Dari Pembicaraanku dengan Yudi Idoy, GEA81

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Di atas kertas, konsep IP-10% untuk BUMD itu indah: Menyejahterakan rakyat di daerah. Tapi pada kenyataannya? Lihat blok Cepu, susah-susah IAGI waktu itu bantu menghitung IP10% untuk daerah-daerah sampai sekian angka di belakang koma, jatuhnya ke pak Brewok dan kawan-kawan pengusaha swasta juga.

Freeport Masela, Newmont dan lain-lain termasuk W Madura, di mana tiba-tiba secara ajaib muncul Sinergindo dan Purelink (untung dua yang terakhir itu pada mundur malu karena ditereakin).

Nanti di Blok Mahakam juga. Kita sudah capek-capek teriak soal hak daerah, khawatirnya yang disebut “daerah" itu nantinya cuma bagian dari warna pelangi bisnisnya partai-partai di migas. Soalnya merah sudah curi start di migas, masak biru diam saja, kuning yang sejatinya pengusaha gak mungkin juga tinggal diam di Mahakam.

Jadi yang sebenarnya disebut untuk kesejahteraan rakyat itu, "rakyat" yang mana? BUMD yang mana?

Selalu saja ada celah yang memungkinkan maksud baik regulasi itu dimonetisasi dan dijadikan bargaining jangka pendek oleh penguasa daerah yang orientasinya juga sempit (dan ditunggangi juga oleh sekutu-sekutu politik penguasa daerah itu di pusat untuk kepentingan golongan).

Setiap kali kita berusaha untuk memberdayakan daerah dengan lebih menekankan proses pada pembangunan-penyiapan BUMDnya, seringnya aparat penguasa setempat ogah-ogahan merespon. Malah mereka menyerahkan semua urusan pada perusahaan partner BUMD yang notabene adalah bentukan pentolan-pentolan partai yang didanai konglomerat-konglomerat lulusan BLBI dan dijalankan oleh pensiunan-pensiunan Pertamina/PSC-PSC.

Dengan pola seperti itu, daerah tidak akan mendapatkan manfaat yang maksimal dari privilege yang diperolehnya dalam PP tentang IP 10% dan sebagainya. Yang dapat manfaat banyak justru kumpeni-kumpeni partner BUMD yang notabene adalah kendaraan para politisi partai para konglomerat dan sebagian profesional-profesional migas pensiunan...

Daerah dapat juga sedikit tetesan, yang biasanya sudah di-ijon oleh pimpinan daerahnya karena asas quick yielding dan singkatnya masa berkuasa mereka.

Di tengah pesimisme situasi seperti ku amati di atas, boleh saja kita optimis dan anggap itu semua transisional. Suatu saat nanti mudah-mudahan benar-benar si BUMDnya yang ambil alih melalui proses pembelajaran yang cukup panjang. Tapi syaratnya: ya itu tadi: BUMD harus benar-benar dihidupkan, bukan sekadar dijadikan simbol dan alat, harus ada yang terus teriak!

(Dan pada gilirannya ketika BUMD juga sudah OK dan berkiprah, mungkin saja hal yang sama soal keterwakilan kepentingan rakyat di dalamnya terulang lagi seperti ketimpangan yang sekarang terjadi pada kiprah BUMN jika dikaitkan dengan realitas kesejahteraan rakyat yang semakin sayup-sayup sampai). Tabiiiiik!!!!

Tapi tetaplah percaya pada maksud baik, hari esok, dan suara hati. InsyaAllah gusti Allah akan membantu kita. Amiin

Previous
Previous

Target Produksi Migas: Angka Politik Vs. Kejadian Sebenarnya

Next
Next

S.O.S. Blok Migas Indonesia: ke Mana Saja Ahli Eksplorasi Kita?