Catatan Hari Sabtu tentang "Perintah Komando" Energi, Migas, dan Eksplorasi
Masalah-masalah energi yang belum beres, masalah migas, dan juga masalah eksplorasi: sebagian besar letaknya ada di luar sektor Kementrian ESDM, bahkan di luar lingkup Koordinasi Kemenko Maritim.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Masalah-masalah energi yang belum beres, masalah migas, dan juga masalah eksplorasi: sebagian besar letaknya ada di luar sektor Kementrian ESDM, bahkan di luar lingkup Koordinasi Kemenko Maritim.
Dalam konteks itu dibutuhkan pemimpin sektor yang berani dan memang punya kemampuan untuk memperjuangkan penyelesaiannya di luar sektor: menghadapi pemimpin-pemimpin sektor lain terkait energi (Keuangan, KLHK, BUMN, ATR, Kejaksaan, dan lain-lain) dan sekaligus mengawal Presiden untuk mematuhi amanat konstitusi terkait dengan energi, migas ataupun eksplorasi dalam "interaksi-persaingan"nya dengan sektor-sektor lain tersebut.
Memerintahkan jajaran "pasukan birokrasi" di bawah rentang kendali untuk menyelesaikan masalah internal terkait energi dengan tenggat waktu tertentu (bak komando perang militer) memang sangat diperlukan dan sangat mengesankan. Tetapi yang jauh lebih mengesankan lagi adalah apabila pemimpin sektor ini juga punya daya juang dan kemampuan dalam membereskan masalah yang ditimbulkan oleh pihak-pihak di luar sektor seperti disebutkan di atas tadi.
Revisi PP79/2010
Mempersiapkan revisi PP79/2010 yang menjadi momok penghambat kegiatan eksplorasi dan produksi migas Indonesia secara internal ESDM bisa-bisa saja dikasi tenggat waktu tertentu, karena memang persiapannya sudah dilakukan sejak lima tahun yang lalu dan dimatangkan dalam setengah tahun terakhir ini dengan difasilitasi oleh unit-unit ad hoc di ESDM. Maka bukanlah hal yang luar biasa kalau konsep revisi yang diperintahkan selesai dalam seminggu itu kemudian terealisasi begitu saja. Yang luar biasa adalah kalau: konsep revisi PP itu bisa juga disetujui oleh Kementrian Keuangan yang memang menjadi sektor yang berkepentingan dengan terus diberlakukannya PP tersebut. Dan lebih luar biasa lagi kalau pemimpin sektor ESDM dan atau Kemenko yang membawahinya bisa memberikan ultimatum deadline kepada sektor lain (Kementrian Keuangan) yang kemudian dilaksanakan dengan patuh.
Kita semua berdoa mudah-mudahan hal-hal luar biasa itu bisa kita saksikan ditunjukkan oleh pimpinan baru sektor energi kita. Bukan sekedar mengultimatum bawahan saja, tapi juga mengultimatum "pihak luar" yang kemudian dituruti kemauannya oleh pihak luar tersebut! Amiiin YRA.
Komando Tandatangan PSC Natuna Timur
Terkait dengan perintah untuk melaksanakan penandatanganan kontrak blok migas struktur AL dan AP di Laut Natuna yang harus dilakukan paling lambat 1 September 2016 kita juga harus angkat topi dan sekaligus harap-harap cemas. Angkat topi karena salut dengan tekad kuat maju dan menerobosnya Pemerintah kita, harap-harap cemas karena paham bahwa masalah kepemilikan kontrak dan sekaligus term and condition kontrak di area dengan cadangan gas terbesar se-Indonesia itu selama sepuluh tahun terakhir ini selalu deadlock dengan pihak luar, bahkan pihak asing.
Pertanyaannya: mampukah pasukan-pasukan internal yang diultimatum untuk segera selesaikan kontrak sebelum 1 September 2016 (seminggu lagi) itu bernegosiasi menghadapi pihak luar swasta asing yang biasanya diback-up oleh pemerintahannya meskipun jauh di seberang sana. Mampukah komandan menggertak pihak luar sedemikian rupa sehingga pasukan perunding bisa sukses mengajak pihak luar melaksanakan ultimatum itu?
Pengalaman menunjukkan: di Cepu kita tertipu, di Freeport kita repot, di Riau kita risau - di semua area kita kalah gertak oleh pihak asing dalam menguasai sumber daya alam kita, karena buru-buru, tidak teliti, dan pimpinan kurang paham dengan detail masalah yang terjadi. Mudah-mudahan di Natuna ini kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bahkan kalaupun nantinya bisa ditandatangani tepat waktunya sesuai dengan komando pimpinan, kita yang ada di luar arena tapi menitipkan masa depan negara ke kawan-kawan birokrasi dan politisi itu musti mempertanyakan: bagaimana detail perjanjiannya, supaya tidak kejeblos berulang kali pada kebodohan yang sama kehilangan kuasa atas sumber daya alam kita. Ayo terus ber(ter)jaga!!!
Pilihan untuk menyegerakan PSC khusus untuk mengelola sumber daya minyak bumi yang sudah ketemu di Natuna Timur — dan sementara mengesampingkan masalah rencana pengembangan untuk gas raksasa bersih 46TCFG sekaligus ikutan 76% CO2 itu — adalah dalam rangka segera memulai kegiatan supaya kehadiran Indonesia langsung dapat dirasakan di daerah rawan konflik perbatasan itu. Sayangnya ESDM belum sepenuhnya menjajaki alternatif lain yang lebih memungkinkan untuk kick off kegiatan migas di NBT (Natuna Bagian Timur) ini, yang sebagiannya sudah direkomendasikan oleh Komite Eksplorasi Nasional. Tapi tidak ada kata terlambat; selain mendorong kegiatan produksi minyak bumi yang hanya 10-20 Juta Barel di Natuna Timur, pada saat yang sama kita juga masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan perencanaan pengembangan migas terintegrasi dan lintas setor di NBT (Natuna Bagian Timur) seperti yang diusulkan Komite Eksplorasi Nasional.
Angkatan Laut Eksplorasi Migas
Yang lebih "menantang" lagi adalah berita terakhir mengenai rencana komando ESDM mengerahkan kapal-kapal Angkatan Laut mencari migas di lautan kita.
Kita hanya bisa menduga-duga dari Angkatan Laut negara mana komandan - pimpinan sektor Energi dan Kemaritiman kita itu mendapatkan ide tersebut. Pada dasarnya belum pernah ada rujukan ilmiah maupun berita yang dapat dijadikan acuan mengenai kapal perang/ patroli militer yang menjalankan kegiatan/fungsi militer BERSAMAAN dengan kegiatan eksplorasi migas seperti: Akuisisi Data Geofisika di laut: Gravity, Magnetik, apalagi Seismik. Terutama khususnya untuk seismik : kapal harus dimodifikasi supaya bisa membawa streamer yang semakin dalam jangkauan kedalaman seismik yang kita inginkan maka semakin panjang streamer yang kita pasangkan dan seterusnya. Selain itu alat perekam seismiknya sendiri, air gun-nya, dan lain sebagainya itu semua harus dibeli dulu, dipasang, dan dioperasikan dengan modus operasional/pergerakan tertentu yang kemungkinan tidak bersesuaian dengan fungsi operasional kapal-kapal militer itu sendiri.
Khusus untuk pembelian alat seismiknya ...lha wong kapal-kapal riset/eksplorasi kita di KKP, BPPT, PPGL, LIPI ataupun Dishidros semuanya nggak punya alat seismik laut yang layak untuk eksplorasi migas. Dam susah sekali untuk dapat approval Banggar DPR untuk dapatkan alat itu. Maka akan sangatlah mantaabh sekali kalau bisa beli alat seismik laut yang proper... Maka masalahnya juga di pembelian alat itu dan biaya (hari layar) untuk melakukan survei seismiknya.
Kalau negara membolehkan lembaga-lembaga penelitian yang saya sebutkan tadi untuk membeli alat-alat seismik laut dalam dan sekaligus mau serius biayai hari layarnya maka tanpa harus pake kapal militer pun lembaga-lembaga itu mampu untuk eksplorasi migas kita dengan proper bahkan di laut dalam....
Kalau dirasa kurang aman survey di daerah perbatasan, barulah kapal-kapal militer bisa mengawal....
Penutup Renungan
Mudah-mudahan sektor ESDM kita yang saat ini sedang di PLT-i oleh Kemenko Maritim segera mendapatkan Menteri definitifnya yang sama "komandan"nya dengan pelaksana tugas yang sekarang dan sekaligus paham tentang permasalahan (bukan sekedar dibisiki lalu dengan serta merta menyuarakan keras bisikan itu tapi tidak paham esensi dasarnya)
Katastrofe Purba? Anugrah Purba!
Ada proses biasa sehari-hari, ada juga proses luar-biasa yang tak lazim terjadi.
Proses luar biasa pada khazanah kejiwaan manusia punya dua nuansa, yaitu anugerah-senang-gembira dan bencana-sedih-duka lara.
Apakah proses luar biasa alam di luar jiwa manusia juga punya dua nuansa yang berbeda?
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Ada proses biasa sehari-hari, ada juga proses luar-biasa yang tak lazim terjadi.
Proses luar biasa pada khazanah kejiwaan manusia punya dua nuansa, yaitu anugerah-senang-gembira dan bencana-sedih-duka lara.
Apakah proses luar biasa alam di luar jiwa manusia juga punya dua nuansa yang berbeda?
Ternyata kita semua hanya membahasakannya menjadi: katastrofe. Yang artinya: negatif, menghancurkan, bencana, erosional, mengocok ulang, mencampuradukkan, musnah, dan sejenisnya yang setara dengan bencana-sedih-duka lara-nya perasaan jiwa manusia.
Berkaca pada jiwa, seharusnya ada juga peristiwa luar-biasa yang berupa anugerah. Tapi kenapa tidak pernah kita cari, catat, dan pelajari dia?
Atau sebenarnya peristiwa alam luar biasa itu punya dua sisi yang berbeda dalam sekali peristiwa: sisi katastrofe-bencana dan sisi membangun-anugerah?
Kita saja yang selama ini sangat egois antroposentris melihatnya satu dimensi: katastrofe-bencana saja.
Bukankah pengangkatan tektonik gegap gempita dan gempa sesar geser naik di pegunungan hulu menghasilkan endapan-endapan luar biasa tebalnya pada waktunya di cekungan-cekungan bawah?
Bukankah letusan vulkanik awan panas dan lahar dingin yang menghancurkan tebing punggungan gunung purba juga menghasilkan tumpukan endapan kaya hara di seputar badan gunung dan di bawahnya?
Bukankah banjir bandang, aliran lumpur dan genangan-genangan di daratan akan memindahkan suspensi halus zat-zat pembawa unsur kesuburan tanah ke tempat-tempat kelak kita semua bercocok tanam?
Bukankah longsoran-longsoran bawah laut, badai-badai dan tsunami telah membantu umat manusia bersilaturahmi antar mereka sendiri dan juga dengan alam megah perkasa ciptaan Allah? Subhanallah.
Marilah mulai sekarang kita melihat dua sisi dari peristiwa luar biasa alam semesta. Bukan hanya katastrofe bencana saja, tapi membangun anugerah juga!!
Katastrofe Purba? Anugrah kita!!!!
(Situasi Sedang Sulit)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Situasi sedang sulit
Di luar maupun di dalam
Di migas maupun non-migas
Meskipun kita adalah pasar terbesar ke lima dunia
Dan sebagian percaya prinsip:
- Mekanisme pasar
- Pembeli (pasar) adalah raja
- Harga ditentukan pasar (market price)
Tetapi ternyata
- Kita didikte produsen
- Mekanismenya kartel
- Pembeli adalah korban eksploitasi
- Harga ditentukan nilai tukar alat bayar dan kehendak bank federal
Situasi memang sedang sulit
Tapi kalau kita sadar dan mau bergerak bersama-sama
Tidak terpecah-pecah
Tidak menjadi antek sengaja atau gak sengaja
Tidak mau jadi bodoh dan terbelakang selamanya
Pasti kita bisa
Mengatasi ini semua
(Energi Sebagai Mesin Penggerak Pembangunan Langsung)
Energi harus menjadi mesin penggerak pembangunan langsung; tidak boleh hanya dijadikan sebagai komoditas pendapatan negara semata.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Energi harus menjadi mesin penggerak pembangunan langsung; tidak boleh hanya dijadikan sebagai komoditas pendapatan negara semata.
Jargon ini sering disuarakan oleh eksekutor maupun legislator negara kita karena memang merupakan amanat dari UU Energi 30/2007 dan Kebijakan Energi Nasional PP 79/2014 —satu-satunya PP yang dalam penetapannya harus melalui persetujuan paripurna DPR terlebih dulu.
Tetapi pada kenyataannya: pada setiap pembahasan APBN yang diributkan selalu asumsi harga minyak, nilai tukar dolar, dan berapa rencana produksi migas tahunan kita untuk pendapatan negara!!!! Undang-undangnya ke manaaaa .... praktiknya ke mana!???
Oleh karena itu dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) yang strategi dan program-programnya mengikat Kementrian Lembaga terkait energi: sedang dimasukkan klausul bahwa dari sekarang sampai 2025 harus terlihat rencana penurunan secara sengaja dan bertahap pendapatan negara langsung dari migas yang dibarengi dengan kenaikan yang proporsional pendapatan negara dari industri menengah dan hilir yang menggunakan energi.
Di 2025 nanti semestinya sudah tidak akan ada lagi asumsi harga minyak, nilai tukar dolar dan rencana produksi migas masuk dalam pembahasan APBN!!!
Mari kita kawal sama-sama: Energi sebagai modal dasar - mesin penggerak pembangunan supaya jangan hanya jadi jargon pidato para pejabat dan politisi belaka!!!
(ADB pada Dies Natalis ke 50 tahun Universitas Trisakti, Auditorium Gd D, Grogol, Jakarta, 14 November 2015)
Penurunan pendapatan negara "alami" karena penurunan produksi dan harga minyak memang sudah terjadi, tapi tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan negara dari industri pemakan energi seperti baja, petrokimia, pupuk, pulp, kertas, tekstil, semen, keramik dan industri pengolahan sawit, misalnya.
Implikasi dari aturan dalam UU dan PP itu cukup luas: artinya harus ada pemihakan terhadap penggunaan energi untuk "produksi" dibanding dengan untuk "konsumsi" ... (PerMen ESDM tentang alokasi gas, misalnya) .... juga Dalam kaitannya dengan prioritas subsidi: selain untuk EBT subsidi juga harus untuk ke industri produktif penggerak ekonomi utama, dan sebagainya.
Dan tentu saja: penuhi dulu kebutuhan (energi/migas) dalam negeri sebelum ekspor ke mana-mana untuk mengejar devisa/revenue.
Tentu saja perbaikan kondisi/iklim eksplorasi untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas Indonesia harus jadi prioritas : mau ada atau tidak aturan/filosofi "mesin penggerak pembangunan" itu. Peningkatan cadangan dan produksi migas akan menguatkan kontras gap antara "pendapatan negara langsung" dengan "mesin penggerak pembangunan" apabila aturan/paradigma utama energi tersebut tidak dilaksanakan.
(Basin Evolution)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
BASIN EVOLUTION - 1
Burial makes you humble
Inversion makes you vulnerable
: Penguburan mematangkan jiwamu
: Pengangkatan membuatmu rapuh
BASIN EVOLUTION - 2
Basin evolution gives you a reflection
Life wouldn't have been a confusion
Should you’ve been following
Your deeper conscience
: Evolusi cekungan memberimu cerminan
: Bahwa hidup tak akan seruwet yang kamu bingungkan
: Jika kamu ikuti nuranimu yang terdalam