Prinsip-prinsip Stratigrafi (dan Terjemahan Pusingnya Dosen yang Sedang Bongkar-bongkar Referensi)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Hukum “Original Horizontality”: Beds of sediment deposited in water form as horizontal (or nearly horizontal) layers due to gravitational settling. Terjemahannya: Orang-orang yang normal tidurnya horizontal (hanya tentara jaga-monyet saja yang tidurnya sikap sempurna).
Hukum Superposisi: In undisturbed strata, the oldest layer lies at the bottom and the youngest layer lies at the top. Terjemahannya: Kurang ajar!! Masak orang tua di bawah, anak muda petangkringan di atasnya?!
Hukum “Lateral Continuity”: Horizontal strata extend laterally until they thin to zero thickness (pinch out) at the edge of their basin of deposition. Terjemahannya: Lapisan itu kalau kamu ikuti ke mana-mana secara lateral, maka kamu akan dianggap orang gila!! Wkwkwkwkwk!!!
(Justifikasi Penyerahan Aset Cadangan Migas ke Pihak Asing)
Segala macam cara penyesatan opini dilakukan oleh penguasa dalam rangka menjustifikasi perlunya aset cadangan migas kita diserahkan kepada pihak asing. Ya, Allah, apa nggak malu ya, orang-orang ini pada dirinya sendiri?
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Segala macam cara penyesatan opini dilakukan oleh penguasa dalam rangka menjustifikasi perlunya aset cadangan migas kita diserahkan kepada pihak asing. Ya, Allah, apa nggak malu ya, orang-orang ini pada dirinya sendiri?
Jero Wacik (Men ESDM):
Pertamina dan perusahaan nasional ada kemungkinan hanya mampu menguasai 40% kepemilikan blok Mahakam. Asumsi ini didasari pertimbangan kemampuan finansial Pertamina dan perusahaan minyak nasional. Calon pembeli lapangan tersebut harus berhati-hati karena wajib menyetor triliunan rupiah.
Rudi Rubiandini (Ka SKMigas):
Operator harus menggenjot eksplorasi tambahan lantaran sumur-sumurnya berusia tua. Uang itu bisa hilang jika eksplorasi gagal. Kemampuan menahan risiko ini tidak dimiliki perusahaan nasional.
Kutipan diambil dari koran Tempo edisi Rabu, 20 Februari 2013: Hal. B4.
* Kalau memang berniat menguasai aset migas demi kepentingan nasional tanpa harus terpapar pada risiko eksplorasi, khan bisa saja diatur supaya perusahaan asing-nya dikasi area di luar lapangan-lapangan yang sudah berproduksi tapi masih di dalam blok Mahakam, sementara untuk pengoperasian lapangan-lapangan aset itu serahkan saja pada Pertamina. Kalau mereka masih ngotot mau ikutan di lapangan-lapangan yang produksi tersebut ya mereka harus bayar ke Pertamina sebagai premium participating interest, terus Pertamina setor ke Pemerintah. Bukannya malahan Pertamina ditakut-takuti terus dengan modal besarlah, risiko tinggilah, dan sebagainya.
** Ungkapan-ungkapan argumen mereka sama sekali tidak mencerminkan bahwa mereka mengerti tentang aliran dana dan risiko dalam industri eksplorasi dan produksi migas dan regulasi terkait PSC/KKKS. Sangat-sangat-sangat memprihatinkan.
*** Terlihat sekali kesan sangat memaksakan dengan alasan pokrol bambu (asal-asalan) yang melecehkan profesionalisme teknis dan bisnis Pertamina yang notabene adalah perusahaan milik negara kita sendiri. Kasihan juga ya, pejabat-pejabat kita ini. Mencoreng arang di muka logika, kredibilitas, dan nasionalisme mereka sendiri.
Longsor Cipularang: Jangan Keburu Salahkan Petani!
Lagipula haknya petani untuk buka lahan dan bertani kalau memang itu daerah/tanah mereka sendiri dan bukan tanahnya Jasamarga.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Terlalu dini dan menggampangkan dan terkesan cari kambing hitam sembarangan kalau pihak Jasamarga (Dit Ops: Hasanuddin dalam wawancara dengan El Shinta pagi ini 13 Februari pukul 07:00) menyimpulkan longsornya tebing jalan tol Cipularang kilometer 100 – 300 disebabkan pembukaan lahan oleh petani/penduduk di daerah hulu/atasnya sehingga membuat run-off lebih besar ke area tersebut membebani massa tanah/batuan di tebing mereka.
Mustinya kita para insinyur dan geotechnician introspeksi dulu melihat dan mengevaluasi konstruksi penanganan longsor serupa di tempat yang sama delapan tahun yang lalu: apakah ada kekurangan? Apakah ada area kritis pergerakan tanah yang terlewati yang luput tidak diperkuat — di-grouting? Apakah patahan dan bidang gelinciran lempung Subang di situ benar-benar hanya yang kita ketahui delapan tahun lalu atau sudah berkembang meluas atau memang dari asalnya memang lebih luas tapi tidak kita capture pada waktu itu? Barulah dari situ kalau memang semuanya nampak oke, cari penyebab dari luarnya. Ini belum apa-apa sudah menyalahkan petani/penduduk di daerah hulu. Waduh, kalau saya jadi petaninya, saya akan protes keras!!! Lagipula haknya petani untuk buka lahan dan bertani kalau memang itu daerah/tanah mereka sendiri dan bukan tanahnya Jasamarga. Koq dihimbau-himbau untuk tidak sembarangan buka tanah di sekitar daerah tol Cipularang? Gak fair.
IAGI, HATTI, ayo turunkan tim geoteknik dan insinyur sipil independent ke lapangan. Bantu Jasamarga untuk lebih rasional dan smart mengelola infrastruktur mereka, demi kepentingan rakyat banyak. Jangan asal tuduh ke petani saja. Coba rekam struktur tanah dangkal di sana pake GPR dan Superstring Geoelectrical Survey supaya ngga meraba-raba lagi tentang struktur geologi dinamis di sana sehingga penanganannya juga once for all — jangka panjang, bukan tiap tujuh – delapan tahun longsor lagi.
Corporate Culture Ngutang (Ngemplang?)
Hal lain yang perlu dicatat dari fenomena “corporate culture”.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kebiasaan perdagangan internal, ambil untung dari biaya operasi sendiri yang di cost-recovery, dan menunda bahkan mengemplang pembayaran ke pihak ketiga, nampaknya sudah/sedang akan menjadi “corporate culture” dari beberapa perusahaan migas nasional kita. Hal ini terjadi dan makin menjadi-jadi karena perusahaan-perusahaan perintis, yang dijadikan role model, terus menerus melakukan hal itu dikombinasikan dengan permainan politik lewat partai maupun bargaining di legislatif dan eksekutif pemerintahan negara ini.
Perubahan baru akan terjadi kalau dalam Pemilu 2014 mendatang partai yang menang dan Presiden yang terpilih tidak menolerir adanya permainan-permainan seperti itu – dengan syarat mereka juga tidak berhutang budi atau tersandera oleh para pemain dengan “corporate culture” seperti itu.
Hal lain yang perlu dicatat dari fenomena “corporate culture” itu adalah:
Teman-teman professional yang bekerja di sana yang semula dikenal punya idealisme dan integritas yang tinggi akhirnya menjadi hanyut dalam “culture” atau minimal bersikap “permissive” (maklum) dengan alasan keterpaksaan.
Idealisme “pribumi berjaya”, “anti-asing”, “berdikari”, dan sejenisnya menjadi langganan wajib alasan pemaafan (excuse) bagi perilaku-perilaku bisnis yang tidak etis itu.
Asal mulanya kemungkinan adalah penerapan strategi financial engineering yang memaksimalkan keuntungan dari modal yang ada, yang selanjutnya mengorbankan etika bisnis, yang bukan tidak mungkin akhirnya akan mendegradasi moral secara keseluruhan.
Maka, waspadalah, waspadalah! (Kata Bang Napi)
Eksplorasi itu Tidak (Harus) Mahal, Eksplorasi itu Harus Cerdik
Menentukan dan meyakinkan kepada penyandang dana “daerah mana yang akan diakuisisi dan diproses data seismiknya” berkorelasi dengan 95% tingkat inteligensi dan kesulitan dari usaha eksplorasi pencarian cadangan dan atau sumber daya baru. Sisanya, yang tingkat kesulitannya dan inteligensi yang dibutuhkannya hanya 5% lagi, adalah:
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Menentukan dan meyakinkan kepada penyandang dana “daerah mana yang akan diakuisisi dan diproses data seismiknya” berkorelasi dengan 95% tingkat inteligensi dan kesulitan dari usaha eksplorasi pencarian cadangan dan atau sumber daya baru. Sisanya, yang tingkat kesulitannya dan inteligensi yang dibutuhkannya hanya 5% lagi, adalah:
Menganalisis petroleum sistem, risiko dan biaya yang kemudian diikuti dengan mengebor dan menguji (testing) keberadaan hidrokarbon di dalamnya kalau dari data seismik yang 95% effort tadi terlihat adanya jebakan (trap) migas, atau
Memaketkan analisis data seismik dengan data regional petroleum sistem yang kemudian diikuti dengan pembuatan rekomendasi ke arah mana lagi harus melakukan eksplorasi kalau dari data seismik yang 95% effort tadi tidak terlihat adanya jebakan (trap) migas.
Tapi dari segi biaya: 95% tingkat inteligensi dan kesulitan awal tadi hanya berkorelasi dengan 5% biaya eksplorasi, bahkan seringkali kurang. Murah sekali!! Sementara itu, usaha sisanya yang hanya membutuhkan 5% tingkat inteligensi itu berkorelasi dengan lebih dari 95% biaya eksplorasi.
Kalau kita semua sadar tentang hal itu, tentunya secara cerdik kita akan fokus menggunakan 95% inteligensi kita pada tahapan awal eksplorasi yang murah, dan tidak secara membabi buta terus menerus menceritakan ke orang awam bahwa eksplorasi itu mahal.
Eksplorasi itu harus cerdik!