S.O.S. Blok Migas Indonesia: ke Mana Saja Ahli Eksplorasi Kita?

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

(Dari pembicaraan dengan RDP dan AL)

Geosaintis kumpeni besar bilang: “Lack of Quality Acreage and Technical Data” bukan isu utama dalam kasus gak lakunya blok-blok migas kita. Mereka memiliki staf sendiri proaktif melakukan studi walaupun daerahnya belum ditawarkan. Beberapa tahun lalu ada tulisan USGS yang menyebutkan bahwa "remaining undiscovered" di Indonesia masih terbesar di kawasan ini. Jadi mereka melakukan sendiri risetnya. Lah kalau pakai riset atau hasil yang ada di pasaran atau “data package”nya pemerintah ya semua akan memiliki assesment teknis yang sama. Kalau melakukan sendiri tentunya lebih yakin. 

PSC itu juga punya riset sendiri sebelum tender dimulai sekalipun. Atau malah melakukan Joint Study Agreement (JSA) supaya mendapat hak penyetaraan untuk memenangkan tender nantinya. (Direct Application: First Right Refusal).

Kenapa harus geosaintis kumpeni besar yang riset awal sendiri untuk negeri kita? Otaknya khan otak orang Indonesia jago eksplorasi seperti RDP, YS, ASe, PS, AA dan lainnya juga. Hasil akhirnya: kumpeni-kumpeni itu jadi punya posisi tawar lebih gede untuk ngapa-ngapainin dengan acreage kita.

Bagaimana kalau kita balik: RDP, YS, dan lainnya itu mikirin riset di mana saja di indonesia yang masih menarik untuk kepentingan negara kita, terus ngusulin juga dan melaksanakan spec-spec survey itu sendiri atas nama badan-badan pemerintah, kemudian menganalisis dan memaketkan data-data itu menjadi info yang lebih menarik untuk Indonesia. Toh, ketika mereka bekerja untuk kumpeni-kumpeni gede itu 70% atau 80% gajinya dibayari hasil produksi yang dibagihasilkan antara kumpeni dengan Pemerintah.

Dengan 50 juta dolar BlackGold melakukan study, spec survey, analisis, sintesis, kampanye blok dan data dan sebagainya. Dalam lima tahun duit mereka (katanya) sudah kembali, plus keuntungan, dan punya blok-blok bagus di mana mereka punya saham di dalamnya. Dan saat ini Indonesia menanti discovery baru dalam waktu dekat dari action mereka itu.

Kenapa nggak dilakukan saja oleh Indonesia? OK lah, kalo Medco, Bakri dan sejenisnya kita anggap nanti terlalu politis dan private sector oriented (walaupun nasionalis), tapi bagaimana kalo kita angkat levelnya ke Pertamina-1 (korporat hulu), Pertamina-2 (PHE), Pertamina-3 (PEP), atau malahan sekalian aja ke level ESDM: BG, Lemigas, PPGL dan sebagainya. Melakukan itu semua, orang-orang kayak RDP yang jadi motornya...

Katanya Ditjen migas kalau mengajukan study geologi suka ditolak Departemen Keuangan karena ada Badan Geologi, sedangkan Badan Geology studynya sering tidak fokus ke petroleum geology. Tapi, kelihatannya mereka sudah mulai bergerak. Akhir Juni ini dan juga Juli nanti Badan Geologi akan mengadakan serangkaian kegiatan workshop, simposium, field trip dan sebagainya dalam rangka meretas jalan ROAD MAP ke industri hulu migas Indonesia.

Di Pertamina, usaha-usaha untuk menjembatani agar Upstream Technology Center bisa mengerjakan study PT. PEP, PT. PHE dan New Venture, ternyata tidak mudah implementasinya karena masih ada constrain dan barrier. Tetapi itu bukan berarti kita harus menyerah.

Ayo kita kerahkan eksplorasionis Indonesia untuk mengeksplorasi Indonesia.

Previous
Previous

Dari Pembicaraanku dengan Yudi Idoy, GEA81

Next
Next

Blok Migas Indonesia Gak Payu!?