Granit Indah, Bukit Kunyit, Pantai Klara, Pantai Ketapang: Lampung Selatan
Melihat air meletakkan pasir, mendengarkan batu bercerita, melupakan rusuh pikir, meniupi lirih luka: perih jiwa-jiwa.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Melihat air meletakkan pasir, mendengarkan batu bercerita, melupakan rusuh pikir, meniupi lirih luka: perih jiwa-jiwa.
Sabtu 11 Juli 2009, aku menggerataki Bandar Lampung: Tanjung Karang, Panjang, dan Teluk Betung. Beberapa belas mahasiswa, lima dosen UNILA, dan kawan-kawan GDA. Kadang aku melayang begitu saja melakukan ini semua. Ada pusaran cahaya berkelebatan memanggil-manggil. Menyedot segala lelah luka patah dalam lebur berserah memberi apa yang ku punya.
Di Granit Indah yang sebagian sudah compang-camping tak terawat karena jalanannya hanya dapat dirayapi oleh mobil-mobil off-road, Diorit Kuarsa berupa bongkah-bongkah glundungan sebesar truk-truk tronton bertengger di puncak rata dan lereng-lereng landai perbukitan bergelombang. Ketika aku datang, mahasiswa-mahasiswa penuh semangat itu sedang di-briefing Tomo di ceruk teduh nyaman di antara dua bongkah tegak Granit dan rimbun pepohonan, serupa panggung amphitheater Red Rock di Denver sana. Tomo yang lulusan geofisika Unibraw tercepat di angkatannya itu menjelaskan tentang geologi ke anak-anak geofisika Unila; tentunya pengalaman dia keluar masuk hutan di lereng Meratus nyari batubara dan di pedalaman Wahau nyari rembesan minyak membekas di cerita-ceritanya.
Semua bayangan yang tercetak di benak tentang granit tumpah meruah. Ku-cowel dengan palu satu/dua pecahan segar dan kubiarkan mereka bicara dengan kuarsa, feldspar, mika, dan menyentuh teksturnya. Sementara itu kudongengkan tentang provenan granit yang menghasilkan sedimen-sedimen arenit kuarsa yang mantabhs sebagai reservoir migas. Dan juga tentang granit rekah dan granit tercuci (granite wash) yang keduanya bisa jadi reservoir (dan terbukti) di Cekungan Sum Sel di utara daerah tinggian yang kita injak waktu itu. Perjumpaan dengan granit yang sarat makna. Batuan dasar. Menjejak sukma, menggambar isi cekungan. Granit pasrah, ditimbuni sejarah. Sedimen-sedimen pembawa berkah. Wahai, betapa tuanya Lampung ini.
Di pantai Bukit Kunyit, backhoe, dozer dan truk-truk keras memangsa pasir dan batu, mencabik-cabik bentang alam, menghiasi hari-hari panas, hiruk pikuk manusia bertahan hidup. Semuda itu (Pliosen): telah terkoyak-koyak dia: Tuffite Lampung yang seksi menantang dan berani menjulang itu telah terdeformasikan — mungkin oleh aktifnya anak cabang patahan panjang, bagian dari sesar besar sumatra, yang mengoyak ruang kemunculannya. Jejak-jejak udara dan aliran air, piroklastik yang terlempar dan yang terseret banjir, turbidit dan traksi, kedua-duanya hadir dalam harmoni. Wahai, betapa vulkaniknya Lampung ini.
Pantai Klara, namanya eksotis, singkatan dari Kelapa Rapat. Bukan hanya jajaran kelapanya saja yang rapat, tapi pasir bioklastiknya yang bagus juga merapat dengan kepala-kepala koral di daerah fore-shore yang muncul setempat-setempat saat air surut menjejakkan kaki di sana menjelang ashar. Seratus meter ke arah ujung barat di mana pagar komersial sudah tidak jadi pembatas antara pantai dan jalan raya sejajar, sebongkah batu menantang: Konglomerat Sabu. Asiiiik, banyak sekali komponen sekis mika-nya. Ada juga rijang dan basalt muncul bersamaan sebagai tambahan. Kata peta geologi P3G, umurnya Paleosen-Oligosen. Aku mempertanyakan: atas dasar apa penentuan umur yang agak-agak menarik ini (jarang sekali disebut di Indonesia Barat ada muncul fosil penunjuk Paleosen), karena isi batunya klastik kasar semua. Atau mungkin aku belum ketemu aja dengan yang halus-halusnya.
Maka mengalirlah cerita di desau angin dan sayup debur ombak malu-malu. Tentang penyejajaran imbrikasi, sumbu C (traksi) dan sumbu B (turbid). Dan: surprise!!! Rekonstruksi arah arusnya mengabarkan kemungkinan daerah asal tinggian konglomerat itu ada di sebelah selatannya, alias di Teluk Lampung!!! Kalau ada saja yang mau memetakan daerah itu secara rinci, mungkin kita bisa mendapatkan urut-urutan pengisian sedimen dari awal terbukanya cekungan kecil di Bandar Lampung ini sampai ke penghancuran semua jejak oleh vulkanisme aktif daerah tersebut, termasuk aktivitas sesar-sesar geser Sumatra-nya. Ayo: siapa mau? Tugas akhir pemetaan permukaan sekalian gravity (alatnya dari UNILA?).
Menjelang kembali ke kota, kita sempat mampir di Pantai Ketapang, merasuk-rasuk senja, memanggil-manggil matahari yang hampir pingsan, sambil mencari-cari: di mana gerangan tahta singkapan batu pasir yang bagus di pinggir pantai situ. Tonjolan bukit di pantai Ketapang, batunya pun menyeruak: Batu Pasir Tuffaan kadang mengandung pebble vulkanik; struktur silang siur dan perlapisan sejajar, dari medium sampai kasar. Kata P3G, ini masih masuk di Formasi Sabu.
Lalu, Lampung, kemana lagi sedimenku sembunyi?
Target Produksi Meningkat 5K Barel? Dari 960K BOPD di 2009 Menjadi 965K BOPD di 2010, yang Bener Aja
Luar biasa lobi kawan-kawan di jajaran ESDM-BPMigas sehingga bisa meng-goal-kan target APBN yang sangat-sangat konservatif. Hanya meningkat lima ribu barel minyak per hari dari APBN 2009 (960 ribu BOPD) ke APBN 2010 (965 ribu BOPD).
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Luar biasa lobi kawan-kawan di jajaran ESDM-BPMigas sehingga bisa meng-goal-kan target APBN yang sangat-sangat konservatif. Hanya meningkat lima ribu barel minyak per hari dari APBN 2009 (960 ribu BOPD) ke APBN 2010 (965 ribu BOPD).
Saya lihat jurus play safe seperti ini (paling tidak) sudah sembilan tahun dijalankan oleh ESDM, mengiringi grafik menurun realisasi produksi minyak yang sistematis dari 2001 (1,321 juta BOPD), 2002 (1,249 juta BOPD), 2003 (1,147 juta BOPD), 2004 (1,094 juta BOPD), 2005 (1,062 juta BOPD), 2006 (1,006 juta BOPD), 2007 (959 ribu BOPD), dan 2008 (978 ribu BOPD).
Setelah terkena "shock" tidak bisa mencapai target angka psikologis satu juta BOPD yang dicanangkan APBN 2007 (yaitu hanya mencapai 959 ribu BOPD), ESDM kita rupanya menjadi sangat super konservatif. Istilahnya, mungkin "kalau bisa meyakinkan targetnya lebih kecil lagi tahun depan, kenapa musti bersusah payah memberikan optimisme?" Kalau pun toh sebenarnya kita bisa mencapai 1 juta BOPD 2010, biarlah target dibikin serendah mungkin, supaya kerja kita tidak ditekan-tekan, tidak diburu-buru, tidak dikejar-kejar, supaya tidak stres lah.
Sekali lagi salut dan selamat untuk jajaran MIGAS-BPMigas di pemerintahan. Lumayan, gak terlalu berat target kerja 2009-2010. Dengan potensi tambahan produksi dari Cepu (yang sudah molor empat tahun), Tangguh (yang sudah molor tiga tahun), dan beberapa lapangan yang POD-POD-nya berkali-kali molor perizinannya, termasuk juga potensi produksi lapangan-lapangan baru yang POP-nya juga sudah antre. Nampaknya para birokrat dan politisi Migas kita akan bisa sedikit bernapas lega dan mungkin bisa fokus ke masalah-masalah lain (selain meningkatkan produksi), seperti: menurunkan cost recovery. Dan jangan lupa: menindak-lanjuti temuan-temuan BPK, dan PR-PR lainnya.
Apa memang seharusnya begitu caranya ngurusi migas negara ini ya? Main aman.
Good Luck Pertamina: Jadi Operator Migas Offshore
Dan sekaligus salut buat BP, yang bisa jualan blok dengan harga cukup tinggi untuk kategori aset yang punya reserve di atas 100 juta barel.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(Sejak 25 Juni akuisisi BP-ONWJ operatorship and interest.)
Dan sekaligus salut buat BP, yang bisa jualan blok dengan harga cukup tinggi untuk kategori aset yang punya reserve di atas 100 juta barel. Data base ETTI (Exploration Think Tank Indonesia) untuk akuisisi/farm-in block sembilan tahun terakhir ini (2001 - 2009) menunjukkan bahwa dari 17 transaksi aset di atas 100 juta barel yang termonitor oleh ETTI, nilai USD/BOE (dolar per barel oil ekivalen) dari transaksi BP-Pertamina ini (3.03 US$/BOE) menempati urutan kedua termahal setelah transaksi Talisman yang membeli 3.05% interest CNOOC di Project Tangguh (3.93 US$/BOE) di tahun 2008. Angka terendah dicetak oleh transaksi BP yang membeli 9.7% stake Genting Berhad di Tangguh LNG Project tahun 2001 (0.35 US$/BOE)
Sebagai stakeholder Pertamina (karena walaupun PT Pertamina teuteuup aja BUMN pemasok keuntungan bagi negara saya: Republik Indonesia), saya berdoa mudah-mudahan:
Mahalnya harga pembelian tersebut sebanding alias bisa di-offset dengan "intangible advantage" dari pengalaman "Offshore Operatorship" yang akan didapatkan Pertamina; karena inilah blok offshore besar pertama yang akan dikelola oleh Pertamina setelah selama ini bertahun-tahun Pertamina hanya menjadi raja daratan saja.
218 offshore structure yang diwarisi dari BP tidak malah akan menjadi liabilities bagi Pertamina, karena nantinya kalau sudah tidak terpakai lagi, biaya untuk mbongkar (abandonement)nya bisa-bisa sampai 500 ribu dolar tiap platform (atau malah lebih??)
Upside potential di blok tersebut yang berupa attic structures maupun lead and prospect baru bisa lebih besar dari perhitungan konvensional BP.
Kalau dibandingkan dengan kiprah Pertamina waktu kalah bersaing dengan CNOOC memperebutkan interest dan operatorship Repsol-YPF di Block SES tahun 2002, kelihatannya Pertamina saat ini jauh lebih agresif dan berani bayar lebih mahal (dolar per barelnya). Mungkin karena daerah yang diakusisi sekarang bersebelahan dengan daerah di mana waktu 2002 dulu mereka kalah bersaing. Atau mungkin ada pertimbangan lain, entahlah. Mudah-mudahan saja tidak ada hubungannya dengan pemilu Pilpres dua minggu kemudian dari saat transaksi. Mudah-mudahan juga tidak berhubungan dengan isu sebelum-sebelumnya bahwa Karen sang Direktur Utama ditekan-tekan oleh kalangan politisi. Mudah-mudahan.
BP to sell West Java interests to Pertamina
Release date: 25 June 2009
BP today announced that it has agreed the sale of its wholly-owned subsidiary, BP West Java Limited (BPWJ), to Indonesian state-owned oil and gas company PT Pertamina (Persero).
BPWJ holds a 46 per cent interest in and is the operator of the Offshore North West Java production sharing contract (ONWJ PSC) in Indonesia.
Pertamina will purchase 100 per cent of BPWJ from BP for a consideration of US$280 million, subject to final adjustments prior to closing. The two companies anticipate completing the transaction by 30 June, 2009 and Pertamina will take over operatorship of the ONWJ assets. In addition, BP and Pertamina have agreed to co-operate on developing coalbed methane in Indonesia.
Andy Inglis, BP's chief executive of exploration and production said: "Indonesia is an important country for BP, where we are focusing our upstream oil and gas interests on the continuing development of our VICO joint venture in Kalimantan and our Tangguh LNG project in Papua. We are confident that ONWJ will prove a natural fit with Pertamina's existing businesses and they are the right company to take on this excellent asset with first class people. We also look forward to working jointly with Pertamina to evaluate coalbed methane resources on their significant acreage position."
BP and Pertamina have also agreed to deliver the commitments made to the approximately 400 BPWJ employees regarding their employment benefits.
The ONWJ concession covers an area of 8,300 square kilometres immediately offshore West Java stretching from north of Cirebon to the Kepulauan Seribu. Facilities include 314 producing wells and 218 offshore structures, of which eleven are permanently manned flow-stations for processing and compression, and 375 pipelines covering 1,250 kilometres in distance, as well as three onshore gas receiving facilities. ONWJ's current average gross production is approximately 220 million cubic feet of gas and 22,000 barrels of oil per day.
The ONWJ PSC supplies gas for power generation, and industrial, commercial and residential consumption in the greater Jakarta area. BP will work with Pertamina to ensure that customers' supplies are not affected by the transfer of ownership.
The sale will not affect BP's other interests in Indonesia, which remains a core area for BP with the Tangguh, VICO, Castrol and petrochemical businesses. BP is continuously looking for ways of growing these assets and accessing new opportunities through development, exploration and renewal.
Notes to editors:
Through various heritage companies, BP has over 35 years experience and is one of the largest foreign investors in Indonesia. Every BP mainstream business is represented here, from upstream (Tangguh and VICO) to downstream (Castrol) and petrochemicals (PT AMI).
PT Pertamina (Persero) is Indonesia's state-owned integrated oil and gas with more than 50 years experience in the challenging geological environment of Indonesia and in pioneering the development of LNG. Its businesses include the exploration and production of oil and gas; the refining, marketing of oil products and petrochemicals; and the development of biofuels, geothermal power and other sustainable alternative energy sources. Pertamina has operations and facilities throughout Indonesia, and serves the energy needs of over 220 million Indonesians.
The other holders of interests in ONWJ PSC are: CNOOC ONWJ Ltd. (36.7205 per cent), Inpex Jawa Ltd (7.2500 per cent), Orchard Energy Java B.V. (Salamander) (5.0000 per cent), Itochu Oil Exploration Co, Ltd. (2.5795 per cent) and Talisman Resources (N.W. Java) Ltd (2.4500 per cent).
Further enquiries:
UK:
Name: David Nicholas
Title: Press Officer
Phone: +44 (20) 7496 4708
Mobile: +44 (0)7831 095541
Email: nicholdh@bp.com
Indonesia:
Name: Tantri Yuliandini
Title: Sr. Communication Officer
Phone: +62 (21) 7854 9864
Mobile: +62 811 8112440
Email: tantri.yuliandini@bp.com
Semburan Lumpur-Gas di Serang
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi yang membaca. Saya coba tampilkan tiga gambar yang menjelaskan apa yang kemungkinan terjadi dengan pemboran air di Walikukun, Carenang, Serang Banten yang akhirnya hari Sabtu yang lalu mengeluarkan gas dan lumpur sampai sekarang.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi yang membaca. Saya coba tampilkan tiga gambar yang menjelaskan apa yang kemungkinan terjadi dengan pemboran air di Walikukun, Carenang, Serang Banten yang akhirnya hari Sabtu yang lalu mengeluarkan gas dan lumpur sampai sekarang.
Lokasi Kampung Astana Anyar tersebut di peta geologi terletak di daerah dataran aluvial Sungai Ciujung - Cidurian, yaitu sungai-sungai Holocene yang mengalir selatan utara dari daerah tinggian gunung api Jawa Barat ke arah pantai utara Jawa. Selain itu dari setting tektoniknya, dia juga berada di daerah Tinggian Tangerang yang di beberapa literatur juga disebut menerus dengan Platform Seribu di utaranya. Di bagian timurnya kita dapati Ciputat Low dan di Selatannya kita dapati Rangkas Low. Sungai Ciujung sendiri kemungkinan dikontrol oleh pola bidang lemah kelurusan patahan utara-selatan yang menjadi ciri khas pola cekungan di daerah tersebut. Sumur-sumur yang pernah dibor di sekitar daerah ini adalah Cileles-1, Rangkasbitung-1, dan Tangerang-1 di selatan dan tenggara daerah "rembesan" gas-lumpur Serang ini. Cileles punya oil/gas show, sementara Rangkasbitung-1 dan Tangerang-1 laporannya dry hole saja. Tangerang-1 (dan Rangkasbitung-1 juga) dibor di daerah yang dianggap tinggian, walaupun delineasinya masih masuk di dalam bagian tepi dari cekungan NWJava Basin. Di sebelah barat dari lokasi Gas-Mudflow Serang juga didapatkan data rembesan minyak dari data Belanda (didapatkan waktu survei permukaan Pertamina-Repsol tahun 90an). Meskipun di daerah tinggian, besar kemungkinan rembesan-rembesan minyak (seperti yang dilaporkan oleh Belanda tersebut) juga menggejala di sekitar daerah Tangerang High- Seribu Platform ini. Artinya, komponen petroleum system: SR, maturity, migrasi, semuanya sudah terpenuhi. Tinggal dicari reservoir, seal dan trapping nya yang suitable, apakah ada di daerah tersebut?
Pemboran air yang akhirnya mengeluarkan gas dan lumpur di Serang ini nampaknya kemungkinan bisa berasal dari dua sumber. Kemungkinan pertama dari lapisan aluvial Ciujung Holocene yang kemungkinan merupakan gas rawa biogenic yang diakibatkan oleh proses fermentasi suhu rendah tapi kaya organik dan kondisi reduksi, kemungkinan kedua dari lapisan Parigi Limestone yang mengandung isi biogenic gas seperti yang didapatkan di lapangan-lapangan BP di offshore. Di daerah tinggian Tanggerang - Seribu Platform ini begitu anda mengebor permukaannya maka di bawah aluvial akan anda temukan lempung tebal Formasi Cisubuh yang merupakan batuan penutup yang ideal. Masalahnya adalah seberapa tebal aluvial recent-nya? Apakah 30 - 40 meter sudah habis aluvial Ciujungnya, kemudian langsung masuk ke lempung Cisubuh sampai dengan 70 meter kemudian di 70 meter menembus Gamping Parigi yang berisi Gas Biogenic? Kalau memang begitu kasusnya maka gas yang sekarang keluar akan terus menerus keluar karena resources-nya akan jauh lebih besar dari sekadar gas rawa endapan aluvial biasa yang dalam satu - dua minggu pun kemungkinan akan depleted. Apalagi kemungkinan adanya tekanan yang direpresentasikan dengan tingginya semburan sampai dengan 15 meter kemudian terjadi intermittent variation dari tinggi semburan, semuanya mengindikasikan adanya sistem tekanan yang kemungkinan lebih besar daripada sekadar tekanan fasa gas di sistem terbuka gas rawa aluvial — itu lebih mengindikasikan sistem tekanan tertutup dari reservoir Parigi.
Kedua alternatif interpretasi sama-sama mengindikasikan biogenic gas, bedanya adalah kalau berasal dari aluvial, maka sistem tekanannya akan ringan (terbuka, cepat habis), sementara kalau berasal dari Parigi, maka sistem tekanannya tinggi, tertutup dan akan long-lasting. Bisa jadi lubang akan bertambah besar untuk kompensasi sistem tekanan yang besar tersebut.
Apakah kasus bawah permukaannya sama dengan Lumpur Sidoardjo? Less likely. Kalau di Lusi, kita berhadapan dengan mud-diapir. Ada lapisan lempung/lumpur tekanan tinggi Kalibeng Atas yang terus menerus aktif mengeluarkan lumpur ke permukaan. Sementara itu di Serang sini, tidak pernah tercatat analogi Cisubuh sebagai overpressure shale yang significant apalagi mud-diapir. Jadi kemungkinan lumpur yang keluar merupakan hasil penggerusan dari lempung Cisubuh oleh gas dan air yang berasal dari Parigi Formation. Skenario hipotesis ini semua masih perlu dibuktikan dengan analisis lumpur (umur, kematangan, komposisi, dan sebagainya), analisis air (seperti asin atau tidaknya), dan tentunya analisis gas dan batuan lain yang keluar dari semburan (kalau-kalau memang ada bongkah gamping di dalamnya kemungkinan Parigi terlibat).
Apapun penyebabnya, semburan tersebut harus ditutup untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Memang masih belum terbayang efeknya akan sebesar daerah Banjar Panji, karena tipenya juga berbeda dan kedalamannya berbeda, tetapi bukan berarti kita bisa santai-santai saja. Tutup segera!!! Tentunya dengan menggunakan metodologi dan peralatan yang sesuai kaedah keteknikan di oil and gas. Pertamina punya operasi di daerah Bekasi. CNOOC dan BP juga punya daerah operasi berdekatan di offshore daerah tersebut. Mudah-mudahan lewat BPMigas - ESDM Pusat dan ESDM Provinsi bisa diusahakan untuk membantu masyarakat di sana segera menangani semburan tersebut dengan menutupnya. Mumpung baru tiga hari.
Overpressure
Tekanan berlebih, anugerah para pencari, bahaya para penggali.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Tekanan berlebih, anugerah para pencari, bahaya para penggali.
Di kelompok tidak biasa (abnormal), bersama-sama dengan tekanan sub-normal, alias under-pressure, tekanan berlebih tak pernah mau bersenyawa (berhimpit raga) dengan garis tekanan normal air biasa. Begitu adanya: bukan direkayasa.
Aku mulai menggambarkannya dalam grafik-grafik, 25 tahun yang lalu, di ujung kantuk, di antara mata saga para penjaga amanah: penggali-penggali minyak di belantara Kalimantan sana.
Aspek bahaya (hazard) dari tekanan berlebih ini, berulang kali teronggok di keberadaanku sebagai sandaran pertanyaan para pencari jawaban. Sementara aku lebih sering tertarik pada anugerahnya, manfaatnya: mengabarkan keberadaan perangkap-perangkap migas di bawah sana. Tapi apa mau di kata: begitulah adanya dunia sekitar. Kekhawatiran demi kecemasan demi keruwetan demi penyelamatan: wajah industri migas yang belepotan, dengan imaji ngeri bahaya-bahaya yang ditimbulkan memaksaku berkali waktu bercanda dengan analisis bahaya. Tekanan berlebih — overpressure zone, the journey continues....
Aku menyapanya 2 Juni, 2006, dalam perjalanan Surabaya-Malang, meleler di sepanjang pinggiran jalan tol. Ada yang bilang dia dimuntahkan kematangan gerakan tektonika. Dia berbisik: ah, ada yang menggelitikku bangkit, keteledoran manusia menyiasati alam dengan teknologi dan efisiensi.
Aku ingat pernah menyapanya 25 Agustus 1985, di perbukitan bergelombang Mutiara, saat dengkulku gemetar berlarian menyaksikan 1 rig ditelan murka tekanan berlebih di danau semburan liar. Gesit Mutiarta pun lahir di tahun yang sama 18 Novembernya.
Penyebab-penyebab tekanan lebih di bawah sana ada beberapa. Ada kolom hidrokarbon (terutama gas) yang menjulang tinggi di atas kontak air (gas-reservoir coloumn), ada kompaksi yang tidak seimbang (disequilibrium compaction), ada tekanan karena pemanasan air (aqua thermal pressuring), ada transformasi mineral lempung yang menghasilkan air (smectite-illite transformation), ada kematangan kerogen menjadi hidrokarbon (source-rock maturation), ada pengaruh patahan yang meletakkan batuan lebih kompak (lebih tua) di atas batuan lebih lunak, lebih muda (tectonic-fault mechanism), ada juga kombinasi dari beberapa faktor yang disebut di atas secara simultan.
Lalu mud diapir dan mud volcano, yang sering disebut-sebut sebagai kambing hitam. Apa hubungan mereka dengan tekanan berlebih ini? Mud diapir dan mud volcano pasti mengandung sistem tekanan berlebih sementara tekanan berlebih tidak harus selalu mengejawantahkan diri dalam bentuk mud diapir maupun mud volcano.
Cobalah terbang bak burung garuda, picingkan mata pandang sasaran ke bawah, mulailah dari mengenalinya di permukaan, sebelum bercumbu dengan kompleksitas bawah permukaan. Semburan lumpur, luahan air asin, rembesan gas dan minyak, singkapan sedimen laut dalam ataupun endapan prodelta yang punya kematangan gas, diselang-seling cacahan retakan dan pergeseran sesar naik yang rancak berpola. seperti di Sepaku, seperti di Gitan, seperti di Batuputih, seperti di jalur Kendeng, seperti di Madura, semuanya mengabarkan: ada tekanan berlebih jika kau hunjam bawah permukaan. Lautmu pun tak pernah bening, lumpur dan rembesan hidrokarbon memuntahi zona tembus cahaya, mengabur-ngaburkan. Tapi bagiku kabar bahaya dari bawah sana jelas bersirobokan, seperti di sepanjang pantai utara Pasuruan-Probolinggo-Situbondo-Banyuwangi yang tak pernah jernih kecuali di Pasir Putih.
Maka saat kenyataan menghadang, kalibrasikan itu semua dengan catatan pemboran dari sumur-sumur yang pernah menghunjam. Karena itulah kenyataan, itulah pengukuran: yang tak bisa kau bandingkan kemurniannya hanya dengan interpretasi getaran gelombang seismik yang bisa saja, bisa saja, bisa-bisa saja.
Ayo kita tulis dan baca beberapa poin berikut ini:
Gas latar belakang/background gas (BG) adukan dalam absis yang berlawanan dengan berat lumpur/mud weight (MW), turunkan dari atas ke bawah dalam ordinat kedalaman. Kalau diperlukan, masukkan trend gas penyambungan/connection gas (CG) dalam keseluruhan analisis. Dimana BG berpelukan MW, dan CG ikut nimbrung merestui, tariklah batasan zona tekanan berlebih. Ingat transisi (over pressure transition zone) yang masih terus naik dan ingat tekanan berlebih keras (hard over pressure zone) yang tak kan melepaskan gas latar belakangmu pergi. Angka 11 angka 13, mungkin bisa dijadikan pegangan.
Temp-in, Temp-out, Continuous Temperature Plot LWD, atau pun BHT di kedalaman-kedalaman logging, cobalah menguraikannya lagi lagi dalam ordinat kedalaman (Temperature vs Depth Plot). Cari dogleg, perubahan trend kelandaian suhu (temperature gradient), karena sebenarnya tekanan berlebih punya perambatan suhu berlebih. Di dalam zona tekanan berlebih konduktifitas panas jauh lebih tinggi daripada di zona tekanan normal, baik itu disebabkan oleh pengendapan penguburan cepat dan atau kompaksi yang tidak seimbang, maupun oleh aquathermal pressuring.
Densitas serpih, baik yang diukur oleh mudlogger yang tercantum dalam mudlog, maupun yang diukur oleh alat perekam logging (Rhob) haru juga dimainkan plot-nya dengan kedalaman (Rhob vs Depth). Kalau benar sang tekanan berlebih kita muncul, maka sesuai dengan karakternya (yang juga jadi salah satu mekanisme penyebabnya), maka kompaksi dalam zona ini menyalahi trend kompaksi umumnya, yaitu terjadi ketidak-seimbangan kompaksi di dalamnya. Jika pada umumnya shale/clay/lempung mengalami pemadatan-kompaksi bersama dengan penambahan kedalaman, maka begitu memasuki zona tekanan berlebih: trend kompaksi tersebut tidak berlanjut, tidak berlaku, dan malahan berlawanan arah: yakni makin dalam makin tidak kompak alias tidak padat bin tidak pepat. Jika kita temukan subtle dogleg pengurangan derajat kompaksi sebelum benar-benar memasuki daerah kompaksi berbalik (tekanan berlebih), maka subtle dogleg zone tersebut dapat kita assign sebagai Zona Transisi menuju Tekanan Berlebih.