sudah dipelajari, teuteup saja prediksi “kapan terjadinya” masih dengan pendekatan statistik probabilitas yang biasanya dinyatakan dalam skala waktu geologi: yang kisaran ketelitiannya bisa kurang/lebih 25 tahunan (kisaran ketelitian Carbon dating dikurangi kisaran ketelitian hasil regresi linear statistik kejadian gempa Kendeng sendiri).

Apakah pergerakan Flores Back Arc Thrust bisa memicu (atau “menyetrum” alias “nggarai”) pergerakan Thrust Fold Belt System Kendeng di Jawa Timur? Bisa saja. Tapi ya itu tadi, kita nggak tahu kapan hal itu bisa terjadi karena kita semua belum mempelajari aktivitas Zona Kendeng itu: geometri segmen-segmennya seperti apa, keaktifannya bagaimana, dan lain sebagainya. Jadi, apakah dia bisa “kesetrum” Gempa Lombok dalam waktu dekat ini? Kita juga belum tahu. Tapi, paling tidak, secara teori dan pemahaman Tektonik Modern kita tahu itu semua mungkin saja terjadi. Yang lebih penting: ayo ramai-ramai mulai lebih peduli! Pelajarilah itu geologi kebencanaan daerah kita sendiri. Sesar-sesar yang ada di sekitar kita musti kita teliti. Jangan kalau sudah kejadian begini baru kita ramai-ramai turun ke lapangan dan bikin justifikasi. Ayo, mitigasi! Mitigasi! Mana itu arek-arek Jawa Timur!! Ayo dimainkan rek.

Siap-siap

Siap-siap.

Tak lengkapi dengan puisi yang aku tulis tiga tahun yang lalu, ya...

Gempa Bumi dan Tsunami di Indonesia ini seperti “kematian”

Untuk apa juga memprediksi kapan kita mati.

Jauh lebih manfaat mempersiapkan diri, kapanpun mati itu jadi.
Karena mati itu pasti.

Untuk apa juga memprediksi kapan gempa dan tsunami lagi di sini.
Jauh lebih manfaat mempersiapkan diri, kapanpun peristiwa itu terjadi
Karena gempa dan tsunami di sini itu pasti.

Perkuatlah imanmu - perkuat bangunan tempat tinggalmu.

buatlah jalan ke surgamu, bangunlah jalur evakuasimu.

beramal solehlah untuk sekitarmu, perkuat sistim tanggap bencanamu.

rajin-rajinlah memakmurkan tempat ibadahmu, rajin2lah riset geologi kebencanaanmu.

Gempa bumi dan tsunami di sini seperti mati
Tak banyak manfaat waktunya diprediksi

Kalau besarannya,
lokasinya,
efek sampingnya,
hubungannya dengan sumber daya,
penyebaran gelombangnya,
run-up-nya,
inundasinya,
daerah paling amannya dan sejenisnya ¾itu semua perlu penting dan kifayah untuk diuraikan.
Karena langsung bisa kita manfaatkan untuk “menghadapinya”
Karena tidak sia-sia Allah menciptakan semuanya ....

Kalaupun toh sampai ilmumu memprediksi waktunya, manfaatkanlah baik-baik untuk yang lainnya.

Gempa bumi dan tsunami di sini seperti mati
Tak banyak manfaat waktunya diprediksi
Bersiap diri jauh lebih berguna
Daripada sibuk menduga
- kapan tiba waktunya

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Yang Membedakan (Geologi Minyak Bumi dengan Kebatinan Masa Kini)

Yang membedakan minyak dengan gas adalah kondisi fisiknya di permukaan bumi.
Yang membedakan riya’ dengan ikhlas adalah niatan awalnya di dalam hati.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Yang membedakan minyak dengan gas adalah kondisi fisiknya di permukaan bumi.
Yang membedakan riya’ dengan ikhlas adalah niatan awalnya di dalam hati.

Yang membedakan pasir dengan lempung adalah besar butirnya ketika lepas.
Yang membedakan bohir dengan kacung adalah keberanian akhirnya bertindak bebas.

Yang membedakan dry hole dengan discovery adalah penampakan minyak dan uji formasi.
Yang membedakan kuli panggul dengan manajer kompeni adalah keberuntungan sepihak dan ketahanan emosi.

Yang membedakan degasser rusak dengan zona gas puncak adalah por-perm cuttingnya rendah atau tinggi.
Yang membedakan orang bijak dengan tukang menginjak adalah pilihan kata-katanya ketika emosi.

Yang membedakan tekanan abnormal regional dengan kolom hidrokarbon tinggi adalah background gas yang terus anomali atau turun kembali.

Yang membuat kita semua dapat manfaat dari diskusi adalah mendengar lebih daripada bicara emosi berapi-api.

Dalam geologi reservoir minyak bumi: kolom hidrokarbonlah yang kita cari, maka turunkanlah background gas setelah drilling break terlewati.

Read More