Unifomitarianism: Anthropogenic(ism), Conditional(ism), and Unavailability
Dirilis pertama di Facecbook pribadi.
Di dalam ilmu geologi kita mengenal prinsip uniformatarianism yang sering diungkapkan sebagai: "the present is the key to the past" (masa kini adalah kunci untuk masa lalu); yang maksudnya dengan mempelajari proses-proses di bumi yang terjadi pada masa sekarang ini, maka kita akan dapat menguraikan kejadian-kejadian bumi pada masa lampau yaitu dengan melihatnya pada "catatan" batuan (rock record) dan mengasumsikannya sebagai produk/respons dari proses kejadian di masa lalu yang serupa dengan yang terjadi pada masa kini. Prinsip uniformitarianism ini seringkali juga diasosiasikan dengan gradualism (proses yang berangsur), yang lawannya adalah catastrophism (katastrofe = "ancur-ancuran").
Dalam kegiatan riset, mengajar, dan menerapkan ilmu geologi sehari-hari di dunia kerja (mining, oil and gas, hazard, engineering geo, ground water) prinsip uniformitarianism ini mengejawantah dalam pemakaian model-model analog lingkungan pengendapan, sistem hidrologi sungai, letusan gunung api, dan sejenisnya untuk menerangkan fenomena-fenomena geologi purba, baik yang berupa reservoir migas, air, tubuh cebakan mineral terkait dengan vulkanisme, dan sebagainya.
Meskipun aplikasinya nyata dan terbukti bermanfaat bagi usaha-usaha manusia dalam menyejahterakan dirinya memakai ilmu geologi, terkadang terlintas juga di pikiran tentang betapa aneh dan tidak masuk akalnya beberapa hal terkait penerapan prinsip tersebut secara sempit apa adanya. Lho??!!! Sampai di level yang mana kesamaan the present dengan the past itu seringkali menjadi batas yang abu-bu dan patut diperdebatkan. yang jelas, pada kala sebelum Holocene sampai sekarang masih diyakini bahwa tidak ada kegiatan manusia yang mempengaruhi proses-proses geologi, tidak seperti yang terjadi sekarang ini di mana anthropogenic processes/products menjadi semakin dominan memengaruhi proses-proses alamiah di bumi. Juga apakah memang selalu proses-proses di alam itu ajeg kontinu tidak berubah? Pasti ada lah perubahan-perubahan itu; yang dengan demikian makanya bumi ini juga berubah secara pelahan. Nah bisa jadi the present sudah tidak mencerminkan lagi kondisi the past. Demikian juga ukuran skala proses yang kita amati; kita punya problem dengan hal itu karena keterbatasan indra dan sifat manusiawi kita (yang hanya hidup "berarti" paling lama 80 - 90an tahun, kurang dari siklus banjir 100 tahunan).
Coba saja simak berikut ini:
Sungai Bengawan Solo yang berbelok ke arah Ujung Pangkah karena diarahkan oleh Belanda lewat saluran-saluran sepanjang daerah rawa-rawa Gresik merupakan proses pembajakan sungai antrophogenic yang tidak mungkin dicari padanannya di masa lalu, waktu masih belum ada kehidupan manusia (apalagi yang punya budaya dan teknologi). Pembelokan sungai seperti itu bisa juga terjadi "alamiah" apabila ada gempa yang memicu terbentuknya patahan baru atau mengaktifkan patahan lama sehingga aliran sungai berbelok seketika; tapi susah lah mencari padanannya bagi channel yang lurus berkilometer-kilometer panjangnya utara-selatan Bengawan Solo di Gresik itu. Hanya keinginan dan kerja keras manusia yang mau potong kompas singkat dan manfaat lah yang membuat saluran itu bisa jadi lurus. Apa padanan dari "that kind of present" in "the past"? Jadi kalau proses alam ini sekarang sudah dicampur-tangani oleh manusia, hati-hati memaknainya dan jangan asal ambil dia sebagai analog untuk proses yang terjadi di masa lampau. The anthropogenic present is not always the key to the past!!
Sungai dan delta Mahakam modern, yakni yang di-dating berumur 6000 tahun yang lalu oleh George Allen akhir 80an dan juga oleh tim nya Harry Robert dari Lousiana State University mid 90an; seringkali dideskripsikan sebagai delta yang tidak membentuk levee dan crevasse splay di distributary channel-nya karena memang tidak kita lihat dua komponen morfologi tersebut muncul di delta kita sekarang ini. Nah, di outcrop berumur Miosen di sekitar Samarinda maupun di jalan antara Balikpapan - Samarinda kita jumpai banyak contoh endapan levee dan crevasse splay yang mencirikan proses fluvial yang lebih dominan daripada yang sekarang terjadi di delta Mahakam. Nah ternyata proses yang terjadi di delta Mahakam modern ini tidak sama dengan proses yang terjadi di kala Miosen (karena ternyata produk alias responsnya juga berbeda). Terus dalam hal ini: apanya yang sama yang bisa dijadikan analog seperti disarankan dalam semangat "the present is the key to the past" itu?? Nah lo... Hihihihihi.. Barangkali ini yang kita sebut sebagai selected uniformitarianism, atau mungkin conditional uniformitarianism.
Di danau Toba yang sekarang, kita harapkan bahwa kita bisa melihat dan mempelajari endapan danau yang menjemari dengan endapan fluvial dan atau delta di pinggirannya; yaitu dengan mengasumsikan bahwa endapan formasi Samosir yang kita lihat di teras2 terangkat di pinggiran danau itu benar-benar mencerminkan kondisi perubahan yang berselang-seling antara kondisi tenang danau (suspensi, pelagic, diatomeae atau lignitic clay) dengan kondisi tidak tenang danau (pasir turbid graded bedding atau rippled). Nah, masalah utamanya, berkali-kali saat datang ke danau Toba, tidak pernah sekali pun kita datang pada situasi di mana terjadi badai di danau, atau paling tidak setelah terjadinya badai, atau kalau bukan badai ya masa kekeringan danau-lah, sehingga meng-expose sebagian pinggiran danau dan menjorokkan supply sedimen jauh ke dalam danau. Untuk mendapatkan kondisi itu mungkin kita harus mengamati pola musim, cuaca, dan mungkin juga cerita-cerita orang tua di sana tentang kapan terjadi kondisi-kondisi seperti yang kita bayangkan seharusnya terjadi dan berasosiasi dengan pasir-pasir yang diselipkan di lempung-lempung diatomeae maupun lignitic clay tersebut. Mungkin pula kondisi tersebut terjadi dalam skala ratusan tahun di luar jangkauan umur kita untuk mengamatinya. The present is not always available during our life time to become our key to open the past. Hikkkkksss...