(Energi Sebagai Mesin Penggerak Pembangunan Langsung)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Energi harus menjadi mesin penggerak pembangunan langsung; tidak boleh hanya dijadikan sebagai komoditas pendapatan negara semata.
Jargon ini sering disuarakan oleh eksekutor maupun legislator negara kita karena memang merupakan amanat dari UU Energi 30/2007 dan Kebijakan Energi Nasional PP 79/2014 —satu-satunya PP yang dalam penetapannya harus melalui persetujuan paripurna DPR terlebih dulu.
Tetapi pada kenyataannya: pada setiap pembahasan APBN yang diributkan selalu asumsi harga minyak, nilai tukar dolar, dan berapa rencana produksi migas tahunan kita untuk pendapatan negara!!!! Undang-undangnya ke manaaaa .... praktiknya ke mana!???
Oleh karena itu dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) yang strategi dan program-programnya mengikat Kementrian Lembaga terkait energi: sedang dimasukkan klausul bahwa dari sekarang sampai 2025 harus terlihat rencana penurunan secara sengaja dan bertahap pendapatan negara langsung dari migas yang dibarengi dengan kenaikan yang proporsional pendapatan negara dari industri menengah dan hilir yang menggunakan energi.
Di 2025 nanti semestinya sudah tidak akan ada lagi asumsi harga minyak, nilai tukar dolar dan rencana produksi migas masuk dalam pembahasan APBN!!!
Mari kita kawal sama-sama: Energi sebagai modal dasar - mesin penggerak pembangunan supaya jangan hanya jadi jargon pidato para pejabat dan politisi belaka!!!
(ADB pada Dies Natalis ke 50 tahun Universitas Trisakti, Auditorium Gd D, Grogol, Jakarta, 14 November 2015)
Penurunan pendapatan negara "alami" karena penurunan produksi dan harga minyak memang sudah terjadi, tapi tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan negara dari industri pemakan energi seperti baja, petrokimia, pupuk, pulp, kertas, tekstil, semen, keramik dan industri pengolahan sawit, misalnya.
Implikasi dari aturan dalam UU dan PP itu cukup luas: artinya harus ada pemihakan terhadap penggunaan energi untuk "produksi" dibanding dengan untuk "konsumsi" ... (PerMen ESDM tentang alokasi gas, misalnya) .... juga Dalam kaitannya dengan prioritas subsidi: selain untuk EBT subsidi juga harus untuk ke industri produktif penggerak ekonomi utama, dan sebagainya.
Dan tentu saja: penuhi dulu kebutuhan (energi/migas) dalam negeri sebelum ekspor ke mana-mana untuk mengejar devisa/revenue.
Tentu saja perbaikan kondisi/iklim eksplorasi untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas Indonesia harus jadi prioritas : mau ada atau tidak aturan/filosofi "mesin penggerak pembangunan" itu. Peningkatan cadangan dan produksi migas akan menguatkan kontras gap antara "pendapatan negara langsung" dengan "mesin penggerak pembangunan" apabila aturan/paradigma utama energi tersebut tidak dilaksanakan.