(Mengenai "Ini 5 Lapangan Migas yang Beroperasi di Era Jokowi-JK")

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Kita harus acung jempol dengan keberhasilan jajaran birokrasi migas Pak Jokowi meneruskan dan mengeksekusi rencana-rencana start-up lapangan-lapangan migas yang sudah ditemukan lima – sepuluh tahun sebelum masa pemerintahan sekarang ini, sehingga keluar dengan pencapaian lima proyek migas besar yang diresmikan dalam tiga tahun terakhir seperti yang dikampanyekan oleh SKKMigas/ESDM akhir minggu ini.

Keberhasilan itu menunjukkan profesionalisme yang tinggi untuk tetap taat asas dan taat rencana sesuai dengan rekayasa/kreativitas yang sudah diletakkan dasar-dasarnya pada periode sebelumnya.

Dalam konteks itu perlu juga kita catat bahwa banyak juga rencana-rencana pengembangan lapangan-lapangan migas yang sudah diletakkan dasarnya pada periode-periode sebelumnya yang pada tiga tahun terakhir ini mengalami perlambatan — dan sebagian di antaranya adalah lapangan-lapangan raksasa, seperti misalnya: Blok Natuna Timur (gas 46 TCF), Blok Masela (gas 10 – 17 TCF), Blok A di Aceh (gas sampai 3TCF), Blok Kasuri (sampai 1,5 TCF gas), Blok IDD Selat Makassar (sampai 2,5 TCF gas). Kemoloran jadwal start-up proyek-proyek gas besar di atas sedikit banyak juga menyumbang permasalahan miss-match supply-demand gas Indonesia saat ini (sampai berkali-kali dicoba diganggu usaha oknum-oknum untuk memperkenalkan ide impor gas dari luar padahal gas kita berlimpah).

Selain perlu melihat secara seimbang keberhasilan start-up proyek migas warisan birokrasi sebelumnya dengan kemoloran beberapa proyek migas yang ikut memperuwet permasalahan supply-demand ketahanan energi Indonesia, kita juga perlu menimbang sejauh mana keberhasilan-keberhasilan tersebut berkontribusi pada parameter-parameter ketahanan energi seperti yang dikuantifikasi dalam RPJMN maupun Nawacita. Pada dasarnya penilaian stakeholder/masyarakat Indonesia yang salah satu hasilnya disuarakan dalam Rembuk Nasional 3 pada 23 Oktober yang lalu semuanya didasarkan pada apa yang sudah dijanjikan oleh pemerintah pada RPJMN dan, khusus oleh Pak Jokowi, dalam Nawacita. Secara spesifik memang tidak disebutkan nama-nama proyek dan besaran kontribusinya, tetapi hasil akhir dari proyek-proyek tersebut sebagian besar adalah lifting Migas yang merupakan parameter yang mendapatkan nilai A* (a-bintang) yang artinya Berhasil dengan catatan. Salut untuk jajaran migas Pak Jokowi.

Tapi kita tidak boleh terlalu dalam terjerumus pada kenikmatan keberhasilan “semu” tersebut (karena ada juga sejumlah proyek besar yang belum berhasil) dan lagi pula itu semua adalah langkah praktis jangka pendek (dari perjalanan jangka panjang sebelumnya) untuk mendongkrak lifting Migas kita. Kalau kita terlarut di situ maka inilah yang sering kita sebut sebagai produk pandangan myopic atau jangka pendek .... terkecoh dengan keberhasilan sementara mempertahankan lifting Migas dengan mengeksekusi hasil-hasil temuan (discovery) dari kegiatan-kegiatan eksplorasi lima – sepuluh tahun sebelumnya, tapi kurang peduli dengan fasilitasi kegiatan eksplorasi saat ini yang hasilnya baru akan dipetik lima – sepuluh tahun lagi.

Sektor energi dan pertambangan yang terkait dengan kegiatan hulu pada umumnya punya karakter jangka panjang (minimum lima tahun untuk eksplorasi sampai discovery) dan berisiko tinggi. Jadi, keberhasilan hulu energi kita saat ini sedikit banyak disumbang oleh keberhasilan rejim terdahulu dan sebaliknya kerja keras kita membenahi sektor hulu saat ini baru akan dinikmati hasilnya oleh rakyat Indonesia lima – sepuluh tahun ke depan.

Rembuk Nasional Bidang Energi dan Pertambangan menengarai fokus kegiatan sektor ESDM saat ini lebih bersifat jangka pendek daripada jangka panjang. Oleh karena itu keberhasilan-keberhasilan BBM satu harga, target lifting Migas, penyelesaian proyek-proyek migas besar, penyederhanaan perijinan, rasio elektrifikasi, listrik desa, dan beberapa capaian penting lainnya masih harus dilengkapi dengan usaha-usaha yang lebih keras untuk membuat iklim investasi energi yang menarik, keterbukaan data, eksplorasi-eksplorasi yang tidak direcoki pungutan-pungutan dan beban-beban politisasi dan kriminalisasi, dan sebagainya yang semuanya punya dimensi memengaruhi keberhasilan jangka panjang.

Intinya, keberhasilan start-up proyek-proyek migas tiga tahun kemarin ini sudah masuk dalam penilaian Tim Rembuk dengan nilai A*. Jangan kuatir bahwa itu belum dinilai.

Jadi, tidak/belum mengubah nilai total keseluruhan yang 2.19 alias C tersebut.

(Dan dalam waktu dekat ini, kita akan umumkan lebih rinci perbandingan angka-angka dan parameter-parameter apa saja yang dinilai dari evaluasi tiga tahun pertambangan/energi ini)

Tingkatkan terus prestasi.

Belajar tak henti-henti (ssst... kita sebenarnya inginnya orang yang sudah pengalaman yang gak perlu belajar lagi yang gak coba coba berkali-kali, lho).

Mejeng keren dan gaul sana sini memang perlu.

Tapi jangan lupa kerjakan PR-nya.

Supaya nilai bisa diperbaiki.

Berita Terkait:

Previous
Previous

Dalil-Dalil Geologi Lapangan

Next
Next

Jauh Dekat Sama Saja