Ilmuwan Rusia dan Lusi
Lumpur Lapindo dikarenakan gempa bumi Jogja, kata ahli dari Rusia. Apa memang begitu Yang?
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Lumpur Lapindo dikarenakan gempa bumi Jogja, kata ahli dari Rusia. Apa memang begitu Yang?.. Apa tak ada ahli Indonesia yang bisa meyakinkan pemerintah?
Rek, yang bisa meyakinkan pemerintah dalam kasus Lusi ini adalah ahli politik, karena sudah dibikin sedemikian rupa di posisi-posisi kunci pemerintahan terkait dengan kasus Lusi ini diisi oleh orang-orang yang tidak lagi mau mendengar pendapat selain bencana alam tanpa penyebab proses manusia. Acara dan ekspose berita tentang Ilmuwan Rusia ini ditengarai sebagai salah satu gerak offensive mereka dalam rangka meredam kembali keinginan untuk menyelesaikan urusan Lusi ini (yang dirangsang oleh keberhasilan PTTEP di Montara Laut Timor dan BP di Horizon Gulf of Mexico). Perlu gerakan terpadu dan lebih bersistem untuk melawan pembodohan massal dan politisasi yang sistematis ini.
—
Yang apa kabar.. Semoga masih ada geologist lokal yang masih waras; karena aku lihat di tvOne ada "pakar" rusia bilang Lumpur Sidoarjo karena gempa bumi ngantem mud volcano. Tidak ada hubungan dengan pemboran.. What do u say?
tvOne khan punya Bakrie, broer. Dan acara ilmuwan rusia itu menurut analisisku direkayasa untuk menahan laju gerak kesadaran sebagian birokrat sekitar SBY dan masyarakat yang terinspirasi sukses killing well PTTEP di Montara Laut Timor dan BP di Horizon Teluk Meksiko untuk jajaki lagi kemungkinan hentikan semburan Lumpur Sidoardjo terutama dengan nge-run 3D seismic dulu. Mungkin mereka khawatir gerakan meninjau kembali kondisi Lusi akan menyeret mereka kembali. Makanya mereka meng-endorse dan sekaligus menyebarluaskan acara itu. Kalau kita amati, basis saintifik rusia itu lemah dan legitimasi lembaganya dipertanyakan. Di acara itu sama sekali gak diundang para ahli geologi yang punya pendapat beda. Sebagian besar birokrat kita yang berurusan dengan Lusi ini pun nampaknya sudah ikut dalam skenario dan punya kepentingan semua: Badan Geologi (ESDM), BPLS. dan juga BPMIGAS. Untung IAGI yang diwakili Ketua Umumnya (Presiden) Lambok Hutasoit menyatakan bahwa seminar tersebut gak imbang. Malah dia menantang orang-orang Rusia itu datang ke ITB untuk diskusi dengan ilmuwan-ilmuwan yang punya pendapat beda. So, it’s all about politics.
Tentang Lusi dari ADB (Hasil Mengikuti Undangan Brainstorming Mematikan Semburan Lusi oleh Badan Geologi - Jumat 27/08/10)
Usaha teknis untuk mematikan semburan Lusi tidak bisa dipisahkan dari penanganan masalah sosialnya, harus menjadi satu paket, kalau tidak, maka jangan pernah berpikir untuk mematikannya.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Usaha teknis untuk mematikan semburan Lusi tidak bisa dipisahkan dari penanganan masalah sosialnya, harus menjadi satu paket, kalau tidak, maka jangan pernah berpikir untuk mematikannya. Kalau masalah sosial seperti pembayaran ganti rugi yang terkatung-katung karena pemerintah sangat toleran terhadap performance janji Lapindo tidak diberesi maka dijamin segala usaha keteknikan yang akan dilakukan akan mengalami hambatan di lapangan. Itulah yang terjadi sekarang ini. Biarpun konon kabarnya SBY mendapat bisikan banyak pihak dari luar maupun dalam yang terinspirasi oleh keberhasilan penanganan blow out di Montara (NWShelf) dan Horizon (Gulf of Mexico) untuk mulai berfikir lagi soal mematikan sumber semburan LuSi, tetap saja dia sebagai presiden tidak bisa lari dari kenyataan bahwa penanganan masalah sosial di LuSI sampai sekarang masih amburadul. Makanya dari awal-awal seperti ini sebelum sang presiden peragu dan banyak pikir ini dipengaruhi oleh banyak pihak untuk grusa-grusu mengadopsi keberhasilan kill well di NWShelf maupun GOM untuk Lusi, saya teriakkan ke mana-mana: beresi juga ganti rugi dan masalah-masalah sosial lainnya (pemindahan penduduk, pendidikan, jalan raya macet dan sebagainya). Jangan cuma fokus ngomong tinggi-tinggi soal teknisnya. Biarlah masalah teknis dibicarakan dan direncanakan ahlinya, tapi masalah sosial harus anda kawal dan paksakan sesegera mungkin untuk diberesi, supaya nantinya usaha teknis ini di-ridho-i dan tidak mendapat gangguan masyarakat
Berdasarkan kesepakatan teknis saintifik yang sudah beberapa kali dibahas di level asosiasi profesi maupun di kalangan ahli lembaga-lembaga pemerintah, disebutkan bahwa usaha teknis pertama yang harus dilakukan dalam rangka menuju ke perencanaan killing source (bukan well, karena well-nya dah gak keliatan lagi?) dari Lusi ini adalah running 3D seismik dengan desain khusus seperti yang sudah didesain oleh kawan-kawan BPPT dan Elnusa dan sudah di-endorse oleh forum-forum IAGI maupun HAGI dalam berbagai kesempatan dalam dua tahun terakhir ini. Akuisisi data baru ini menjadi sangat crucial karena akan memberikan gambaran baru tentang kondisi bawah permukaan dalam di bawah Lusi yang selama ini cuma bisa dikira-kira saja oleh berbagai kalangan, termasuk oleh para drilling engineer yang mencoba merencanakan drilling program mematikan sumur BP-1 (mereka menggunakan data engineering dari pemboran BP-1, tapi masih perlu dikuatkan oleh data terbaru 3D seismik untuk konfirmasi).
Integrasi data dan interpretasi 3D seismik baru tersebut mutlak harus dilakukan dengan data engineering dari BP-1 maupun relief well sesudahnya dan juga dari data geologi geofisik permukaan dangkal yang diakuisisi dalam empat tahun terakhir ini.
Khusus untuk asosiasi profesi seperti IAGI, HAGI, dan IATMI, dimohon untuk tidak berat sebelah dalam mengungkapkan berbagai data teknis dan interpretasinya, jangan mengulang kesalahan-kesalahan sebelumnya yang hanya memihak pada satu sisi pendapat para ahli tertentu saja, padahal secara nyata berkembang argumen-argumen counter dari pendapat-pendapat tersebut. Biarkanlah kedua-dua pendapat tersebut berkembang karena line of reasoning dari masing-masing bisa jadi akan bermanfaat bagi rencana penanggulangan mematikan semburan ini nanti. Biarlah nanti di level pengambilan keputusan melakukan excercise yang disebut sebagai: "probability atau uncertainity management", yaitu mengambil keputusan berdasarkan ketidakpastian dari berbagai teori penyebab maupun kondisi situasi bawah permukaan-permukaan LuSi. Tentunya dalam sekuen pengambilan keputusannya terkandung asas manfaat lebih banyak daripada mudharat.
Maka, bismillah. Mudah-mudahan kita semua berhasil bersama-sama maju ke depan menanggulanginya.
Mengimbau Krisis, Menekan Manis (BPMigas dan Revisi UU Migas)
Membaca tulisan seorang kawan di BPMigas yang terkait dengan menggalakkan eksplorasi, meningkatkan cadangan, membuka wawasan baru, datang ke daerah-daerah frontier, menerapkan ide-ide baru, dada rasanya jadi sesak.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Membaca tulisan seorang kawan di BPMigas yang terkait dengan menggalakkan eksplorasi, meningkatkan cadangan, membuka wawasan baru, datang ke daerah-daerah frontier, menerapkan ide-ide baru, dada rasanya jadi sesak. Membayangkan kawan saya seorang saintis sekaligus birokrat yang mengurusi operasionalisasi kontrak-kontrak migas di Indonesia; seolah-olah tanpa daya: mengimbau, mengimbau, dan mengimbau.
Seakan-akan kita semua berada pada satu labirin yang berputar-putar di mana wakil pemegang hak atas kekayaan "mineral" (mineral right) tak berdaya dan hanya mengeluhkan mereka yang menjalani operasionalisasi kontrak sebagai: kurang berani, hanya bermain-main dengan portfolio, mengebor tidak untuk cari minyak, berputar-putar di daerah mature, dan sebagainya.
Apakah memang tugas BPMigas hanya mengimbau? Tentu saja tidak. BPMigas mewakili kepentingan 65% sampai dengan 87,5% dari kontrak kerja sama bagi hasil dengan KKKS-KKKS yang mereka awasi. BPMigas punya otoritas persetujuan (dan ketidak-setujuan) terhadap semua program E&P KKKS terutama yang ada urusannya dengan duit (tentu saja). Mestinya nuansa "mengimbau" dalam hubungannya BPMigas dengan KKKS tidak perlu ada, kalau terjadi komunikasi yang selaras-harmonis antar pemegang kepentingan, dalam hal ini KKKS dan BPMigas, yang harusnya dibangun sejak awal asal muasal kontrak diteken. Terobosan yang dilakukan oleh R.Priyono sebagai Ka BPMigas dengan menyebar "wakil-wakil" dari BPMigas menjadi VP-VP proyek di berbagai KKKS besar (terutama yang berproduksi) dapat dikatakan sebagai salah satu upaya untuk menjalin komunikasi tersebut. Memang ada banyak tujuan lain yang lebih langsung bisa dirasakan manfaatnya, seperti (maunya) memperpendek birokrasi perizinan di BPMigas (karena sudah tersaring lebih dulu di level VP KKKS nominee BPMigas tersebut), ataupun menjulurkan tangan pengawasan lebih dalam ke dalam pelaksanaan operasional KKKS dan sebagainya. Tetapi jalinan komunikasi itu perlu. Harus. Paling tidak, lewat VP-VP itulah harusnya kawan tersebut dapat menekankan (bukan menghimbau) kondisi darurat migas kita sebagai penggerak utama kumpeni-kumpeni tersebut untuk tidak berleha-leha dan bermain-main saja.
Mungkin tidak terlalu berlebihan kalau kita berharap BPMigas sebagai otoritas tertinggi pengelola kontrak-kontrak E&P Migas di Indonesia bukan sekadar mengimbau. Selain menekankan (dengan sanksi – bukan dengan “sangsi” alias ragu-ragu yang selama ini nampaknya terjadi), BPMigas seharusnya juga dapat mengambil alih operasi untuk kepentingan emergency. Nah, kurang emergency apa kita sekarang ini? Krisis energi.
Benahi dulu kelembagaan yang terkait dengan urusan migas kita lewat aturan-aturan legal, mumpung UU Migas sedang direvisi!!!!!
Pertanyaan-Pertanyaan
Apakah anda punya afiliasi partai tertentu? Bagaimana pendapat anda tentang kontrol partai lewat DPR terhadap jalannya pengawasan operasi KKKS oleh BPMigas?
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Apakah anda punya afiliasi partai tertentu? Bagaimana pendapat anda tentang kontrol partai lewat DPR terhadap jalannya pengawasan operasi KKKS oleh BPMigas?
Bagaimana profil rasio kecepatan penambahan cadangan dibandingkan dengan produksi minyak kita di Indonesia sepuluh tahun terakhir ini? Dan bagaimana rencana dan realisasi anda dalam setahun ini dalam rangka mengubah profil tersebut menjadi lebih baik?
Ada yang mengatakan bahwa bukanlah faktor geologi/engineering yang membuat panjangnya waktu antara penemuan dengan realisasi produksi, tetapi lebih ke masalah non-teknis, yaitu perizinan (BPMigas-Migas-daerah) yang berkepanjangan, soal tanah, dan sebagainya. Bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut?
Penggunaan per-bank-an dalam negeri untuk menunjang operasi KKKS banyak tidak disukai oleh kalangan investor asing. Bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut? Apakah itu tidak justru menyurutkan minat untuk investasi lebih banyak di E&P?
Bagaimana usaha anda untuk membuat semakin banyak komponen dalam negeri terlibat dalam usaha operasi migas baik yang inti maupun penunjangnya lewat pengawasan operasi hulu ini? Apakah publik bisa mengetahui profil pengurangan volume dan jumlah absolut kontrak-kontrak TSA (Technical Service Abroad) yang disetujui BPMigas sebagai bukti dari performance BPMigas memajukan industri dalam negeri?
The Clinckers = Tuffaceous Rocks Associated with Burning Coals
Mohon berhati-hati dengan interpretasi fenomena batuan bersifat tufaan yang berada di sekitar interval batu bara yang sudah teralterasi, terutama di Miocene coal di Cekungan Kutai.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Mohon berhati-hati dengan interpretasi fenomena batuan bersifat tufaan yang berada di sekitar interval batu bara yang sudah teralterasi, terutama di Miocene coal di Cekungan Kutai.
Memang belum ada satu pun dipublikasikan paper yang khusus membahas tentang masalah ini di daerah tersebut, tetapi saat aku masih bergentayangan bersama tim pemetaan regional VICO 1991-1998 di daerah Kutai (hilir dan hulu), penelitian khusus yang cukup intensif tentang gejala tersebut telah kami lakukan untuk menjawab keanehan kontradiksi antara penyebaran tuffaceous rock tersebut dengan sejarah vulkanisme di Miocene sendiri (yang tidak klop).
Prof. Sukendar Asikin, juga almarhum Prof. Rubini, sempat kami ajak juga jalan-jalan melihat berbagai fenomena tuffaceous rock tersebut, paling tidak di sembilan lokasi yang berhasil kami petakan di seputaran aliran S. Mahakam, bahkan dengan menggunakan bantuan magnetometer, karena sebagian besar produknya juga sampai berupa grape stone basalt yang berongga-rongga yang punya kemagnetan tinggi. Salah satu lokasi di Loa Tebu dekat Tenggarong malahan dideskripsikan sebagai "welded-tuff" oleh para pakar petrologi yang kami ajak ekskursi ke sana.
Secara asosiasi, semua fenomena tuffaceous rock (sampai ke scoriae grape stone basalt) itu didapatkan di sekitar daerah (atau dekat kontak dengan) batu bara yang terbakar; bahkan di delapan dari sembilan lokasi yang kami teliti asap batu bara terbakar itu terus menerus mengepul bertahun-tahun. Batu bara-batu bara yang terbakar itu pada umumnya tersingkap di permukaan, tapi ada pula yang terkubur agak dalam di bawah permukaan, yang mana asapnya terus menampakkan diri keluar dari rekahan-rekahan di sekitar lokasi tersebut. Ciri umum lainnya adalah dijumpainya banyak lapisan kemerahan seperti genteng ("kreweng" bahasa jawa) di sekitar daerah kontak antara batu bara terbakar tersebut dengan lempung di sekitarnya.
Kami juga berhasil mencoba merekayasa proses yang kemungkinan terjadi akibat kontak panas tersebut dengan lempung, yaitu dengan mengambil contoh lempung abu-abu yang masih segar pada suatu singkapan di daerah Mutiara (Samboja) pada jarak sekitar 10 meter dari batu bara yang terbakar, di mana terjadi urut-urutan perubahan warna menjauhi batu bara dari hitam keras seperti kerak, menjadi putih seperti tuffa, menjadi merah kecoklatan, kemudian menjadi lempung segar abu-abu. Lempung abu-abu yang segar itulah yang kami sampling, kami bawa ke laboratorium DIM di Soekarno Hatta. Kemudian bekerja sama dengan kawan-kawan periset DIM waktu itu, kami panaskan lempung tersebut secara bertahap dari 100 sampai 600 degree celcius dalam tungku tertutup, di mana pada 200, 400 dan 600 degree kami ambil hasil prosesnya. Dan hasilnya menunjukkan urut-urutan yang sama dengan yang kami lihat di lapangan. Secara petrografis deskripsi dari batuan-batuan ubahan itu adalah basalt, tuff, tuffaceous clays, dan atau tuffaceous sandstone di mana didapatkan komponen-komponen gelas yang jelas dalam sayatan. Tetapi secara genesa, kami tahu persis bahwa itu semua adalah hasil laboratorium dan juga hasil sampling di lapangan dekat kontak dengan batu bara terbakar tadi.
Kalau kita menyelisik literatur, fenomena seperti ini sudah dikenali orang sejak awal abad 20 dalam bentuk publikasi oleh Bastin (1905) di Journal Geology untuk daerah Eastern Wyoming. Mereka menyebutnya sebagai clinkers. Banyak paper yang ditulis tentang clinkers yang berhubungan dengan coal di Fort Union formation yang terbakar dan mengubah sedimen-sedimen di sekitarnya di daerah Wiliston (Montana), dan Powder River Basin (Wyoming). Waktu itu counterpart kami di VICO juga banyak membawakan paper dari Wyoming dan Montana untuk referensi laporan internal diintegrasikan dengan hasil riset kita. Fenomena batu bara terbakar menghasilkan tuffaceous rocks ini juga dideskripsikan sebagai tuffa dengan tanda tanya oleh Land & Jones (1987) untuk batu bara-batu bara di Samarinda (Land, D.H., dan C.M. Jones, 1987, Coal geology and exploration part of the Tertiary Kutai Basin in East Kalimantan, Indonesia: in Scott, A. (ed.): Coal and coal bearing strata: Recent advances, Geological Society Special Publication no. 32, 235-255).
Kesimpulan kami pada waktu itu, tuffaceous rock tersebut adalah efek dari burning coals karena sifat self combustability-nya (biasanya ash content-nya tinggi); jadi kita tidak perlu khawatir dengan anomali-anomali "volcanisme" pada Misoen Tengah dan Miosen Akhir yang hampir saja menjadi dispute kalau waktu itu kita kontraskan dengan data-data vulkanik daerah hulunya Kutai dan juga penyebarannya yang ternyata hanya lokal-lokal saja. Apakah hal serupa terjadi juga di Eosen dan juga di Barito: saya belum pernah lakukan riset secara khusus. Tapi di Tarakan, saya banyak melihat fenomena serupa juga di Tabul, Meliat, dan Tarakan Fm.
Mudah-mudahan bermanfaat.
———
From: Noel Pranoto
To: economicgeology@yahoogroups.com
Sent: Friday, June 18, 2010 6:58 PM
Subject: Re: [economicgeology] Washability testPak Kamsul,
Sebagai latar belakang, kehadiran tuffaceous rock di sekitar batubara sering terjadi pada Tertiary coal di Indonesia. Setidaknya ini bisa diamati pada Eosen dan Miosen coal di Cekungan Barito, Asam-asam dan Pasir. Bahkan di Cekungan Pasir rata-rata mineral matter (sering disederhanakan sebagai "ash" saja) yg terdapat pada batubara berasal dari volcanic airborne tuffaceous yg terendapkan bersama-sama seam batubara. Di kalangan coal geologist kita sering menyebut "tonstein", suatu lapisan tuffaceous di sekiar interval batubara yg sudah teralterasi namun masih bisa terlihat jelas "glass shard"-nya pada sayatan petrografi. Tonstein ini seperti yg kita duga sangat berguna sebagai penanda (marker) dalam korelasi lapisan batubara karena distribusinya yg luas/lateral.Kembali ke pada washability, sepanjang ada perbedaan densitas maka washability test (dan langkah selanjutnya adl simulasi wash plant) dapat digunakan untuk menguji seberapa efektif "ketercucian" tadi. Tuffaceous rocks densitasnya relatif masih lebih tinggi daripada batubara namun yg umumnya sering bermasalah dlm proses benefisiasi adl besar butir dan ini bukan hanya berlaku untuk batuan tuffaceous tapi batuan lain dan material lain spt tanah/soil. Saya bukan metalurgist tapi kasarnya jika butiran pengotor ini sangat kecil maka suspensi pada sink/float test tidak terbentuk dan material ini akan terbawa menjadi produk.
Kembali ke pertanyaan Pak Kamsul, intinya uji ini masih bisa digunakan jika pengotornya infil material klastik halus. Uji yg digunakan utk butiran halus ini (fine, >0.75mm) adl froth floatation.
Semoga membantu.
Salam,
Noel