Tentang “Protes” Andang Bachtiar

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

(Menanggapi tulisan yang dirilis di Tempo.)

Saya menuliskannya sebagai Note di Facebook saya seminggu yang lalu, bukan tiba-tiba kemarin. Mungkin untuk menjadikannya berita wartawan lebih cocoknya memuatnya pas kemarin pelaksanaan acara.

Note Facebook itu saya tulis setelah saya komunikasikan concern ke panitianya tentang tidak adanya pembicara dari periset perguruan tinggi Indonesia dan dominannya periset asing (sepuluh orang) dalam info undangan ke saya maupun dalam website Humanitus sampai dua hari yang lalu. Waktu itu di website masih dipampangkan foto dua pembicara dari Indonesia yaitu Awang (BPMigas) dan Sawolo EMP (Lapindo).

Alhamdulillah, rupanya panitia sadar akan pincangnya acara tersebut (a-nasionalis dan berat ke satu sisi pendapat), maka kemudian pada acara sebenarnya diseimbangkanlah kesan itu dengan mencoret Sawolo EMP/Lapindo dari daftar dan menambahkan Prof. Sukendar, Agus Guntoro, dan Sayogi Sudarman dalam daftar pembicara. Suatu move yang pintar, tapi agak kedodoran kalau diberi tambahan argumen bahwa: yang diundang adalah yang gencar menulis di jurnal-jurnal (internasional) tentang Lumpur Lapindo tersebut.

Usulan saya untuk memasukkan pembicara dari perguruan tinggi paling dekat dengan Sidoarjo yang banyak menulis pun (Dr Amin Widodo) tidak dikabulkan. Selain itu saya menyinggung nama Prof. Hasanudin ITB yang pernah menulis bersama Davies (yang kemudian diancam dituntut oleh Lapindo karena menggunakan data Lapindo tanpa izin untuk ikut menulis paper dengan Davies), juga kawan-kawan Badan Geologi yang sangat aktif riset dan menulis tentang Lumpur Lapindo. Tapi nampaknya panitia lebih suka memilih mereka dari Indonesia yang punya kecenderungan expertise di tektonik regional, geotermal, dan yang mereka kenal ikut bersama Lapindo mengkampanyekan penyebab gempa.

Waktu itu surat saya dijawab panitia dengan: "akan dipertimbangkan" meskipun sulit untuk mengubah acara karena harus memilih diantara 40 ahli yang diundang. Saya sendiri tetap mereka harapkan datang untuk meramaikan acara diskusi. Karena saya ada komitmen full tiga hari kemarin di Jakarta, maka agak sulit untuk ikutan hadir, terutama kalau hanya untuk tanya jawab dua - lima menit dan bukan sesi terbuka brainstorming semua pihak membeberkan usulan rencana ke depan.

Sampai saat ini, saya masih juga pada pendapat: semua penyelesaian teknis harus jadi satu paket dengan penyelesaian masalah sosial, tidak bisa dipisahkan. Kami dari IAGI dan HAGI masih dalam posisi terus membantu Badan Geologi dalam rangka akuisisi data 3D seismik di area lumpur dan sekitarnya untuk digunakan dalam evaluasi perencanaan teknis - sosial ke depan.

Previous
Previous

3D Seismic Tidak Bisa untuk Verifikasi Orang Stres dan Sakit!

Next
Next

Lima Tahun Tragedi Lumpur Lapindo: Perspektif Geologi