Soal Energi (Drink) Indonesia: Glagepan Meneguk Botol Minuman Asing
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Ada tiga contoh terbaru yang saya amati tentang bagaimana rawannya kehausan Indonesia akan Kebijakan dan Implementasi Energi yang memadai untuk bisa langsung dipakai membangun negara ini, sementara kita sendiri tidak sempat mencari “sumber air inspirasi” di sekitar kita, tapi terus menerus digelontor air dari botol minuman asing yang tersedia (disediakan dengan sengaja) di (bawa ke) sini.
Yang pertama nyata-nyata adalah tentang Cadangan Penyangga Energi. Ada tiga jenis cadangan energi menurut UU 30/2007 tentang Energi dan juga PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Yang pertama adalah Cadangan Operasional, yaitu cadangan energi yang harus disediakan oleh Industri dalam rangka kelangsungan operasi industrinya sehari-hari. Saat ini cadangan BBM Pertamina yang 19 hari itu dianggap sebagai cadangan operasional.
Yang kedua adalah Cadangan Penyangga Energi yang harusnya dikuasai oleh negara dan hanya digunakan sewaktu-waktu apabila terjadi krisis dan darurat energi. Saat ini Indonesia tidak punya Cadangan Penyangga Energi.
Yang ketiga adalah Cadangan Strategis Energi, yaitu cadangan energi yang masih belum dikeluarkan dari dalam bumi atau belum diproduksi bahan mentahnya yang nantinya dapat dipergunakan oleh negara pada kurun waktu tertentu dengan tenggang waktu untuk ekstraksi, pengolahan dan produksinya. Di Amerika mereka punya Cadangan Strategis itu salah satunya di Alaska. Di Indonesia: lha, wong Cadangan Penyangga saja tidak punya koq Cadangan Strategis ditanyakan. Ya jelas belum ada. Nah, Urusan perencanaan Cadangan Penyangga Energi (CPE) itu dalam UU dan PP diamanatkan kepada Dewan Energi Nasional. Sampai saat ini belum ada konsep CPE resmi yang diadopsi oleh DEN. Anggota DEN terdahulu (2009 – 2014) terlalu sibuk dengan membuat KEN sehingga komponen-komponen uraian dari KEN itu (termasuk CPE) tidak bisa secara paralel disiapkan konsepnya.
Konsep Cadangan Penyangga Energi yang sering kali dipamerkan ke khalayak akhir-akhir ini ternyata dibikinkan konsultan Inggris yang dibayari Pemerintah Inggris. Hal paling krusial pada rancangan itu: Cadangan Energi kita dimodali dan dikelola oleh swasta. Anggota DEN yang baru (2014 – 2019) mencoba untuk memulai implementasi ide awal pembangunan CPE dengan konsep sendiri yang masih awal dan perlu disempurnakan mulai 14 Januari 2015 yang lalu. Konsep itu dipresentasikan pada Ketua Dewan Energi (Presiden) 25 Februari 2015 dan mendapatkan perhatian penuh dan perintah untuk segera dilaksanakan pematangan konsep dan inisiasi implementasi awalnya. Dalam konsep tersebut pengelolaan CPE dilakukan oleh Badan Pemerintahan yang dibentuk khusus untuk itu dengan memanfaatkan tanki-tanki idle yang tersedia di Indonesia baik kepunyaan Pertamina ataupun SKKMigas yang ada di KKKS. Hal ini sangat berbeda dengan konsep “air minum dari botol asing” yang menyarankan CPE dibiayai dan dikelola swasta. Sampai sekarang keputusan formal Konsep CPE belum disepakati dalam Sidang Anggota maupun apalagi Sidang Paripurna DEN. Kalaupun toh ada lembaga pemerintah atau politisi ataupun birokrasi yang terus menerus mengampanyekan adanya CPE yang dikelola swasta, harap masyarakat tidak terpengaruh, karena itu hanya bagian dari wacana yang masih harus dibahas di Sidang-sidang Dewan Energi kita. Saya sendiri tentunya (dan sebagian besar Anggota DEN), sangat tidak setuju dengan penguasaan Cadangan Penyanga Energi kita itu oleh pihak swasta (apalagi asing).
Lalu tadi malam, 20 April 2015 di Kempinski, kitapun lagi-lagi menegak minuman gelagepan dari botol minuman asing. Kedutaan Inggris bekerja sama dengan ESDM pun dengan cantik menyelenggarakan peluncuran Indonesia 2050 Calculator, yaitu suatu aplikasi yang dirancang oleh Pemerintah Inggris untuk menunjukkan berbagai skenario bauran energi sampai 2050 yang data dasarnya diisi oleh birokrat-birokrat/peneliti negara kita, yang semua rakyat bisa mengaksesnya di Indonesia 2050 Pathways Calculator. Sebagai bagian dari pendidikan masyarakat tentang hal ihwal per-energi-an yang sering kali memakai istilah dewa dan susah dimengerti implikasinya ke depan oleh kalangan biasa, kalkulator tersebut bisa jadi gadget mainan yang mudah-mudahan ada manfaatnya. Tapi jangan sampai keliru: karena sebenarnyalah negara kita sudah punya kebijakan energi yang resmi dengan skenario bauran energi rinci sampai 2050. Dan itu sama sekali tidak dimasukkan dalam skenario kalkulator tersebut!! Jadi, sebenarnya ESDM dan Pemerintah Inggris mendidik masyarakat kita tentang skenario energinya siapa?????
Dan besok dua hari dari April 22 sampai April 23, Dewan Energi Nasional dan ESDM memfasilitasi Agensi Energi Internasional (IEA) untuk memaparkan skenario mereka tentang bagaimana caranya menyelesaikan urusan Subsidi BBM kita. Meskipun ada satu orang anggota DEN yang akan bicara, tetapi kemungkinan besar bukan skenario (anggota) DEN yang besok akan jadi wacana, karena pembicara-pembicara selanjutnya akan berlomba untuk memberikan arah bagaimana sebaiknya kebijakan subsidi kita. Kalau dipikir-pikir secara anak SD, aneh juga ya? Kenapa Agensi Asing itu sampai repot-repotnya keluar duit untuk mempelajari dan akhirnya merekomendasikan seharusnya Pemerintah Republik ini berbuat apa untuk mengatasi masalah Subsidi Energinya. Tapi kalau anak SD itu tahu bahwa tidak ada makan siang yang gratis, mungkin dia nggak akan bertanya-tanya lagi. Mahfum sudah.
Mudah-mudahan marwah kemandirian dan ketahanan dan kedaulatan nasional kita di bidang Energi bukan dibangun atas dasar skenario bangsa asing. Kita harus yakinkan sama-sama. Pekerjaan rumah buanyaaaak yang musti dikerjakan, supaya tidak sekedar jadi pasar dan mainan politik energi negara lain.