Kilas-ESDM (22/11) dan Komentar-Komentar Bebas Penyeimbang
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Pemerintah siapkan rencana induk pengembangan infrastruktur migas di seluruh wilayah Indonesia.
(Mana mungkin bisa bener merencanakan kalau potensi migasnya saja tidak jelas ketahuan?)
Ditjen Pajak bakal revisi aturan PBB eksplorasi migas.
(Jangan menyerah begitu saja. Di sektor pertambangan: PBB tersebut cukup rasional koq. Turunkan saja besarannya, jangan hapus sama sekali. Tapi jangan juga gila-gilaan menerapkan tarif sembarangan. Kayak preman bego yang gak ngerti beda bemo dan mobil sedan.)
Pengapalan Donggi 2015
(15 tahun sejak discovery? Ckckckckckck!!! Luar biasa ruwetnya E&P migas Indonesia. Selamat untuk ESDM dan semua jajaran yang berhasil mengulur-ulur proses sehingga economic migas kita jadi kedodoran.)
Total E&P kesulitan temukan tambahan cadangan migas di Blok Mahakam.
(Gapapa gak ketemu sekarang, nanti saja 2017 pas dipegang Pertamina mudah-mudahan ketemu cadangan tambahan berlipat jumlahnya.)
Pertamina bangun pipa BBM untuk lengkapi Bandara Sepinggan.
(Sementara antrian beli solar dan premium mengular panjang di sepanjang jalan Samarinda-Balikpapan: provinsi penghasil migas yang tak pernah dapat cukup migasnya untuk kebutuhan lokal. Kalau di Jakarta antrian seperti ini setiap hari, pasti sudah banyak demo di jalanan — padahal Jakarta bukan penghasil migas utama andalan.)
Investasi migas laut dalam harus dapat insentif.
(Seharusnya juga dipertimbangkan untuk beri insentif berupa hasil-hasil studi regional, spec-spec survei melengkapi pengetahuan mengurangi risiko eksplorasi, dan kalau perlu pemboran-pemboran stratigrafi!! Jangan cuma invesment credit, bagi hasil yang lebih besar, atau term-term ekonomi lainnya saja. Kreativitas non-economics kita koq kayaknya sudah decline — mungkin karena pejabat-pejabat kita juga makin tidak mengerti apa yang kita punya dan bagaimana memanfaatkannya untuk bargaining dengan para pemegang konsesi di lapangan?)
Untuk akuisisi PGN, Pertamina harus siapkan 70 triliun rupiah saham PGN terhempas isu akuisisi.
(Nah, ini dia. Eksperimen Menteri BUMN yang bekas tukang koran. Perusahaan negara vs. perusahaan negara yang sering kali kelakuannya seperti perusahaan-perusahaan yang tidak saling mengenal, kemudian bersaing saling menjatuhkan untuk sebesar-besar kemakmuran kantong sendiri. Padahal sebenarnya seharusnya mereka ada dan berusaha untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan sekedar perusahaan. Dari kantong kiri ke kantong kanan! Mau akuisisi kek, mau merger kek, mau sekedar bergandengan: harusnya lancar dan aman-aman — itu khan urusan strategi internal efisiensi Kemen BUMN. Dan mereka semua adalah sekedar kaki tangan. Sudahlah, jangan pula diperpanjang! Selesaikan!
Menentang program EOR, Direktur Pertamina EP diganti.
(Semua bisa bilang: demi bangsa dan negara, demi sebesar-besar kemakmuran rakyatnya. Tapi sebenarnya yang terjadi: tidak ada satu kesepahaman yang sama tentang bagaimana menjalankan Pertamina itu supaya demi bangsa dan negara dan demi sebesar-besar kemakmuran rakyat kita itu terlaksana. Yang terlihat malahan: kepentingan-kepentingan golongan, kelompok, partai, faksi, bisnis sempalan saling tumpang tindih menguatkan-menjatuhkan. Dan di atas itu semua: mafia minyak tertawa sampai terjengkang-jengkang. Selama pemerintah (baca: Cikeas!) membiarkan saja Pertamina jadi sapi perahan berbagai kelompok kepentingan, maka selama itu pula kita tidak akan pernah bisa melihat kemajuan. Dirut Pertamina Persero saja bisa diatur-atur Menteri, apalagi cuma Dirut Pertamina EP. OK, Lam, kalau memang tidak mau tandatangan karena melawan semua akal sehat dan aturan formal, lengsermu dari Pertamina EP adalah lengser elegan! Lanjutkan!!!)