Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Tentang Lusi dari ADB (Hasil Mengikuti Undangan Brainstorming Mematikan Semburan Lusi oleh Badan Geologi - Jumat 27/08/10)

Usaha teknis untuk mematikan semburan Lusi tidak bisa dipisahkan dari penanganan masalah sosialnya, harus menjadi satu paket, kalau tidak, maka jangan pernah berpikir untuk mematikannya.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Usaha teknis untuk mematikan semburan Lusi tidak bisa dipisahkan dari penanganan masalah sosialnya, harus menjadi satu paket, kalau tidak, maka jangan pernah berpikir untuk mematikannya. Kalau masalah sosial seperti pembayaran ganti rugi yang terkatung-katung karena pemerintah sangat toleran terhadap performance janji Lapindo tidak diberesi maka dijamin segala usaha keteknikan yang akan dilakukan akan mengalami hambatan di lapangan. Itulah yang terjadi sekarang ini. Biarpun konon kabarnya SBY mendapat bisikan banyak pihak dari luar maupun dalam yang terinspirasi oleh keberhasilan penanganan blow out di Montara (NWShelf) dan Horizon (Gulf of Mexico) untuk mulai berfikir lagi soal mematikan sumber semburan LuSi, tetap saja dia sebagai presiden tidak bisa lari dari kenyataan bahwa penanganan masalah sosial di LuSI sampai sekarang masih amburadul. Makanya dari awal-awal seperti ini sebelum sang presiden peragu dan banyak pikir ini dipengaruhi oleh banyak pihak untuk grusa-grusu mengadopsi keberhasilan kill well di NWShelf maupun GOM untuk Lusi, saya teriakkan ke mana-mana: beresi juga ganti rugi dan masalah-masalah sosial lainnya (pemindahan penduduk, pendidikan, jalan raya macet dan sebagainya). Jangan cuma fokus ngomong tinggi-tinggi soal teknisnya. Biarlah masalah teknis dibicarakan dan direncanakan ahlinya, tapi masalah sosial harus anda kawal dan paksakan sesegera mungkin untuk diberesi, supaya nantinya usaha teknis ini di-ridho-i dan tidak mendapat gangguan masyarakat

Berdasarkan kesepakatan teknis saintifik yang sudah beberapa kali dibahas di level asosiasi profesi maupun di kalangan ahli lembaga-lembaga pemerintah, disebutkan bahwa usaha teknis pertama yang harus dilakukan dalam rangka menuju ke perencanaan killing source (bukan well, karena well-nya dah gak keliatan lagi?) dari Lusi ini adalah running 3D seismik dengan desain khusus seperti yang sudah didesain oleh kawan-kawan BPPT dan Elnusa dan sudah di-endorse oleh forum-forum IAGI maupun HAGI dalam berbagai kesempatan dalam dua tahun terakhir ini. Akuisisi data baru ini menjadi sangat crucial karena akan memberikan gambaran baru tentang kondisi bawah permukaan dalam di bawah Lusi yang selama ini cuma bisa dikira-kira saja oleh berbagai kalangan, termasuk oleh para drilling engineer yang mencoba merencanakan drilling program mematikan sumur BP-1 (mereka menggunakan data engineering dari pemboran BP-1, tapi masih perlu dikuatkan oleh data terbaru 3D seismik untuk konfirmasi).

Integrasi data dan interpretasi 3D seismik baru tersebut mutlak harus dilakukan dengan data engineering dari BP-1 maupun relief well sesudahnya dan juga dari data geologi geofisik permukaan dangkal yang diakuisisi dalam empat tahun terakhir ini.

Khusus untuk asosiasi profesi seperti IAGI, HAGI, dan IATMI, dimohon untuk tidak berat sebelah dalam mengungkapkan berbagai data teknis dan interpretasinya, jangan mengulang kesalahan-kesalahan sebelumnya yang hanya memihak pada satu sisi pendapat para ahli tertentu saja, padahal secara nyata berkembang argumen-argumen counter dari pendapat-pendapat tersebut. Biarkanlah kedua-dua pendapat tersebut berkembang karena line of reasoning dari masing-masing bisa jadi akan bermanfaat bagi rencana penanggulangan mematikan semburan ini nanti. Biarlah nanti di level pengambilan keputusan melakukan excercise yang disebut sebagai: "probability atau uncertainity management", yaitu mengambil keputusan berdasarkan ketidakpastian dari berbagai teori penyebab maupun kondisi situasi bawah permukaan-permukaan LuSi. Tentunya dalam sekuen pengambilan keputusannya terkandung asas manfaat lebih banyak daripada mudharat.

Maka, bismillah. Mudah-mudahan kita semua berhasil bersama-sama maju ke depan menanggulanginya.

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Mengimbau Krisis, Menekan Manis (BPMigas dan Revisi UU Migas)

Membaca tulisan seorang kawan di BPMigas yang terkait dengan menggalakkan eksplorasi, meningkatkan cadangan, membuka wawasan baru, datang ke daerah-daerah frontier, menerapkan ide-ide baru, dada rasanya jadi sesak.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Membaca tulisan seorang kawan di BPMigas yang terkait dengan menggalakkan eksplorasi, meningkatkan cadangan, membuka wawasan baru, datang ke daerah-daerah frontier, menerapkan ide-ide baru, dada rasanya jadi sesak. Membayangkan kawan saya seorang saintis sekaligus birokrat yang mengurusi operasionalisasi kontrak-kontrak migas di Indonesia; seolah-olah tanpa daya: mengimbau, mengimbau, dan mengimbau.

Seakan-akan kita semua berada pada satu labirin yang berputar-putar di mana wakil pemegang hak atas kekayaan "mineral" (mineral right) tak berdaya dan hanya mengeluhkan mereka yang menjalani operasionalisasi kontrak sebagai: kurang berani, hanya bermain-main dengan portfolio, mengebor tidak untuk cari minyak, berputar-putar di daerah mature, dan sebagainya.

Apakah memang tugas BPMigas hanya mengimbau? Tentu saja tidak. BPMigas mewakili kepentingan 65% sampai dengan 87,5% dari kontrak kerja sama bagi hasil dengan KKKS-KKKS yang mereka awasi. BPMigas punya otoritas persetujuan (dan ketidak-setujuan) terhadap semua program E&P KKKS terutama yang ada urusannya dengan duit (tentu saja). Mestinya nuansa "mengimbau" dalam hubungannya BPMigas dengan KKKS tidak perlu ada, kalau terjadi komunikasi yang selaras-harmonis antar pemegang kepentingan, dalam hal ini KKKS dan BPMigas, yang harusnya dibangun sejak awal asal muasal kontrak diteken. Terobosan yang dilakukan oleh R.Priyono sebagai Ka BPMigas dengan menyebar "wakil-wakil" dari BPMigas menjadi VP-VP proyek di berbagai KKKS besar (terutama yang berproduksi) dapat dikatakan sebagai salah satu upaya untuk menjalin komunikasi tersebut. Memang ada banyak tujuan lain yang lebih langsung bisa dirasakan manfaatnya, seperti (maunya) memperpendek birokrasi perizinan di BPMigas (karena sudah tersaring lebih dulu di level VP KKKS nominee BPMigas tersebut), ataupun menjulurkan tangan pengawasan lebih dalam ke dalam pelaksanaan operasional KKKS dan sebagainya. Tetapi jalinan komunikasi itu perlu. Harus. Paling tidak, lewat VP-VP itulah harusnya kawan tersebut dapat menekankan (bukan menghimbau) kondisi darurat migas kita sebagai penggerak utama kumpeni-kumpeni tersebut untuk tidak berleha-leha dan bermain-main saja.

Mungkin tidak terlalu berlebihan kalau kita berharap BPMigas sebagai otoritas tertinggi pengelola kontrak-kontrak E&P Migas di Indonesia bukan sekadar mengimbau. Selain menekankan (dengan sanksi – bukan dengan “sangsi” alias ragu-ragu yang selama ini nampaknya terjadi), BPMigas seharusnya juga dapat mengambil alih operasi untuk kepentingan emergency. Nah, kurang emergency apa kita sekarang ini? Krisis energi.

Benahi dulu kelembagaan yang terkait dengan urusan migas kita lewat aturan-aturan legal, mumpung UU Migas sedang direvisi!!!!!

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Pertanyaan-Pertanyaan

Apakah anda punya afiliasi partai tertentu? Bagaimana pendapat anda tentang kontrol partai lewat DPR terhadap jalannya pengawasan operasi KKKS oleh BPMigas?

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

  1. Apakah anda punya afiliasi partai tertentu? Bagaimana pendapat anda tentang kontrol partai lewat DPR terhadap jalannya pengawasan operasi KKKS oleh BPMigas?

  2. Bagaimana profil rasio kecepatan penambahan cadangan dibandingkan dengan produksi minyak kita di Indonesia sepuluh tahun terakhir ini? Dan bagaimana rencana dan realisasi anda dalam setahun ini dalam rangka mengubah profil tersebut menjadi lebih baik?

  3. Ada yang mengatakan bahwa bukanlah faktor geologi/engineering yang membuat panjangnya waktu antara penemuan dengan realisasi produksi, tetapi lebih ke masalah non-teknis, yaitu perizinan (BPMigas-Migas-daerah) yang berkepanjangan, soal tanah, dan sebagainya. Bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut?

  4. Penggunaan per-bank-an dalam negeri untuk menunjang operasi KKKS banyak tidak disukai oleh kalangan investor asing. Bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut? Apakah itu tidak justru menyurutkan minat untuk investasi lebih banyak di E&P?

  5. Bagaimana usaha anda untuk membuat semakin banyak komponen dalam negeri terlibat dalam usaha operasi migas baik yang inti maupun penunjangnya lewat pengawasan operasi hulu ini? Apakah publik bisa mengetahui profil pengurangan volume dan jumlah absolut kontrak-kontrak TSA (Technical Service Abroad) yang disetujui BPMigas sebagai bukti dari performance BPMigas memajukan industri dalam negeri?

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

The Clinckers = Tuffaceous Rocks Associated with Burning Coals

Mohon berhati-hati dengan interpretasi fenomena batuan bersifat tufaan yang berada di sekitar interval batu bara yang sudah teralterasi, terutama di Miocene coal di Cekungan Kutai.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Mohon berhati-hati dengan interpretasi fenomena batuan bersifat tufaan yang berada di sekitar interval batu bara yang sudah teralterasi, terutama di Miocene coal di Cekungan Kutai.

Memang belum ada satu pun dipublikasikan paper yang khusus membahas tentang masalah ini di daerah tersebut, tetapi saat aku masih bergentayangan bersama tim pemetaan regional VICO 1991-1998 di daerah Kutai (hilir dan hulu), penelitian khusus yang cukup intensif tentang gejala tersebut telah kami lakukan untuk menjawab keanehan kontradiksi antara penyebaran tuffaceous rock tersebut dengan sejarah vulkanisme di Miocene sendiri (yang tidak klop).

Prof. Sukendar Asikin, juga almarhum Prof. Rubini, sempat kami ajak juga jalan-jalan melihat berbagai fenomena tuffaceous rock tersebut, paling tidak di sembilan lokasi yang berhasil kami petakan di seputaran aliran S. Mahakam, bahkan dengan menggunakan bantuan magnetometer, karena sebagian besar produknya juga sampai berupa grape stone basalt yang berongga-rongga yang punya kemagnetan tinggi. Salah satu lokasi di Loa Tebu dekat Tenggarong malahan dideskripsikan sebagai "welded-tuff" oleh para pakar petrologi yang kami ajak ekskursi ke sana.

Secara asosiasi, semua fenomena tuffaceous rock (sampai ke scoriae grape stone basalt) itu didapatkan di sekitar daerah (atau dekat kontak dengan) batu bara yang terbakar; bahkan di delapan dari sembilan lokasi yang kami teliti asap batu bara terbakar itu terus menerus mengepul bertahun-tahun. Batu bara-batu bara yang terbakar itu pada umumnya tersingkap di permukaan, tapi ada pula yang terkubur agak dalam di bawah permukaan, yang mana asapnya terus menampakkan diri keluar dari rekahan-rekahan di sekitar lokasi tersebut. Ciri umum lainnya adalah dijumpainya banyak lapisan kemerahan seperti genteng ("kreweng" bahasa jawa) di sekitar daerah kontak antara batu bara terbakar tersebut dengan lempung di sekitarnya.

Kami juga berhasil mencoba merekayasa proses yang kemungkinan terjadi akibat kontak panas tersebut dengan lempung, yaitu dengan mengambil contoh lempung abu-abu yang masih segar pada suatu singkapan di daerah Mutiara (Samboja) pada jarak sekitar 10 meter dari batu bara yang terbakar, di mana terjadi urut-urutan perubahan warna menjauhi batu bara dari hitam keras seperti kerak, menjadi putih seperti tuffa, menjadi merah kecoklatan, kemudian menjadi lempung segar abu-abu. Lempung abu-abu yang segar itulah yang kami sampling, kami bawa ke laboratorium DIM di Soekarno Hatta. Kemudian bekerja sama dengan kawan-kawan periset DIM waktu itu, kami panaskan lempung tersebut secara bertahap dari 100 sampai 600 degree celcius dalam tungku tertutup, di mana pada 200, 400 dan 600 degree kami ambil hasil prosesnya. Dan hasilnya menunjukkan urut-urutan yang sama dengan yang kami lihat di lapangan. Secara petrografis deskripsi dari batuan-batuan ubahan itu adalah basalt, tuff, tuffaceous clays, dan atau tuffaceous sandstone di mana didapatkan komponen-komponen gelas yang jelas dalam sayatan. Tetapi secara genesa, kami tahu persis bahwa itu semua adalah hasil laboratorium dan juga hasil sampling di lapangan dekat kontak dengan batu bara terbakar tadi.

Kalau kita menyelisik literatur, fenomena seperti ini sudah dikenali orang sejak awal abad 20 dalam bentuk publikasi oleh Bastin (1905) di Journal Geology untuk daerah Eastern Wyoming. Mereka menyebutnya sebagai clinkers. Banyak paper yang ditulis tentang clinkers yang berhubungan dengan coal di Fort Union formation yang terbakar dan mengubah sedimen-sedimen di sekitarnya di daerah Wiliston (Montana), dan Powder River Basin (Wyoming). Waktu itu counterpart kami di VICO juga banyak membawakan paper dari Wyoming dan Montana untuk referensi laporan internal diintegrasikan dengan hasil riset kita. Fenomena batu bara terbakar menghasilkan tuffaceous rocks ini juga dideskripsikan sebagai tuffa dengan tanda tanya oleh Land & Jones (1987) untuk batu bara-batu bara di Samarinda (Land, D.H., dan C.M. Jones, 1987, Coal geology and exploration part of the Tertiary Kutai Basin in East Kalimantan, Indonesia: in Scott, A. (ed.): Coal and coal bearing strata: Recent advances, Geological Society Special Publication no. 32, 235-255).

Kesimpulan kami pada waktu itu, tuffaceous rock tersebut adalah efek dari burning coals karena sifat self combustability-nya (biasanya ash content-nya tinggi); jadi kita tidak perlu khawatir dengan anomali-anomali "volcanisme" pada Misoen Tengah dan Miosen Akhir yang hampir saja menjadi dispute kalau waktu itu kita kontraskan dengan data-data vulkanik daerah hulunya Kutai dan juga penyebarannya yang ternyata hanya lokal-lokal saja. Apakah hal serupa terjadi juga di Eosen dan juga di Barito: saya belum pernah lakukan riset secara khusus. Tapi di Tarakan, saya banyak melihat fenomena serupa juga di Tabul, Meliat, dan Tarakan Fm.

Mudah-mudahan bermanfaat.

———

From: Noel Pranoto
To: economicgeology@yahoogroups.com
Sent: Friday, June 18, 2010 6:58 PM
Subject: Re: [economicgeology] Washability test

Pak Kamsul,
Sebagai latar belakang, kehadiran tuffaceous rock di sekitar batubara sering terjadi pada Tertiary coal di Indonesia. Setidaknya ini bisa diamati pada Eosen dan Miosen coal di Cekungan Barito, Asam-asam dan Pasir. Bahkan di Cekungan Pasir rata-rata mineral matter (sering disederhanakan sebagai "ash" saja) yg terdapat pada batubara berasal dari volcanic airborne tuffaceous yg terendapkan bersama-sama seam batubara. Di kalangan coal geologist kita sering menyebut "tonstein", suatu lapisan tuffaceous di sekiar interval batubara yg sudah teralterasi namun masih bisa terlihat jelas "glass shard"-nya pada sayatan petrografi. Tonstein ini seperti yg kita duga sangat berguna sebagai penanda (marker) dalam korelasi lapisan batubara karena distribusinya yg luas/lateral.

Kembali ke pada washability, sepanjang ada perbedaan densitas maka washability test (dan langkah selanjutnya adl simulasi wash plant) dapat digunakan untuk menguji seberapa efektif "ketercucian" tadi. Tuffaceous rocks densitasnya relatif masih lebih tinggi daripada batubara namun yg umumnya sering bermasalah dlm proses benefisiasi adl besar butir dan ini bukan hanya berlaku untuk batuan tuffaceous tapi batuan lain dan material lain spt tanah/soil. Saya bukan metalurgist tapi kasarnya jika butiran pengotor ini sangat kecil maka suspensi pada sink/float test tidak terbentuk dan material ini akan terbawa menjadi produk.

Kembali ke pertanyaan Pak Kamsul, intinya uji ini masih bisa digunakan jika pengotornya infil material klastik halus. Uji yg digunakan utk butiran halus ini (fine, >0.75mm) adl froth floatation.

Semoga membantu.

Salam,
Noel

Read More
Rilisan Online Admin Rilisan Online Admin

Tentang Variasi “Kematangan” Batu Bara Umur Sama (Pendekatan Analisis Cekungan Migas)

Pada suatu milis kawan-kawan "geologi ekonomi", aku tertarik mengikuti diskusi tentang variasi rank/nilai kalori pada batu bara formasi yang sama di cekungan yang sama pada kelurusan kemenerusan strike yang sama, tapi di lokasi yang berbeda.

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Pada suatu milis kawan-kawan "geologi ekonomi", aku tertarik mengikuti diskusi tentang variasi rank/nilai kalori pada batu bara formasi yang sama di cekungan yang sama pada kelurusan kemenerusan strike yang sama, tapi di lokasi yang berbeda. Bagi kawan-kawan coal (mining) geologist hal tersebut berpengaruh langsung pada aspek komersial dan otomatis juga ke perencanaan tambang. Bagi kami di geologi perminyakan, pengaruhnya tidak langsung, lewat berbagai urutan implikasi antara, tapi tetap sama-sama krusial dalam menentukan aspek risiko suatu prospek; apakah minyak belum terbentuk dan belum masuk ke perangkap, sudah terbentuk tapi belum masuk ke perangkap, sudah terbentuk dan sudah masuk ke perangkap, atau sudah terbentuk tapi sudah melewati perangkap pergi ke tempat lain. Rank dalam batu bara identik dengan kematangan atau "maturity" dari batuan induk dalam geologi perminyakan. Apalagi batu bara juga sudah terbukti sebagai batuan induk minyak dan gas bumi, terutama di cekungan-cekungan tersier di daerah tropis, khususnya di Indonesia.

Dalam berbagai pengalaman memetakan kematangan batu bara (sebagai batuan induk), termasuk menggunakan data dari pengukuran pada singkapan batu bara permukaan di berbagai cekungan di Indonesia (terutama Cekungan Kutai), variasi perubahan nilai kematangan (Ro, TAI, SCI) dalam satu formasi yang sama adalah sangat biasa terjadi. Kontrol utamanya adalah posisi stratigrafi antara lapisan satu dengan lainnya, dan kemudian burial history-nya atau sejarah penguburan-nya. Makin tua umur stratigrafi suatu lapisan batu bara maka makin matang batu bara-nya, dengan syarat semua urutan stratigrafi mengalami proses penguburan yang sama. Hal tersebut biasanya berlaku di satu posisi titik vertikal (data pemboran yang berurutan dengan kedalaman). Begitu kita berbicara aspek lateral, maka kemungkinan yang berlaku adalah burial history yang bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya.

Saya pernah punya plot kematangan batu bara sebelah menyebelah sayap sinklin Buat (daerah Jonggon, Tenggarong), ke arah barat sampai ke antiklin Pembulan, ke arah timur sampai ke antiklin Gitan, di sepanjang lintasan seismik; yang kebetulan persis di pusat axis sinklin-nya ada sumur dibor VICO di awal 80an yang juga punya data kematangan batu bara dari surface ke TD (kedalaman sekitar tiga kilometer). Dari plot-plot tersebut saya dapatkan trend kematangan yang berbeda di mana surface Ro plot relatif lebih kecil perubahan kematangan-nya dengan bertambahnya umur dibanding dengan subsurface Ro plot. Selain trend sayap timur ternyata lebih matang (untuk umur yang sama) dibanding trend sayap barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebelum ditekuk menjadi sinklin, sayap di timur itu dikubur lebih dalam daripada sayap barat. Selain itu kemungkinan besar proses pengangkatan sinklin-antiklin tersebut berlangsung dalam waktu relatif singkat pada kala/kurun waktu geologi 5MYA (bukan 1.5MYA) yang memberikan kesempatan pada sinklin-nya untuk terus mengalami pemanasan tinggi bersama waktu (time-temperature processes), sementara yang jadi sayap-sayap sudah mengalami reduksi lingkungan temperatur dalam waktu lama tersebut.

Nah, khusus untuk menerangkan variasi kematangan (baca: rank) batu bara pada strike yang sama, tektonik dan/atau struktur-lah yang seringkali menjadi dominan penyebabnya. Hal ini berlaku bukan hanya untuk kematangan atau rank saja, tapi juga untuk ketebalan. Di satu tempat kita bisa punya 75 meter coal seam (wow! Adaro!), di tempat lain pada strike line yang relatif hampir sama mendapatkan separuh ketebalan-nya pun sudah merupakan anugerah. Dari berbagai contoh empiris baik yang dipublikasikan maupun yang tersimpan sebagai laporan-laporan internal perusahaan, penyebab utama variasi ketebalan itu adalah perbedaan sejarah penurunan tektonik (tectonic subsidence) satu tempat dengan tempat lain dikaitkan dengan pembentukan ruang akomodasi sedimentasi (sedimentary accomodation space). Kaki tangan alias fasilitator dari penurunan tektonik tersebut siapa lagi kalau bukan patahan.

Ada patahan normal (turun) di setting rift-basin, back-arc basin, atau muka delta-prodelta (deltafront-prodelta growth fault), ada pula patahan anjak di setting foreland basin, back-arc basin (lagi), dan thrust fold belt system. Daerah-daerah yang turun akan cenderung menumpukkan sedimen lebih tebal daripada daerah yang naik. Dan kalau sedimen-sedimen itu punya kecenderungan membentuk batu bara (fluvial meandering, raised mire, deltaic, shoreline), maka batu baranya akan berkembang sangat tebal. Demikian juga proses yang terjadi setelah deposisi yaitu burial. Selama tektonik terus bekerja, struktur terus bergerak, maka daerah yang turun tersebut akan terus turun ditumpuk sedimen-sedimen yang lebih tebal di atasnya dibandingkan dengan daerah yang naik, atau daerah sejajar-kelurusan strike line-nya tapi tidak mengalami penurunan se-ekstrem daerah active subsidence tersebut. Biasanya daerah itu disebut sebagai transfer zone atau hinge-line, di mana masih juga didapatkan endapan-endapan batu bara (selama lingkungan pengendapan-nya memungkinkan), tetapi ketebalan-nya lebih tipis dan kematangannya lebih rendah daripada yang dikubur dalam tadi. Emang sip dan top markotop, udah tebal, mateng pulak!!! (Rank tinggi lah.)

2010/6/18 kamsul hidayat <khid2006@yahoo.com>

Lapak baru niy Prens;

Lae ku Monang (yang sedang semangat di lapangan);

Aku dan team eksplorasi HG sedang melakukan juga riset coal Warukin khususnya di sekitar Kab. Tapin (Rantau) Kalimantan Selatan. Ndilalah, kok dapet coal Warukin dengan ranges kalori yang cukup "lebar" antara 5100 - 7084 kcal/kg adb (HG's unpublished report,2010). Gak umum & gak make sense jika kita berfikir bahwa coal dalam formasi yang sama, tanpa adanya pemanasan dari batuan intrusi & volkanik setempat, kok ya kalori nya bisa beda banget. Piye iki?

Multiple coal seams dari Fm.Warukin (Tmw) di Rantau tersebar dengan striking relatif N-S dan diping W; Coal kalori tinggi kira2 berada di timur lembar peta menerus ke selatan, katakanlah mulai dari konsesi dan pit nya Antang Gunung Meratus sampai ke Gunung Sambung; Begitu ceritanya Lae...; Kalau dilihat dari posisi stratigrafinya, coal seams dg kalori tinggi tersebut berada di sequence bawah, apakah itu merupakan bagian dari Fm, Warukin (?) that's important question.

Ndilalah lagi, kok yo ada satuan batugamping tersingkap di barat coal seams dg kalori tinggi tersebut. Apakah batugamping ini merupakan Fm.Berai (Tomb) atau sisipan dalam Fm,Tanjung (Tet)?. That's another good question. Beradarkan fact map, tentang coal seams di Rantau ini bisa diambil beberapa kesimpulan sementara:
1) Coal kalori tinggi merupakan bagian dari Fm.Warukin Bawah (Tmw) terbatas dalam zona
sesar naik, di mana Fm,Berai (Tomb) tersingkap.
2) Coal kalori tinggi berada di dalam interfingerings Fm.Berai (Tomb) dengan Fm. Tanjung
(Tet) sebagai host nya.
3) Coal kalori tinggi berasal dari Fm.Tanjung bagian atas (Tet), jadi bukan Warukin.

Demikian Lae, have a mutual discuss.

Regards,
Kamsul

Read More