Tentang Variasi “Kematangan” Batu Bara Umur Sama (Pendekatan Analisis Cekungan Migas)

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Pada suatu milis kawan-kawan "geologi ekonomi", aku tertarik mengikuti diskusi tentang variasi rank/nilai kalori pada batu bara formasi yang sama di cekungan yang sama pada kelurusan kemenerusan strike yang sama, tapi di lokasi yang berbeda. Bagi kawan-kawan coal (mining) geologist hal tersebut berpengaruh langsung pada aspek komersial dan otomatis juga ke perencanaan tambang. Bagi kami di geologi perminyakan, pengaruhnya tidak langsung, lewat berbagai urutan implikasi antara, tapi tetap sama-sama krusial dalam menentukan aspek risiko suatu prospek; apakah minyak belum terbentuk dan belum masuk ke perangkap, sudah terbentuk tapi belum masuk ke perangkap, sudah terbentuk dan sudah masuk ke perangkap, atau sudah terbentuk tapi sudah melewati perangkap pergi ke tempat lain. Rank dalam batu bara identik dengan kematangan atau "maturity" dari batuan induk dalam geologi perminyakan. Apalagi batu bara juga sudah terbukti sebagai batuan induk minyak dan gas bumi, terutama di cekungan-cekungan tersier di daerah tropis, khususnya di Indonesia.

Dalam berbagai pengalaman memetakan kematangan batu bara (sebagai batuan induk), termasuk menggunakan data dari pengukuran pada singkapan batu bara permukaan di berbagai cekungan di Indonesia (terutama Cekungan Kutai), variasi perubahan nilai kematangan (Ro, TAI, SCI) dalam satu formasi yang sama adalah sangat biasa terjadi. Kontrol utamanya adalah posisi stratigrafi antara lapisan satu dengan lainnya, dan kemudian burial history-nya atau sejarah penguburan-nya. Makin tua umur stratigrafi suatu lapisan batu bara maka makin matang batu bara-nya, dengan syarat semua urutan stratigrafi mengalami proses penguburan yang sama. Hal tersebut biasanya berlaku di satu posisi titik vertikal (data pemboran yang berurutan dengan kedalaman). Begitu kita berbicara aspek lateral, maka kemungkinan yang berlaku adalah burial history yang bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya.

Saya pernah punya plot kematangan batu bara sebelah menyebelah sayap sinklin Buat (daerah Jonggon, Tenggarong), ke arah barat sampai ke antiklin Pembulan, ke arah timur sampai ke antiklin Gitan, di sepanjang lintasan seismik; yang kebetulan persis di pusat axis sinklin-nya ada sumur dibor VICO di awal 80an yang juga punya data kematangan batu bara dari surface ke TD (kedalaman sekitar tiga kilometer). Dari plot-plot tersebut saya dapatkan trend kematangan yang berbeda di mana surface Ro plot relatif lebih kecil perubahan kematangan-nya dengan bertambahnya umur dibanding dengan subsurface Ro plot. Selain trend sayap timur ternyata lebih matang (untuk umur yang sama) dibanding trend sayap barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum ditekuk menjadi sinklin, sayap di timur itu dikubur lebih dalam daripada sayap barat. Selain itu kemungkinan besar proses pengangkatan sinklin-antiklin tersebut berlangsung dalam waktu relatif singkat pada kala/kurun waktu geologi 5MYA (bukan 1.5MYA) yang memberikan kesempatan pada sinklin-nya untuk terus mengalami pemanasan tinggi bersama waktu (time-temperature processes), sementara yang jadi sayap-sayap sudah mengalami reduksi lingkungan temperatur dalam waktu lama tersebut.

Nah, khusus untuk menerangkan variasi kematangan (baca: rank) batu bara pada strike yang sama, tektonik dan/atau struktur-lah yang seringkali menjadi dominan penyebabnya. Hal ini berlaku bukan hanya untuk kematangan atau rank saja, tapi juga untuk ketebalan. Di satu tempat kita bisa punya 75 meter coal seam (wow! Adaro!), di tempat lain pada strike line yang relatif hampir sama mendapatkan separuh ketebalan-nya pun sudah merupakan anugerah. Dari berbagai contoh empiris baik yang dipublikasikan maupun yang tersimpan sebagai laporan-laporan internal perusahaan, penyebab utama variasi ketebalan itu adalah perbedaan sejarah penurunan tektonik (tectonic subsidence) satu tempat dengan tempat lain dikaitkan dengan pembentukan ruang akomodasi sedimentasi (sedimentary accomodation space). Kaki tangan alias fasilitator dari penurunan tektonik tersebut siapa lagi kalau bukan patahan.

Ada patahan normal (turun) di setting rift-basin, back-arc basin, atau muka delta-prodelta (deltafront-prodelta growth fault), ada pula patahan anjak di setting foreland basin, back-arc basin (lagi), dan thrust fold belt system. Daerah-daerah yang turun akan cenderung menumpukkan sedimen lebih tebal daripada daerah yang naik. Dan kalau sedimen-sedimen itu punya kecenderungan membentuk batu bara (fluvial meandering, raised mire, deltaic, shoreline), maka batu baranya akan berkembang sangat tebal. Demikian juga proses yang terjadi setelah deposisi yaitu burial. Selama tektonik terus bekerja, struktur terus bergerak, maka daerah yang turun tersebut akan terus turun ditumpuk sedimen-sedimen yang lebih tebal di atasnya dibandingkan dengan daerah yang naik, atau daerah sejajar-kelurusan strike line-nya tapi tidak mengalami penurunan se-ekstrem daerah active subsidence tersebut. Biasanya daerah itu disebut sebagai transfer zone atau hinge-line, di mana masih juga didapatkan endapan-endapan batu bara (selama lingkungan pengendapan-nya memungkinkan), tetapi ketebalan-nya lebih tipis dan kematangannya lebih rendah daripada yang dikubur dalam tadi. Emang sip dan top markotop, udah tebal, mateng pulak!!! (Rank tinggi lah.)

2010/6/18 kamsul hidayat <khid2006@yahoo.com>

Lapak baru niy Prens;

Lae ku Monang (yang sedang semangat di lapangan);

Aku dan team eksplorasi HG sedang melakukan juga riset coal Warukin khususnya di sekitar Kab. Tapin (Rantau) Kalimantan Selatan. Ndilalah, kok dapet coal Warukin dengan ranges kalori yang cukup "lebar" antara 5100 - 7084 kcal/kg adb (HG's unpublished report,2010). Gak umum & gak make sense jika kita berfikir bahwa coal dalam formasi yang sama, tanpa adanya pemanasan dari batuan intrusi & volkanik setempat, kok ya kalori nya bisa beda banget. Piye iki?

Multiple coal seams dari Fm.Warukin (Tmw) di Rantau tersebar dengan striking relatif N-S dan diping W; Coal kalori tinggi kira2 berada di timur lembar peta menerus ke selatan, katakanlah mulai dari konsesi dan pit nya Antang Gunung Meratus sampai ke Gunung Sambung; Begitu ceritanya Lae...; Kalau dilihat dari posisi stratigrafinya, coal seams dg kalori tinggi tersebut berada di sequence bawah, apakah itu merupakan bagian dari Fm, Warukin (?) that's important question.

Ndilalah lagi, kok yo ada satuan batugamping tersingkap di barat coal seams dg kalori tinggi tersebut. Apakah batugamping ini merupakan Fm.Berai (Tomb) atau sisipan dalam Fm,Tanjung (Tet)?. That's another good question. Beradarkan fact map, tentang coal seams di Rantau ini bisa diambil beberapa kesimpulan sementara:
1) Coal kalori tinggi merupakan bagian dari Fm.Warukin Bawah (Tmw) terbatas dalam zona
sesar naik, di mana Fm,Berai (Tomb) tersingkap.
2) Coal kalori tinggi berada di dalam interfingerings Fm.Berai (Tomb) dengan Fm. Tanjung
(Tet) sebagai host nya.
3) Coal kalori tinggi berasal dari Fm.Tanjung bagian atas (Tet), jadi bukan Warukin.

Demikian Lae, have a mutual discuss.

Regards,
Kamsul

Previous
Previous

The Clinckers = Tuffaceous Rocks Associated with Burning Coals

Next
Next

Unifomitarianism: Anthropogenic(ism), Conditional(ism), and Unavailability