(Prediksi Semburan Lumpur Lapindo)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Pada dasarnya sebenarnya tidak ada verifikasi tentang metode yang disetujui dan disepakati sama-sama secara ilmiah untuk menentukan besarnya volume semburan Lumpur Lapindo selain yang pasti-pasti mengukur penambahan volume per satuan waktu (itu pun diperdebatkan data apa yang dipakai) tanpa pernah memperhatikan “additional volume” yang ter-absorb oleh penurunan tanah setiap waktu.
Secara pengamatan pribadi, saya lebih cenderung menganggap angka-angka yang dilaporkan BPLS maupun Badan Geologi adalah angka-angka kira-kira yang minimal — optimistic berkurang — dan kita semua harus sedikit menambahkan besarannya dari apa yang mereka laporkan secara resmi untuk mengakomodasi faktor ketidakpastian metode pengukuran dan juga tidak diperhitungkannya volume yang ikut subsidens tanah.
Agak aneh ketika laporan tersebut menyetir hasil penelitian Davis 2012 yang menyatakan bahwa dalam lima tahun ke depan (2012 – 2017) semburan akan menurun jadi tinggal 3000-5000 m³/hari saja, di mana metodologi pengukuran dan prediksinya dipertanyakan plus data Agustus 2013 versus data Agustus 2012 yang dinyatakan BPLS dalam ekspedisi Agustus lalu sama sekali tidak mendukung prediksi Davies tersebut .
Dan lebih parah lagi, setelah menyetir prediksi Davis tersebut, kemudian disimpulkan “tidak diperlukan upaya untuk menghentikan luapan apabila biaya untuk menghentikan terlalu besar.”
Menurut saya masalah utama Lumpur Lapindo bukan hanya Volume Semburan, tapi juga keadaaan bawah permukaan yang tak seorang ahli pun dapat mengklaim bahwa dia tahu apa yang sedang terjadi dan bagaimana dinamikanya ke depan tanpa data yang dapat dipertanggungjawabkan (3D seismik, 4D microgravity, pengukuran terus menerus penurunan tanah, dan sebagainya) yang semua itu tidak dilakukan karena secara operasional tidak mungkin dilakukan karena menghadapi resistensi masyarakat (sebab masalah sosial belum dibereskan).
Semburan boleh diprediksi secara kira-kira bahwa sudah akan berkurang beberapa tahun ke depan (walaupun kontradiksi dengan data terakhir Agustus 2013), tapi penurunan tanah dan perluasan kerusakan lapisan di bawah permukaan ke arah luar daerah tanggul sampai sekarang belum dapat diprediksikan. Jadi, menurut saya, masih sangat terlalu awal dan penuh risiko apabila disimpulkan/diputuskan bahwa “tidak diperlukan upaya menghentikan luapan”. Lagi pula maksud “biaya terlalu besar “ dalam menanggulangi secara teknis bencana dinamis ini sangat tidak jelas: berapa besar yang besar itu, dan berapa besar yang kecil itu?
Mohon maaf, menurut saya ancaman kerusakan bawah permukaan terhadap area-area di luar tanggul adalah ancaman nyata dalam tahun-tahun ke depan, karena kita sama sekali tidak tahu ke arah mana dinamika pergerakan lumpur tersebut akan terus merembet dan berpengaruh, tanpa "proper" data yang saya sebutkan di atas. Dan itu semuanya sangat tergantung dari apakah Pemerintahan SBY sanggup menekan Bakrie untuk menepati janjinya ke masyarakat!!!
Kilas-ESDM (22/11) dan Komentar-Komentar Bebas Penyeimbang
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Pemerintah siapkan rencana induk pengembangan infrastruktur migas di seluruh wilayah Indonesia.
(Mana mungkin bisa bener merencanakan kalau potensi migasnya saja tidak jelas ketahuan?)
Ditjen Pajak bakal revisi aturan PBB eksplorasi migas.
(Jangan menyerah begitu saja. Di sektor pertambangan: PBB tersebut cukup rasional koq. Turunkan saja besarannya, jangan hapus sama sekali. Tapi jangan juga gila-gilaan menerapkan tarif sembarangan. Kayak preman bego yang gak ngerti beda bemo dan mobil sedan.)
Pengapalan Donggi 2015
(15 tahun sejak discovery? Ckckckckckck!!! Luar biasa ruwetnya E&P migas Indonesia. Selamat untuk ESDM dan semua jajaran yang berhasil mengulur-ulur proses sehingga economic migas kita jadi kedodoran.)
Total E&P kesulitan temukan tambahan cadangan migas di Blok Mahakam.
(Gapapa gak ketemu sekarang, nanti saja 2017 pas dipegang Pertamina mudah-mudahan ketemu cadangan tambahan berlipat jumlahnya.)
Pertamina bangun pipa BBM untuk lengkapi Bandara Sepinggan.
(Sementara antrian beli solar dan premium mengular panjang di sepanjang jalan Samarinda-Balikpapan: provinsi penghasil migas yang tak pernah dapat cukup migasnya untuk kebutuhan lokal. Kalau di Jakarta antrian seperti ini setiap hari, pasti sudah banyak demo di jalanan — padahal Jakarta bukan penghasil migas utama andalan.)
Investasi migas laut dalam harus dapat insentif.
(Seharusnya juga dipertimbangkan untuk beri insentif berupa hasil-hasil studi regional, spec-spec survei melengkapi pengetahuan mengurangi risiko eksplorasi, dan kalau perlu pemboran-pemboran stratigrafi!! Jangan cuma invesment credit, bagi hasil yang lebih besar, atau term-term ekonomi lainnya saja. Kreativitas non-economics kita koq kayaknya sudah decline — mungkin karena pejabat-pejabat kita juga makin tidak mengerti apa yang kita punya dan bagaimana memanfaatkannya untuk bargaining dengan para pemegang konsesi di lapangan?)
Untuk akuisisi PGN, Pertamina harus siapkan 70 triliun rupiah saham PGN terhempas isu akuisisi.
(Nah, ini dia. Eksperimen Menteri BUMN yang bekas tukang koran. Perusahaan negara vs. perusahaan negara yang sering kali kelakuannya seperti perusahaan-perusahaan yang tidak saling mengenal, kemudian bersaing saling menjatuhkan untuk sebesar-besar kemakmuran kantong sendiri. Padahal sebenarnya seharusnya mereka ada dan berusaha untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan sekedar perusahaan. Dari kantong kiri ke kantong kanan! Mau akuisisi kek, mau merger kek, mau sekedar bergandengan: harusnya lancar dan aman-aman — itu khan urusan strategi internal efisiensi Kemen BUMN. Dan mereka semua adalah sekedar kaki tangan. Sudahlah, jangan pula diperpanjang! Selesaikan!
Menentang program EOR, Direktur Pertamina EP diganti.
(Semua bisa bilang: demi bangsa dan negara, demi sebesar-besar kemakmuran rakyatnya. Tapi sebenarnya yang terjadi: tidak ada satu kesepahaman yang sama tentang bagaimana menjalankan Pertamina itu supaya demi bangsa dan negara dan demi sebesar-besar kemakmuran rakyat kita itu terlaksana. Yang terlihat malahan: kepentingan-kepentingan golongan, kelompok, partai, faksi, bisnis sempalan saling tumpang tindih menguatkan-menjatuhkan. Dan di atas itu semua: mafia minyak tertawa sampai terjengkang-jengkang. Selama pemerintah (baca: Cikeas!) membiarkan saja Pertamina jadi sapi perahan berbagai kelompok kepentingan, maka selama itu pula kita tidak akan pernah bisa melihat kemajuan. Dirut Pertamina Persero saja bisa diatur-atur Menteri, apalagi cuma Dirut Pertamina EP. OK, Lam, kalau memang tidak mau tandatangan karena melawan semua akal sehat dan aturan formal, lengsermu dari Pertamina EP adalah lengser elegan! Lanjutkan!!!)
Tentang Sulit dan Mudah
Sebagai geologist sulit bagiku memahami bahwa Portugis, Spanyol, dan kemudian Belanda beberapa abad yang lalu itu susah payah datang ke Indonesia (dan negara-negara di timur lainnya) dengan tujuan utama mencari rempah-rempah. Lha, emas, perak, dan tembaga yang berlimpah di Indonesia itu memangnya dibiarkan saja? Apa gak menarik perhatian mereka??
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Sebagai geologist sulit bagiku memahami bahwa Portugis, Spanyol, dan kemudian Belanda beberapa abad yang lalu itu susah payah datang ke Indonesia (dan negara-negara di timur lainnya) dengan tujuan utama mencari rempah-rempah. Lha, emas, perak, dan tembaga yang berlimpah di Indonesia itu memangnya dibiarkan saja? Apa gak menarik perhatian mereka??
Bagiku lebih masuk akal kalau rempah-rempah yang mereka bawa itu adalah bonus oleh-oleh saja untuk penyedap cita rasa masakan mereka di sana, tapi yang utama adalah meraup emas-emas batangan, olahan, maupun yang masih dalam bentuk bijih untuk dibawa ke negeri mereka!! Bukankah sebelum mereka datang pun kerajaan-kerajaan di Jawa-Sumatra sudah terbiasa dengan perhiasan, asesori, ornamen, dan perdagangan emas dan berlian berabad-abad lamanya sebelumnya.
Sulit juga bagiku memahami, untuk apa ribuan tahun yang lalu orang-orang itu membangun bangunan pemujaan di tonjolan kecil morfologi yang sama sekali bukan landmark, yang dikelilingi hampir separuh sisinya oleh bekas dinding kaldera besar gunung api purba yang posisinya lebih tinggi dari tonjolan morfologi kecil tak berarti itu. Gunung Padang!!!
Secara analisis morfo-vulkanik dan kaitannya dengan mineralisasi saja sudah terasa kuat hubungan antara bentuk memanjang bukit itu dengan arah-arah umum mineralisasi yang dieksploitasi di zaman modern ini. Abad 19 dan awal abad 20 yang lalu Belanda mengeksploitasi mineral di sekitar daerah situ (Cikondang) pun sudah sangat modern — dibanding masa ribuan tahun seblumnya yang kemungkinan masyarakatnya sudah dapat mengidentifikasi mineralisasi di Gunung Padang dan mengeksploitasinya.
Hipotesa paling liar adalah setelah proses eksploitasi tersebut mereka bangunlah bangunan-bangunan di atasnya untuk pemujaan dan hal-hal ritual lainnya untuk kemudian dijustifikasi oleh orang-orang modern (termasuk intelektual-intelektual mainstreamnya) yang hanya mempertimbangkan linearisme dalam sejarah dan budaya: bahwa Gunung Padang adalah tempat sembahyang/pemujaan orang-orang purba. Hehehhhehehe.....
Kasusnya serupa dengan bagaimana Belanda membangun titik-titik triangulasi di gunung-gunung dan lembah-lembah kemudian menanami pohon beringin di sana supaya masyarakat tidak mengganggu penanda-penanda geodesi tersebut karena pohon beringinnya angker — tempat nenek moyang bertapa dan sebagainya. Juga kasus pohon-pohon beringin angker di mata air-mata air kita!!! Mitos - Legenda tentang keangkeran lokasi penanda maupun (bekas eksploitasi) sumber daya alam lainnya kelihatannya sengaja dibikin untuk melindungi kelestariannya (atau supaya suatu saat nanti orang yang dikehendaki oleh para penanda tersebut dapat menemukan “sisa-sisa"nya??). Wallahualam. Ekskavasi yang akan membuktikannya.
Lebih mudah bagiku sebagai geologist, yang meskipun dibilang liar berteori tapi tetap tertib berhipotesa memakai alur pengetahuanku tentang geologi, daripada tersesatkan oleh mainstream pendapat para ahli yang berkacamata kuda yang tidak berani eksplorasi mendobrak kemapanan.
10 Agenda (Oret-Oretan di Bawah Meja)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Menguasai riset-riset strategis kebumian dan maritim Indonesia.
Mendokumentasi dan mengelola unsur Tanah Jarang (Rare Earth Element) - super conductor materials in Indonesia,
Mengurai kekayaan Sundaland Sea untuk sebesar-besar manfaat bangsa dan dunia.
Konsentrasi pada eksplorasi - eksploitasi Unconventional GeoEnergy: shale gas, shale oil, hydrate, geothermal, geoheat, nuclear, dan sejenisnya,
Eksplorasi masif di cekungan-cekungan yang belum pernah dijamah (70% ada di laut nusantara) untuk menemukan potensi tersembunyi Oil-Gas Resources Indonesia.
Energi dari masa lalu (Indonesia ancestor's energy treasure).
Menguak sejarah, kearifan dan teknologi masa lalu lewat penelitian Katastrofi Purba,
Menyiasati hidup selaras bersama Dinamika Bumi Indonesia (gempa, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, dan sebagainya) untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi keberlangsungan hidup (survival) bangsa,
Mengembangkan sayap ke mancanegara untuk mengamankan energi dan sumber daya hidup bangsa negara dan dunia,
Ma'rifat makin mendekat pada asal dan akhir segalanya dengan bijak, cerdas, dan siap siaga!
11 Butir untuk Dicamkan (Mau Dijadikan Petisi Juga boleh)
Buat apa juga duduk-ngantor-nangkring dan makan gaji buta melakukan apa yang tidak diyakini dapat mengubah Indonesia jadi lebih baik ke depan.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Energi Baru dan Terbarukan harus disubsidi, jangan diserahkan ke mekanisme pasar.
Stop Subsidi Minyak secara bertahap, pindahkan subsidi ke EBT dan Geothermal
Monetisasi energi nasional dengan kemampuan nasional, jangan serahkan ke asing. Kita harus menguasai dan memahami apa yang kita punya bukan dari orang lain.
Kerja sama dengan luar negeri adalah pilihan bukan keharusan.
Pengawasan yang ketat dari negara untuk implementasi kerja sama-koordinasi antar stakeholder dalam terobosan teknologi energi.
Jaminan Security energi dengan menguasai resources dari negara tetangga harus jadi kebijakan negara: Indonesia incorporated
Pemberdayaan dan penggalangan partisipasi daerah dalam pengelolaan energi: DMO energi untuk prioritas daerah instead of DMO migas saja
Pengelolaan cadangan penunjang energi nasional oleh negara-melalui badan khusus
Revisi kebijakan energi nasional yang sudah masuk dan sedang digodok di DPR. Benahi dari dasarnya: asumsi-asumsi tentang sumber daya energi kita yang metodologinya dipertanyakan dan tanpa peer review memadai.
Kampanyekan kesadaran tentang kesalahkaprahan - kesalahpahaman dan kebodohan yang terus menerus dicekokkan oleh mafia minyak Indonesia tentang teknologi kilang yang katanya tidak bisa untuk minyak Indonesia (bohong!), yang katanya tidak bisa turun flashpoint-nya untuk produksi solar dan premium lebih banyak (bohong!), tentang produksi di Cepu di Tangguh di Abadi di puluhan temuan migas baru yang tak kunjung bisa dipercepat (bohong!), tentang hambatan-gangguan skala masif pada aspek hukum produsen utama migas Indonesia sehingga produksi jadi mlorot (disengaja secara sistemis!), tentang berbagai macam cara "machiavelistic" yang dilakukan oleh mafia minyak untuk melumpuhkan kemampuan Indonesia mengamankan energi kita sendiri (lawan!).
Kalau tidak bisa menggolkan ide-ide di atas, langsung saja mengundurkan diri dari situ. Buat apa juga duduk-ngantor-nangkring dan makan gaji buta melakukan apa yang tidak diyakini dapat mengubah Indonesia jadi lebih baik ke depan.