Blog Admin Blog Admin

Catatan Minna Minkum Nusantara

Terus waktu salah satu ibu itu bilang ke anaknya sambil nangis menyatakan dia khawatir seharian nyari anaknya kemarin, ternyata dia di Poltabes, dst, dsb, HIKKKS… Aku jadi inget bapak ibu-ku…. 

 

Aku mbrebes mili liat video ini. Bu Risma memarahi anak-anak (STM?) yang ikut demo kemarin terus ditangkepi di Poltabes (mungkin karena ikut anarkis ngelempar-lempar batu dan ngerusak-rusak? Atau melawan petugas PHH?), kemudian dibebaskan di depan orangtua mereka.

Apalagi pas Risma bilang orangtua kalian yang membersihkan kotoran kalian waktu kecil, menyuapi kalian, mengajari kalian jalan, dan sebagainya.. Terus waktu salah satu ibu itu bilang ke anaknya sambil nangis menyatakan dia khawatir seharian nyari anaknya kemarin, ternyata dia di Poltabes, dst, dsb, HIKKKS… Aku jadi inget bapak ibu-ku…. 

Terbayang bapak ibuku yang susah payah bekerja mencukupi kebutuhanku dan saudara-saudaraku sampai aku bisa mandiri seperti ini. Kebayang betapa khawatir mereka waktu dulu itu aku sering cerita ikut demo sana-sini, ke DPR beberapa kali, nyorat-nyoret jembatan penyebrangan dan tembok-tembok dan papan reklame dengan tulisan-tulisan “Gantung Soeharto”, nyanyi-nyanyi provokasi di apel siaga di lapangan Gasibu, di lapangan basket ITB, di kampus IPB, di kampus UGM, latihan malam di kampus mengenai demo mengahadapi pukulan tentara, dan lain sebagainya… Hhhhh....

Mereka sering bilang, “ati-ati Yang, wis wis wis gak usah melok-melok,” tapi aku jalan terus (meski lebih hati-hati). Kebayang betapa leganya mereka setelah aku lulus dan langsung kerja ke Kalimantan, wis gak melok-melok urusan ndik Bandung-Jakarta lagi.

Soal kecenderungan anarki demo-demo yang sekarang ini, kelihatannya sebenarnya demo mahasiswa itu tertib diatur supaya tidak anarki oleh korlap/pimpinan mereka masing-masing…. Tapi yang nggak bisa dikontrol itu yang demo ikut-ikutan atau di-ikut-ikut-kan seperti anak-anak STM itu (nggak tau termasuk golongan yang mana itu: ikut-ikutan atau dipancing supaya ikut-ikutan atau sengaja di-ikut-ikut-kan). Juga seperti preman-preman bayaran politik atau orang-orang bertato yang ketangkap di salah satu video bersama mahasiswa-mahasiswa itu dan mereka gak punya KTM. Bisa saja mereka sengaja atau ikut-ikutan jadi anarki, ngerusak sana-sini, ngelempari petugas dengan batu, bahkan bakar-bakar atau ikutan seru bakar-bakar setekah ada yang membakar, atau memang sengaja demo-demo itu disusupi oleh intel dengan tujuan tertentu (termasuk bikin rusuh) seperti dokumentasi beberapa video yang menunjukkan itu (ada perwira intel yang lagi nyamar jadi mahasiswa yang dipukuli sama polisi berseragam terus dilerai oleh intel lainnya, dsb).

Soal anarki itu, jadi inget jaman 1980 dulu. Usia-usia mahasiswa berdarah muda 18, 19, 20 tahun itu benar-benar usia penuh keinginan untuk membuktikan diri — eksistensi yang menantang. Benar-benar mudah terprovokasi. Kok anak STM, aku aja yang mahasiswa ITB dulu waktu jalan dari Salemba ke Gatsu (demo anti Soeharto 1980) juga terpancing bawa batu dan ikutan ngelempari helikopter polisi yang melayang agak rendah di atas jembatan Latuharhary Kuningan. Gak tau apa nyampe apa nggak lemparan-lemparan batu kerikil itu, tapi helikopternya sampai jatuh, tuh... Masuk koran waktu itu dan kita semua waktu itu merasa sangat bangga seolah-olah bisa menjatuhkan helikopter polisi. Gak kepikiran bahwa mungkin polisinya luka-luka dan mereka juga punya keluarga, punya anak-anak seperti kita juga. Setelah lebih dewasa 30 tahunan baru kemudian mikir, “gosh, what have we done during that time, ngelempari helikopter polisi sampai jatuh? Itu iseng-isang bisa jadi anarkis lho…" dst, dsb. Menyesal banget.

Semoga negara dan pemerintahan dan bangsa Indonesia selalu dilindungi oleh Allah SWT. Semoga pemerintah mendengar semua suara keluh kesah rakyatnya. Semoga rakyatnya (kita semua) bisa selalu menyuarakan aspirasi dengan tertib dan tidak anarki. Semoga mahasiswa kita diberi kekuatan terus untuk belajar, sukses dan sekaligus bisa bebas merdeka menyuarakan aspirasi masyarakatnya tanpa anarki. Semoga para orangtua mahasiswa tidak bosan-bosannya mengingatkan anak-anaknya supaya tidak anarki, terus berhati-hati, dan lancar belajar hingga lulus dan bisa kerja membangun negara lewat semua lini.

Semoga kita semua diselamatkan dari wabah multidimensi ini..

Minnaminkum Nusantara..

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Catatan Merah Putih, Diponegoro, dan Sequence Boundary

Pagi ini aku email mas Agung KBRI Paris, “Upacara 17an di KBRI jam berapa?”

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Pagi ini aku email mas Agung KBRI Paris, “Upacara 17an di KBRI jam berapa?”

Sesampai ku di kantor jam 9:00 muncul jawaban email (dia sedang di Makkah naik haji, pantesan agak lama mbalesnya) dan info bahwa upacara 17an mulai jam 10:00 dan acara akan berlangsung sampai jam 13:00. Terima kasih mas Agung, semoga jadi haji mabrur. Aku pun segera bergegas nyengklak metro tekok kantor nang KBRI.

Ndik ngarep e gerbang KBRI 9:35 — sepi. Aku nanya ke penjaga, “Mas, ada upacara 17an?” “Ada pak, tapi bukan di sini, di Wisma Duta Boulevard Bineau,” “Waduh, jauh nggak, ya? “40 menitan dari sini pake kereta! Sekarang dah mulai kayaknya. Tapi ada ramah tamahnya koq pak, sampai siang.”

Tak pikir-pikir... Yo wislah, tak balik kantor ae. Upacara dewe ndik kantor. Tadi itu karepku mau ikutan bersama orang-orang sebangsa di luar negeri ini menyempatkan diri menghormat bendera menyanyikan Indonesia Raya sambil meresapi rasa syukur mendalam karena kita MERDEKA!!

Apalagi dalam satu – dua minggu terakhir ini aku sedang galau gak karuan moco buku Kuasa Ramalan e Peter Carey sing nyritakno Perang Jawa Diponegoro 1825 – 1830 dan kondisi sebelumnya dan kondisi sesudahnya sampai meninggalnya wong hebat iku. Aku galau dan getem-getem koq sampek begitunya ya sikap para penjajah itu dan sampek begitunya juga sikap raja-raja Jawa waktu itu. Opo iyo se asline sifat bangsaku koyok ngono? Kenopo koq gak setiap wong Indonesia iku koyok Ronggo, koyok Diponegoro? Misal e aku orip jaman iku mungkin aku udah dari awal-awal mati enom karena berontak, malah mungkin gak sempet melok pasukan e Diponegoro nglawan londo, karena mati disikan. Makanya sekarang ini makin tambah-tambah syukurku karena kita MERDEKA! Nggak ada lagi londo-londo penjajah iku!

Tapi beneran gitu nggak ya? Kenapa koq aku gak sregh beberapa tahun terakhir ini? Bahkan di upacara 17an tahun lalu di ESDM aku sempet mbrebes mili, ngrasakno kabeh iki. Dan ternyata jawabannya sebagian aku dapatkan setelah aku baca babad Diponegoro berbagai versi iku. Aku makin menyadari: Catatan-catatan tentang hubungan keraton, agama, dan penjajah itu, seperti terulang lagi situasinya sekarang-sekarang ini. Penjajahnya siapa? Siapa yang ribut di keraton? Agama diklaim siapa? Aku ada di mana? Sejarah seperti selalu mengulangi tragedinya sendiri. Seperti juga siklus bumi. Kalau mau memecah siklus itu, kita harus jadi anomali, jadi bagian dari sequence boundary!!!

Sampai di kantor kembali, aku injak bumi. Dunia nyata yang sedang aku hadapi.

Maka aku gambarkan bendera, aku print Garuda Pancasila, aku nyanyikan Indonesia Raya. Di ruang kerja kantorku sendiri. Sebagai ganti upacara yang tak sempat aku ikuti di KBRI.

Terima kasih ya Allah: atas kemerdekaan ini.

 
Catatan Merah Putih 1.jpg
 
Catatan Merah Putih 2.jpg
Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Catatan Langit

Sering kali kita pikir kita sudah bicarakan segalanya terangan, menjlentrehkan semua argumen dan kontra argumen di atas meja, lalu menarik kesimpulan bahwa dengan sains dan demokrasi semua yang kita perdebatkan akhirnya bisa mencapai kata akhir penyelesaian, lalu kita sepakat sama-sama jalan.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Sering kali kita pikir kita sudah bicarakan segalanya terangan, menjlentrehkan semua argumen dan kontra argumen di atas meja, lalu menarik kesimpulan bahwa dengan sains dan demokrasi semua yang kita perdebatkan akhirnya bisa mencapai kata akhir penyelesaian, lalu kita sepakat sama-sama jalan.

Ternyata prinsip tersebut tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah-masalah strategis, yang butuh lebih dari pembicaraan di atas meja untuk menuntaskan. Masalah-masalah "langit" : itulah sebutan saya untuk topik tersebut. Karena masalahnya masalah langit, maka yang bisa bicara adalah penguasa langit, bukan sekadar penguasa meja, dan apalagi pemain-pemain "di bawah meja".

Soal-soal "langit" terkait apa saja itu?

Soal nuklir yang dari tahun 60 gak mulai-mulai PLTNnya,

Soal Freeport dan konsesi "tambang abadi" untuk Amerika ,

Soal cadangan gas terbesar Indonesia di Natuna yang 43 tahun gak juga dikelola,

Soal cadangan-cadangan minyak terbesar Indonesia (Rokan dan Cepu blok) dan siapa saja kontraktor/pengelolanya,

Soal preferensi investasi proyek-proyek infrastruktur,

Soal ketergantungan pasokan energi pada Singapur,

Soal mineral tanah jarang yang terus menerus "dibiarkan" dicuri,

Soal sumber intan Martapura yang sampai sekarang "tidak pernah ditemukan" ..... dan soal-soal serupa lainnya ....

Dibutuhkan lebih dari sekadar pembicaraan di atas meja untuk menyelesaikan masalah-masalah langitan yang disebutkan di atas.

Masalah-masalah teknis, pro kontra soal lingkungan, apakah mau pakai offshore atau onshore, insentif-insentif, soal bahaya atau tidaknya pengoperasian proyek, risiko yang tinggi vs. risiko rendah, teknologi CO2, CNG-LNG-pipa, royalti, IRR, dan topik-topik sejenisnya semuanya innsyaAllah bisa dibicarakan di atas meja.

Kita-kita "orang bumi" adalah pihak yang merasa paling mengetahui tentang urusan tetek bengek nitty gritty di atas meja itu. Tetapi, sementara itu keputusan-keputusan terkait dengan masalah-masalah strategis itu sering kali sudah diambil duluan dari atas langit sana, lepas dari apakah kita (mereka) memahami fakta di atas mejanya atau tidak.

Orang-orang yang mencoba untuk naik ke atas langit dengan logika dan perilaku bumi, maka dia akan terpental terpeleset jatuh atau dijongkrokno sekalian ke jurang di bumi-bumi kenyataan.

Sampai suatu saat, ada orang sakti dari bumi yang bisa membedah langit dan meneriaki dewa-dewa langit supaya melepaskan hegemoninya atas masalah-masalah strategis tadi: barulah kita bisa mengimplementasikan apa yang seharusnya diimplementasikan dari fakta di atas meja seperti yang kita pahami bersama.

Selamat pagi, orang-orang bumi.

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Tentang Sulit dan Mudah

Sebagai geologist sulit bagiku memahami bahwa Portugis, Spanyol, dan kemudian Belanda beberapa abad yang lalu itu susah payah datang ke Indonesia (dan negara-negara di timur lainnya) dengan tujuan utama mencari rempah-rempah. Lha, emas, perak, dan tembaga yang berlimpah di Indonesia itu memangnya dibiarkan saja? Apa gak menarik perhatian mereka??

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Sebagai geologist sulit bagiku memahami bahwa Portugis, Spanyol, dan kemudian Belanda beberapa abad yang lalu itu susah payah datang ke Indonesia (dan negara-negara di timur lainnya) dengan tujuan utama mencari rempah-rempah. Lha, emas, perak, dan tembaga yang berlimpah di Indonesia itu memangnya dibiarkan saja? Apa gak menarik perhatian mereka??

Bagiku lebih masuk akal kalau rempah-rempah yang mereka bawa itu adalah bonus oleh-oleh saja untuk penyedap cita rasa masakan mereka di sana, tapi yang utama adalah meraup emas-emas batangan, olahan, maupun yang masih dalam bentuk bijih untuk dibawa ke negeri mereka!! Bukankah sebelum mereka datang pun kerajaan-kerajaan di Jawa-Sumatra sudah terbiasa dengan perhiasan, asesori, ornamen, dan perdagangan emas dan berlian berabad-abad lamanya sebelumnya.

Sulit juga bagiku memahami, untuk apa ribuan tahun yang lalu orang-orang itu membangun bangunan pemujaan di tonjolan kecil morfologi yang sama sekali bukan landmark, yang dikelilingi hampir separuh sisinya oleh bekas dinding kaldera besar gunung api purba yang posisinya lebih tinggi dari tonjolan morfologi kecil tak berarti itu. Gunung Padang!!!

Secara analisis morfo-vulkanik dan kaitannya dengan mineralisasi saja sudah terasa kuat hubungan antara bentuk memanjang bukit itu dengan arah-arah umum mineralisasi yang dieksploitasi di zaman modern ini. Abad 19 dan awal abad 20 yang lalu Belanda mengeksploitasi mineral di sekitar daerah situ (Cikondang) pun sudah sangat modern — dibanding masa ribuan tahun seblumnya yang kemungkinan masyarakatnya sudah dapat mengidentifikasi mineralisasi di Gunung Padang dan mengeksploitasinya.

Hipotesa paling liar adalah setelah proses eksploitasi tersebut mereka bangunlah bangunan-bangunan di atasnya untuk pemujaan dan hal-hal ritual lainnya untuk kemudian dijustifikasi oleh orang-orang modern (termasuk intelektual-intelektual mainstreamnya) yang hanya mempertimbangkan linearisme dalam sejarah dan budaya: bahwa Gunung Padang adalah  tempat sembahyang/pemujaan orang-orang purba. Hehehhhehehe.....

Kasusnya serupa dengan bagaimana Belanda membangun titik-titik triangulasi di gunung-gunung dan lembah-lembah kemudian menanami pohon beringin di sana supaya masyarakat tidak mengganggu penanda-penanda geodesi tersebut karena pohon beringinnya angker — tempat nenek moyang bertapa dan sebagainya. Juga kasus pohon-pohon beringin angker di mata air-mata air kita!!! Mitos - Legenda tentang keangkeran lokasi penanda maupun (bekas eksploitasi) sumber daya alam lainnya kelihatannya sengaja dibikin untuk melindungi kelestariannya (atau supaya suatu saat nanti orang yang dikehendaki oleh para penanda tersebut dapat menemukan “sisa-sisa"nya??). Wallahualam. Ekskavasi yang akan membuktikannya.

Lebih mudah bagiku sebagai geologist, yang meskipun dibilang liar berteori tapi tetap tertib berhipotesa memakai alur pengetahuanku tentang geologi, daripada tersesatkan oleh mainstream pendapat para ahli yang berkacamata kuda yang tidak berani eksplorasi mendobrak kemapanan.

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

10 Agenda (Oret-Oretan di Bawah Meja)

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

  1. Menguasai riset-riset strategis kebumian dan maritim Indonesia.

  2. Mendokumentasi dan mengelola unsur Tanah Jarang (Rare Earth Element) - super conductor materials in Indonesia,

  3. Mengurai kekayaan Sundaland Sea untuk sebesar-besar manfaat bangsa dan dunia.

  4. Konsentrasi pada eksplorasi - eksploitasi Unconventional GeoEnergy: shale gas, shale oil, hydrate, geothermal, geoheat, nuclear, dan sejenisnya,

  5. Eksplorasi masif di cekungan-cekungan yang belum pernah dijamah (70% ada di laut nusantara) untuk menemukan potensi tersembunyi Oil-Gas Resources Indonesia.

  6. Energi dari masa lalu (Indonesia ancestor's energy treasure).

  7. Menguak sejarah, kearifan dan teknologi masa lalu lewat penelitian Katastrofi Purba,

  8. Menyiasati hidup selaras bersama Dinamika Bumi Indonesia (gempa, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, dan sebagainya) untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi keberlangsungan hidup (survival) bangsa,

  9. Mengembangkan sayap ke mancanegara untuk mengamankan energi dan sumber daya hidup bangsa negara dan dunia,

  10. Ma'rifat makin mendekat pada asal dan akhir segalanya dengan bijak, cerdas, dan siap siaga!

Read More