Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Menanggapi: Makam di Madura Terbakar

Kemungkinan kompleks makam ini ada di daerah rembesan gas di zona patahan-patahan di selatan RMK (Rembang-Madura-Kangean) Fault Zone.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.


 
 

Kemungkinan kompleks makam ini ada di daerah rembesan gas di zona patahan-patahan di selatan RMK (Rembang-Madura-Kangean) Fault Zone.

Fenomena rembesan gas yang jadi api yang menyala begini (tentunya karena disulut oleh seseorang, sengaja atau tidak sengaja) biasa didapatkan di sepanjang sisi utara ONSHORE Madura.

Dalam kasus ini membuat masyarakat yang tidak paham tentang proses geologi jadi mengasosiasikannya dengan siksa kubur dan sebagainya.

Kalau nggak dijelaskan begini, kuatirnya terus jadi fenomena klenik seperti Babi Ngepet di Depok kemarin itu.... 🤷‍♂️

Read More
Blog Admin Blog Admin

Semua Makhluk Berhak Belajar Sedimentologi

Nah, di salah satu sesi kuliah lapangan di tahun 2012, ketika aku menjelaskan ke serombongan mahasiswa tentang fenomena sekuen boundary (batas sekuen) yang bisa dilihat dari kejauhan lewat sketsa di atas kertas gambar, salah seorang mahasiswa mencoba mengambil foto sketsaku dari belakang. Hasilnya?

 
20200914.jpg
 

Dari 2001 sampai 2015 aku biasa ngajar dua - tiga kali setahun di Quarry Jalan Perjuangan belakang stadion Sempaja, Samarinda ini.

Di sini para peserta kursus maupun mahasiswa-mahasiswa aku tunjuki contoh geometri tubuh batupasir sepanjang 200 - 300 meter setinggi 25 - 30 meter yang sekarang mungkin tinggal sisa-sisa empat - lima meter dinding tebing bukit pasir saja karena terus menerus ditambang. (Note: aku mulai bikin pengukuran-penelitian di Perjuangan Quarry ini sejak tahun 1995 — aku masukkan deskripsinya dalam disertasiku juga). Dengan memahami geometrinya, maka peserta dapat merekayasa secara analogi bentuk serupa di bawah permukaan bumi, di mana mereka hanya mendapatkan satu data sumur pemboran yang menembus pasir berisi migas tersebut dan data seismik yang kadang bisa kadang gak bisa menggambarkan geometrinya secara jelas.

Demikianlah ritual pelajaran sedimentologi lapanganku itu. Aku gambar sketsanya dari kejauhan di atas kertas gambar, untuk memudahkan mereka melihat bentuk-bentuk itu dalam goresan sketsa yang aku gambarkan. Baru setelah mereka paham dari kejauhan, kemudian mereka aku minta mendekat atau menaiki tebing untuk menyentuh dan menganalisis sedimen itu langsung dari sejarak jangkauan tangan.

Nah, di salah satu sesi kuliah lapangan di tahun 2012, ketika aku menjelaskan ke serombongan mahasiswa tentang fenomena sekuen boundary (batas sekuen) yang bisa dilihat dari kejauhan lewat sketsa di atas kertas gambar, salah seorang mahasiswa mencoba mengambil foto sketsaku dari belakang. Hasilnya?

Ternyata ada peserta dari dunia lain yang ikut terekam. Aku juga baru dikasi tau anak-anak itu dua - tiga minggu setelah kejadian, karena foto itu sempet mereka edarkan dan mereka bahas penuh kehebohan sebelum akhirnya nyampe ke aku untuk dikonfirmasikan. “Bapak punya “gendongan”?”

WALAAAAAH.... Nggak lah, mungkin saja waktu itu ada peserta lokal yang setiap kali aku datang selalu memperhatikan, kali itu dia ingin dapat ilmunya lebih dalam.

Nah, kalau dihubung-hubungkan, ternyata saat 2012 itu adalah saat pertama kali aku menceritakan ke mahasiswa/peserta kuliah bahwa beberapa bulan/tahun kemarin penambangan batupasir di situ sudah mulai menyingkapkan batas sekuen Miosen Awa dengan Miosen Tengah (15,8 juta tahun yang lalu), di mana batupasir daratan dengan konglomerat dan pasirkasar silang siur langsung menumpuki sedimen lempung — batulumpur muka delta dari kedalaman sedemikian rupa sehingga diinterpretasikan waktu itu ada pengangkatan dan penggerusan yang sifatnya katastrofik (bencana).

DAN bencana itu ditandai dengan tersingkapnya tiga fosil tunggul/batang kayu dalam posisi tumbuh lengkap dengan akar menghunjam ke batas sekuen tapi terpapas/terpancung rata sekitar 1,5 meter dari dasar akar.

Fosil-fosil batang kayu itu berjarak sekitar 50 meter satu dengan lainnya, dikubur oleh lapisan konglomerat di bagian bawah berangsur menjadi batupasir kasar silang siur di bagian atasnya. Fosil-fosil kayu itu sudah ter-histometabasis menjadi petrified wood atau silicified wood dengan seluruh struktur kambium dan kulit-kulit kayunya dan akar-akarnya dan semuanya tergantikan oleh silika! Dahsyat!

Dan yang lebih dahsyat lagi. Bidang pancungan mereka yang membuat potongannya tinggal 1,5 meter itu rata halus dan sama semua tingginya.

Nah, pengetahuanku yang dangkal saat itu (dan sampai sekarang), tidak bisa menjelaskan proses geologi apa yang  bisa membuat hutan kayu zaman 15 juta tahun yang lalu bisa terpancung rata dan halus sependek 1,5 meter saja. Soal penguburannya oleh konglomerat dan kemudian perubahannya menjadi silika aku bisa menjelaskan dengan mudah bahwa itu semua jelas-jelas merupakan proses katastrofe banjir bandang melanda yang kemudian terkubur dan teraliri larutan silika cukup lama di kedalaman sana sebelum akhirnya terangkat tersingkap lagi ke permukaan sejak lima juta tahun yang lalu. Tapi soal pemancungan hutan sehingga menyisakan 1,5 meter tunggul kayu belaka dengan permukaan bidang pancung yang rata  kemungkinan proses non-geologilah yang menyebabkannya. Mungkin ada makhluk lain sebelum manusia modern ada yang melakukan pemancungan halus dan rata itu. Dari dulu juga setan, jin, dan malaikat sudah diciptakan duluan daripada manusia, ya kan?

Nah, itulah yang mulai kujelaskan ke mahasiswaku sejak 2012 kemarin. Mungkin saja karena sangat menariknya teori pemancungan hutan Miosen itu, sampai-sampai para turunan makhluk yang berasal dari jutaan tahun lalu itu muncul dan ikut menyimak ceritanya, mungkin lho... Wallahu’alam….

Yang jelas, tunggul-tunggul kayu itu sekarang sudah dijarah oleh para vandalis dan pemburu barang antik, meskipun aku sempat juga bikin surat ke Gubernur dan Dinas ESDM setempat untuk melindunginya. Dan aku lihat mereka memberi batas rafia kuning di salah satu tunggul itu beberapa bulan kemudian, tapi karena gak ada yang menjaga, setahun kemudian dan tahun-tahunsesudahnya tunggul-tunggul itu pun menghilang.. Hikkkssss….

Demikianlah ceritaku tentang semua makhluk berhak belajar sedimentologi kali ini.

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Semburan Gas di Kranggan Bekasi, 5 September 2020 (Kampanye Kepedulian Keselamatan Masyarakat dari Bahaya Gas-Gas Dangkal di Daerah Pemukiman, Bisnis, dan Aktivitas Sosial)

Menurut laporan dan berita, semburan setinggi 20 - 30 meter itu berlangsung lebih dari setengah hari sampai kemudian setelah dilakukan pengerukan lubang dengan batu dan pasir dan karung (?)  makin lama semburan makin mengecil, dan pada hari Minggu sore (36 jam kemudian) semburan tinggi tinggal hanya menjadi rembesan gas dan air saja di sekitar lubang asal. 

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Mungkin anda semua sudah pernah melihat video viral terlampir sejak Sabtu 5 September 2020 kemarin, yang menunjukkan kejadian semburan gas beserta air, pasir dan lumpur dari lubang pemboran air yang dilakukan di area halaman dekat dengan kolam renang di daerah Kranggan. Kalau belum, silakan tonton sekarang dan mengamati betapa meriahnya (sekaligus agak merinding terbayang bahayanya) semburan material-material dari dalam bumi itu ke udara. Menurut laporan dan berita, semburan setinggi 20 - 30 meter itu berlangsung lebih dari setengah hari sampai kemudian setelah dilakukan pengerukan lubang dengan batu dan pasir dan karung (?)  makin lama semburan makin mengecil, dan pada hari Minggu sore (36 jam kemudian) semburan tinggi tinggal hanya menjadi rembesan gas dan air saja di sekitar lubang asal. 

Apa yang terjadi?

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam bumi penampangnya saya gambarkan di Gambar 1. Lokasi pemboran di Kranggan itu terltak 2 - 3 kilometer di tenggara dari area lapangan migas Jatinegara (JNG) di perbatasan DKI-Bekasi daerah Cipayung-Kranggan-Cibubur (Gambar 2 dan 3).

Pemboran air dalam rangka mencari sumber air (kemungkinan) untuk industri air kemasan atau untuk sumber air kolam renang atau kebutuhan lainnya tersebut dilakukan di area yang sejak delapan tahun yang lalu (2012) telah saya kampanyekan sebagai daerah bahaya gas dangkal baik lewat Facebook Januari 2012 maupun lewat presentasi ke Pemerintah DKI November 2012. 

Kampanye delapan tahun yang lalu itu bisa dibaca di sini. (Gambar 4)

Sayangnya waktu itu saya belum sempat presentasi ke pemerintah Kota Bekasi dan juga ke PemProv Jawa Barat. Saya berharap sih, lewat Facebook itu pemerintah atau orang pemerintahan Bekasi dan Jawa Barat bisa dapat info juga dan proaktif bertindak. Atau mungkin dalam bincang-bincang dengan dinas terkaitnya yang setara Pemerintah DKI sempat juga menyinggung hal tersebut ke rekannya di PemProv Jawa Barat ataupun di Kota Bekasi. Rupanya hal yang saya harapkan itu tidak terjadi, sampai kemudian terjadilah semburan gas-air-lumpur di Kranggan hari Sabtu kemarin ini.

Untuk melengkapi pemahaman anda semua, saya lampirkan juga capture dari bahan-bahan presentasi saya ke PemProv DKI DInas Industri dan Lingkungan Hidup pada November 2012, 8 tahun yang lalu (Gambar 5 dan 6).

Jadi, bagaimana kejadiannya?

Dari kronologi kejadian, menurut informasi verbal, terjadi hilang lumpur/air terlebih dulu ke dalam lubang pada waktu pemboran sampai di kedalaman 99 meter, kemudian pertama kali yang keluar adalah gas tanpa air. Setelah rembesan gas cukup lama, maka kemudian terjadi tendangan/semburan air bersama gas sampai setinggi 20 meter dengan suara bergemuruh (lihat Video) dan semburannya berwarna kehitam-hitaman.

Hilang lumpur disusul dengan tendangan/semburan itu sering dikenal dengan istilah loss and kick. Kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh hisapan dari rongga batu gamping Parigi yang kemudian diikuti oleh tendangan/semburan air yang mengikut belakangan. Warna kehitam-hitaman kemungkinan disebabkan oleh pasir vulkanik Citalang/Kaliwangu yang biasanya jadi reservoir air tawar di bagian dangkal ikut tergerus dan terbawa keluar.

Fenomena serupa juga dialami oleh sumur-sumur pemboran migas di Lapangan JNG 3 - 4 kilometer di Barat Laut dari lokasi pemboran Kranggan. Tetapi, karena prosedur keselamatan lubang di pemboran migas lebih rinci dan lebih siap, maka kesemuanya itu sudah biasa diantisipasi dengan pemasangan 30” casing diikuti dengan 20” casing dan penggunaan fracseal dan berat lumpur yang tepat untuk mengatasinya. Aman-aman saja akhirnya.

Singkatnya yang terjadi adalah sumur pemboran air yang tidak dilengkapi dan dipersiapkan untuk menembus lapisan migas dangkal telah menembus kantong gas biogenik di lapisan batugamping Parigi, sehingga terjadi semburan liar gas-air-pasir dan lumpur ke permukaan atau blow out.

Apakah semburan bisa jadi seperti Lumpur Lapindo atau Bleduk Kesongo?

TIDAK! Karena di area Kranggan ini kita tidak berhadapan dengan fenomena Gunung Lumpur, tetapi fenomena gas biogenik dangkal yang terperangkap dalam Batu Gamping yang volumenya terbatas.

Gas biogenik yang terkandung di Gamping Parigi di daerah ini volumenya terbatas karena lempung penutupnya tipis dan kondisinya terpisah-pisah (kompartementalisasi) oleh patahan. Dalam dua hari saja tekanannya sudah menurun drastic, kemudian bakal merembes satu - dua bulan atau lebih lama , tergantung hubungannya dengan kompartemen lain di bawah permukaan.

Gas biogenik kompiosisinya 99% metana dan mudah terbakar.

Kemungkinan besar efek dari semburan gas di Kranggan tersebut, lapisan-lapisan akuifer air tawar yang dangkal di sekitar lokasi untuk beberapa saat akan terasa seperti tercampur / kontaminasi dengan hidrokarbon (gas metana). Hal ini akan berlangsung satu - dua bulan atau lebih, tergantung dari aktivitas rembesan gas yang masih terus terjadi di bekas lubang pemboran.

Bagaimana penanggulangannya?

Khusus untuk penanganan paska kejadian di bekas lubang bor air dan sekitarnya, sebaiknya pemilik lahan menutup lubang dengan teknik penyemenan sedemikian rupa sehingga lubang dapat tertutup permanen dan rembesan gas terhenti, sehingga tidak membahayakan area sekitar.

Selama rembesan gas masih berlangsung, harus dipasang tanda peringatan bahaya di perimeter tiga - lima meter di sekitar lubang bor, supaya tidak didekati dengan membawa percik api ataupun bara yang bisa menyulut kebakaran.

Tentunya monitoring LEL level harus terus dilakukan sampai benar-benar didapatkan nilai nol di atas lubang bor (yang saat ini ditutupi batu-batu dan tanah / karung(?) menurut info berita), barulah kemudian daerah itu dinyatakan aman.  

Bagaimana langkah ke depannya?

Untuk menghindari hal serupa terjadi lagi di masa depan, Pemerintah Bekasi maupun DKI harus secara ketat menerapkan dan monitoring persyaratan pemboran air tanah dalam untuk tidak melebihi 40 meter kedalaman khususnya di daerah Cipayung-Kranggan-Cibubur ini.   

Selain itu kampanye keselamatan aktivitas pembangunan/konstruksi/industri I daerah Cipayung-Kranggan-Cibubur ini harus terus dilakukan, terutama untuk memitigasi bahaya adanya gas dangkal di daerah ini. Disarankan dengan sangat: pengeboran air tanah tidak melebih kedalaman 60 meter. Antara 60 – 100 meter hanya ada lempung saja, tidak ada lapisan pembawa air. Kalau lebih dalam lagi, bahaya gas mengancam.

 
Gambar 1

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 6

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Gunung Lumpur Kesongo

Bleduk Kesongo atau Mud Volcano Kesongo sudah muncul di permukaan seperti itu dari ratusan tahun lalu (catatan sejarah dari prasasti kerajaan-kerajaan jawa) bahkan kemungkinan sejak beberapa (puluh) ribu tahun yang lalu (inferensi dari stratigrafi dan pelamparan lumpur serupa di Bleduk Kuwu yang sejalur dengan Bleduk Kesongo — lihat collage foto).

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Bleduk Kesongo atau Mud Volcano Kesongo sudah muncul di permukaan seperti itu dari ratusan tahun lalu (catatan sejarah dari prasasti kerajaan-kerajaan jawa) bahkan kemungkinan sejak beberapa (puluh) ribu tahun yang lalu (inferensi dari stratigrafi dan pelamparan lumpur serupa di Bleduk Kuwu yang sejalur dengan Bleduk Kesongo — lihat collage foto).

Fenomena geologi ini terjadi di jalur fisiografi yang disebut Jalur Kendeng di mana terdapat lapisan lempung/lumpur bertekanan tinggi di bawah permukaan bumi yang kalau ada bidang lemah yang bisa mereka terobos maka akan muncul ke permukaan berupa gunung-gunung lumpur tersebut. Jalur Kendeng itu melampar Barat-Timur dari daerah Sangiran-Purwodadi, ke timur di Sidoardjo, sampai ke Selat Madura di bawah air laut di utara Situbondo sana.

Air yang keluar bersama lumpur itu umumnya adalah air asin yang asalnya dari air laut yang terendapkan bersama dengan sedimen lempung/lumpur tersebut. Air asin dengan kadar borax tinggi itu sangat digemari oleh binatang-binatang — termasuk kerbau-kerbau penduduk yang digembalakan di sekitar Bleduk tersebut — karena banyak mengandung nutrient garam untuk tubuh mereka.

Kejadian serupa di Bleduk Kesongo — yaitu meletusnya lumpur dan gas untuk beberapa waktu - terjadi juga 2013 alias tujuh tahun yang laku (dari berbagai sumber berita). Dan mestinya terjadi juga setiap beberapa tahun sekali sebelumnya. Hal ini merupakan bagian dari mekanisme pelepasan tekanan yang sudah menumpuk sedemikian lama karena sumbatan sedimen-sedimen lumpur yang mulai mengeras di lubang diatrema utama setelah letusan besar sebelumnya. Kejadian ini akan terus berulang secara periodik, bahkan mungkin sampai ribuan tahun ke depan karena kondisi tektonik Jalur Kendeng tersebut memang selalu dalam keadaan tertekan dan lapisan-lapisan lumpur tekanan tinggi itu masih terus ada di bawah permukaan. 

Apa yang menyebabkan lumpurnya berwarna hitam dan kelihatan menyeramkan begitu?

Aslinya mineral-mineral lempung pembentuk lumpur tersebut, yaitu montmorillonitesmectite (dan illite: yaitu smectite yang kehilangan ikatannya dengan air), warnanya abu-abu — di permukaan... Warna hitam itu kemungkinan karena tercampur dengan karbon organik baik dari lingkungan pengendapan asalnya yang terus menjadi satu dengan lumpur tersebut di kedalaman asal ataupun karbon organik dari sedimen-sedimen di kedalaman yang lebih dangkal yang ikut terbawa/tergerus oleh gerakan naik lumpur tersebut dari kedalaman..

Kondisi reduksi yang ditandai dengan munculnya karbon-karbon organik tersebut juga yang menyebabkan banyak terbentuknya gas belerang yang keluar bersamaan dengan lumpur tersebut — selain juga kemungkinan gas metana seperti diamati di beberapa Bleduk yang lain di sepaniang jalur Mud Volcano Kendeng tersebut.

Gas belerang, panasnya temperatur lumpur, tekanan semburan lumpur dan kemugkinan gas metana yang muncul bersamaan dengan erupsi lumpur itulah yang berbahaya untuk manusia — dan kerbau-kerbau itu tentunya.

Mudah-mudahan penduduk sekitar terus menerus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam yang seperti itu, apalagi kalau memang mereka secara turun temurun mereka sudah terbiasa hidup di daerah tersebut.

Apakah semburan Lumpur Kesongo ini punya potensi bencana kayak Lumpur Lapindo?

Kasus erupsi/semburan mud volcano di Kesongo ini agak berbeda dengan kasus semburan lumpur Lapindo yang akhirnya sama-sama jadi Gunung Lumpur juga (walaupun juga sama-sama berada di Jalur Kendeng). Di kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, underground blow out yang tidak bisa ditangani oleh tim pemboran akhirnya memicu terbentuknya retakan bidang lemah di bawah permukaan bumi yang nyambung sampai ke permukaan, yang kemudian jadi saluran terbebaskannya lumpur bertekanan tinggi dari dalam bumi mengalir ke permukaan jadi Gunung Lumpur baru.

Note: sebagian ahli mengatakan retakan itu terbentuk karena gempa Yogyakarta yang jauhnya 250 kilometer di arah barat daya tanpa ada retakan-retakan berarti lainnya muncul di antara kedua lokasi yang terpisah jauh itu, sehingga claim tersebut tidak begitu populer di kalangan para saintis dan praktisi migas dan kebumian. Tetapi teori itulah yang dipakai secara politis dan bisnis untuk menjelaskan dan menyelsaikan kasus Lapindo sampai saat ini. 

Nah, di Kesongo ini semburan-semburan itu untungnya bukan dipicu oleh aktifitas pemboran, tapi kemungkinan oleh karena sudah terlalu mampet-nya sumbat diatrema exising mud volcano dan terlalu kuatnya tekanan yang sudah terkumpul di bawah sumbat itu selama tujuh - delapan tahun sejak terakhir kali dia meletuskan lumpurnya. Lagi pula, di daerah Kesongo ini memang dari zaman sejarah dulu orang-orang sudah tahu bahwa gunung lumpur itu sudah ada dan mengejawantah.

Beda dengan yang di Sidoarjo. Di lokasi pemboran dan dalam radius 500 hektar yang sekarang jadi kolam gunung lumpur itu semula sama sekali tidak ada gunung lumpurnya di permukaan. Sekarang saja maka daerah itu dikenal sebagai daerah manifestasi gunung Lumpur, tapi sebelumnya adalah sawah, perumahan, pabrik, sekolah, dan jalan raya dan sebagainya yang ratusan tahun (mungkin juga ribuan tahun) sebelumnya aman-aman saja.

Apakah lokasinya selalu sama? Atau setidaknya bisakah ditandai lokasi-lokasi yang berpotensi bahaya serupa?

Lokasi jalur besarnya sama ... ya Jalur Kendeng iku. Secara lebih detail dari segmen ke segmen sangat tergantung dari (dikontrol oleh) adanya PATAHAN yang membatasi antiklin-antiklin yang inti antiklinnya di dalam bumi sana dipenuhi diapir lumpur tersebut.

Nah lewat bidang lemah patahan itulah lumpur-lumpur itu keluar-tersumbat-keluar-tersumbat dan seterusnya.

Dalam kurun waktu 100 - 200 tahun mungkin saja tempat keluarnya di bidang lemah patahan yang itu-itu saja, tapi bisa jadi 300 - 400 tahun kemudian keluarnya pindah ke segmen patahan yang lainnya tapi masih dalam satu kemenerusan dengan patahan semula, di mana sebelumnya di daerah yang baru itu patahannya masih belum terlalu lemah bidangnya (masih belum rupture lagi dari tekanan menerus setelah proses rupture sebelumnya).

Di Bleduk Kuwu ada indikasi bahwa pusat semburannya bergeser arah barat atau timur sejak beberapa ratus (ribu?) tahun yang lalu karena di kedua arah tersebut di mana tidak terdapat semburan aktif ternyata ada endapan lumpur serupa yang lebih tebal dari lokasi semburan utama. 

(Pengamatanku di Mud Volkano sepanjang Separi-Batuputih-Loahaur-Sakakanan di Kalimantan Timur juga mengkonfirmasi bahwa gunung-gunung lumpur itu berpindah-pindah lokasi aktivitas tapi tetap dalam jalur yang relatif sama.. Gunung lumpur yang aku petakan tahun 2002 di Batuputih, sekarang sudah mati dan posisi gunung lumpur yang aktifnya sekarang justru ada di bagian sebelah selatannya dan seterusnya.)

Masyarakat apa ga bisa dikasih penyuluhan akan risiko yang mungkin terjadi yo..?

Kalau mereka turun temurun dari sejak zaman nenek moyangnya memang asli dari situ kemungkinan mereka sudah paham betul dengan fenomena erupsi bledug itu.. Kehebohan yang muncul dari komentar-komentar yang keluar dari video maupun korban kerugian kerbau yang digembalakan yang sebagian belum/tidak diketemukan mungkin itu memang sudah bagian dari spontanitas pembangkitan lonceng kesadaran/kearifan lokal mereka yang sejak kejadian kemarin dan atau tujuh tahun yang lalu itu mulai meredup/terlupakan dan dengan kejadian ini mereka harusnya akan mulai waspada dalam beraktifitas di sekitar bledug tanpa harus deket-deket banget ke (bekas) pusat semburan aktifnya..

Semoga kita semua makin cerdas dan bijaksana hidup berdampingan dengan dan di lokasi-lokasi yang proses geologinya punya potensi mendatangkan bencana, seperti di Bleduk Kesongo ini.

Wassalam.

 
Lumpur Kesongo 1.jpg
Lumpur Kesongo 2.jpg
Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Menggali Kembali Geologi Cekungan Kutai

Selang-seling pasir halus dengan lempung, yang dalam satuan ketebalan 30 sentimeter dapat mempunyai 20 – 30 perselingan lapisan ini, dibentuk oleh proses transportasi dan pengendapan sedimen yang berulang – periodik – bergantian antara traksi dan suspensi.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

 
Menggali Kembali.jpg
 

Selang-seling pasir halus dengan lempung, yang dalam satuan ketebalan 30 sentimeter dapat mempunyai 20 – 30 perselingan lapisan ini, dibentuk oleh proses transportasi dan pengendapan sedimen yang berulang – periodik – bergantian antara traksi dan suspensi.

Traksinya ditunjukkan dengan adanya small scale ripple bedform di pasir halus dan suspensinya adalah lempung yang menyelimuti. Tebal keseluruhan singkapan di Jalan Negara Sepaku ini mencapai sekitar 10 meter yang terdiri dari perulangan satuan perselingan pasir lempung tersebut dengan beberapa variasi ketebalan pasir dari 2 – 3 sentimeter sampai 20 – 15 sentimeter.

Ada dua jenis ripple bedform utama di singkapan ini, yaitu: ASSYMETRIC CURRENT RIPPLES, dengan batas bawah mendatar dan batas atas bergelombang asimetris antara stoss (permukaan yang landai) dengan lee (permukaan yang curam), dan HUMMOCK &SWALE atau SYMETRICAL WAVE RIPPLES yang bagian bawah dan atas dari beddingnya cembung – cekung bergantian secara lateral.

Ripple jenis pertama diperkirakan diakibatkan oleh tidal current, ripple jenis kedua diakibatkan hasil dari kerja ombak/gelombang.

Adanya fosil Outer Shelf (OS) – Middle Shelf (MS) di lempung-lempungnya (meskipun sangat jarang) mengindikasikan LINGKUNGAN LAUT. Bisa laut dalam (beyond slope – break), di mana fosil-fosil OS – MS itu terbawa longsoran masuk ke laut dalam, bisa pula laut dangkal/paparan/shelf yang dipengaruhi oleh gelombang pasang surut (tidal) dan gelombang badai (storm).

Adanya intra-formational fault di singkapan ini mengindikasikan lingkungan yang tidak stabil secara tektonik (i.e.: patahan aktif waktu terjadi pengendapan), maupun karena substratnya berada pada posisi “lereng” yang cukup curam, menghasilkan pematahan dalam formasi di waktu atau sesaat setelah pengendapan.

Ada juga hipotesis tentang STORM INDUCED TURBIDITE dibahas di singkapan ini untuk menjelaskan fenomena yang ada.

Yang penting lihat dengan mata kepala sendiri batunya, amati, sentuh, gambarkan. Jangan cuma bengong berdiri dari jauh kepanasan!!!

 
 
Sabtu malam: kuliah pengantar - Mahakam Delta is not the only one; Litho vs. Chrono stratigraphy for deltaic deposits, Forgotten marine depositional environments in Mahakam Delta, Fluvial slope - Prodelta slope - Shelfal slope gravity flow deposits,…

Sabtu malam: kuliah pengantar - Mahakam Delta is not the only one;
Litho vs. Chrono stratigraphy for deltaic deposits,
Forgotten marine depositional environments in Mahakam Delta,
Fluvial slope - Prodelta slope - Shelfal slope gravity flow deposits,
Prodelta vs. Shelf Edge Carbonates, etc.

 
Geographical - Depostional Setting Characterization of Present Day Mahakam Delta and its Surroundings - Original : Epo Prasetya Kusumah ; Review and Discussion by ADB. Note: needs to follow this up with ten more years of continuous researc…

Geographical - Depostional Setting Characterization of Present Day Mahakam Delta and its Surroundings - Original : Epo Prasetya Kusumah ; Review and Discussion by ADB.
Note: needs to follow this up with ten more years of continuous research by UP and RTC.

 
Ada empat jenis proses/depositional setting yang berhubungan dengan Stripping Mudstone: 1. Tidal (Flat), 2. Lacustrine Deposti, 3. Flood (Plain), 4. Turbidite - Gravity Flow. Perhatikan dominasi produk traksi versus produk gravity flow dalam keselur…

Ada empat jenis proses/depositional setting yang berhubungan dengan Stripping Mudstone: 1. Tidal (Flat), 2. Lacustrine Deposti, 3. Flood (Plain), 4. Turbidite - Gravity Flow.
Perhatikan dominasi produk traksi versus produk gravity flow dalam keseluruhan struktur sedimen yang muncul di perselingan pasir-lempung tersebut untuk menentukan asosiasi proses/depositional yang paling logis untuk satuan sedimen tersebut.

 
Read More