Eksplorasi? Ntar Dulu, Ah!
Orang-orang yang mundur dari tantangan eksplorasi di daerah frontier hanya karena minimnya data adalah orang-orang yang sama yang selalu kebingungan dan gagal menentukan langkah ketika datanya berlimpah;
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Orang-orang yang mundur dari tantangan eksplorasi di daerah frontier hanya karena minimnya data adalah orang-orang yang sama yang selalu kebingungan dan gagal menentukan langkah ketika datanya berlimpah;
Makin sedikit data, seharusnya makin luas dan bebas imajinasi kita;
Kalau untuk menentukan suatu daerah untuk dieksplorasi seseorang ngotot tentang perlunya menganalisis data yang ada di daerah itu — maka eksplorasi gak akan pernah jadi-jadi: seperti telur dan ayam — tidak berani eksplorasi kalo tidak ada data versus tidak ada data karena tidak ada yang berani eksplorasi di sana;
Sudah terlalu lama kita meninggalkan tradisi intuisi prospektor yang mendeduksi temuan-temuan raksasa ke luar area dan mendelineasi jalur-jalur kaya sumber daya ke daerah kosong tanpa data;
Sudah terlalu lama kita mengira eksplorasi itu berarti berani mengebor di laut dalam dengan biaya dolar ratusan juta saja; kita lupa bahwa eksplorasi itu dimulai dari riset-riset dasar, konsep-konsep besar dan akuisisi-akuisisi data, bukan langsung tiba-tiba ngebor mahal biaya!
Dan hal-hal itu semua seharusnya kita bisa melakukannya! Ayo, daerah kosong mana lagi yang akan kita spec survey akuisisi data, ...jangan dulu bicara ngebor ratusan juta sebelum kita penuhi daerah-daerah kosong itu dengan data-data!!
Ayo, kerja, kerja!! (Dan jangan cuma mengeluh reserve replacement ratio kita rendah!)
Catatan dari pesan-pesan yang kusampaikan di kuliah umum di SM-IAGI UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah.
Tentang Tar dan Aspal itu
Ada dua waktu ketika tar dan aspal menggenangi rongga batu.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Ada dua waktu ketika tar dan aspal menggenangi rongga batu.
Saat migrasi dan pemerangkapan hidrodinamik yang melibatkan air tanah dari recharge area yang akuifernya nyelup ke dapur hidrokarbonnya dan subcrop discharge-nya masih di bawah bumi sana, dan..
Saat minyak sudah tenang-tenang menggenang dalam perangkap reservoir lalu kemudian keseluruhannya terpapar ke air tanah, baik karena pengangkatan - ekshumasi, ataupun karena perangkapnya dipotong sesar yang mengalirkan air segar dari atas tanah.
Dua-dua waktu di atas itu: melibatkan bakteri yang memakan habis yang ringan-ringan dan manis-manis, meninggalkan tar dan aspal terkapar (biodegradasi); atau melibatkan aliran "kencang" yang mencuci fraksi ringan menyisakan fraksi berat si tar dan aspal (water-washing).
Di Badak C-1A reservoir kasus tar-nya karena yang pertama (hidrodinamika).
Di Buton sana kasus aspal-nya kemungkinan karena yang kedua (patahan dan ekshumasi akses air tanah).
Nah, kalau kita jumpai tar dan aspal di dalam cutting batuan, bayangkan saja sendiri kira-kira apa yang terjadi.
Surat dari Kawan: Sore Hari
(Hehehehehe,….dari krisis energi, mafia minyak, sampai matematika konflik, dan filantrofi. Jangan-jangan bukan geologist kawan satu ini!! Sufi!!??)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kondisi riil carut marut-nya republik ini bukan hanya mengambil bentuk dalam tersendatnya ide mulia-mu yang berinisiatif mengatasi krisis energi oleh karena terlalu banyaknya yang terkooptasi oleh kepentingan mafia-mafia minyak, batu bara, dan birokrasi. Don't give up. Kata Bung Karno waktu gonjang-ganjing pembunuhan para jenderal oleh oknum-oknum Angkatan Darat sendiri: "...riak kecil dalam gelombang revousi..." Kita butuh (dan sedang di ambang) revolusi, yang tanpa itu semua: riak-riak seperti kasus kebebalan praktik energi di negeri ini akan jadi ombak gelombang tsunami yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. tapi dengan revolusi "damai" ini: riak-riak itu akan dinetralisir jadi energi positif yang membangkitkan seluruh komponen bangsa bergerak membereskan situasi yang ada di sekitarnya demi kepentingan yang lebih besar: masyarakat sipil yang cerdas, adil makmur merata, dunia ukhrowi.... Jokowi dan Ahok salah satu dari pasangan yang memulainya, dan masih banyak lagi di berbagai belahan bumi Indonesia Lain yang sedikit demi sedikit akan terekspos jadi icon revolusi damai ini!!! Hang in there, broer!!!
Dan satu lagi. Konflik di dunia ini sering kali terjadi karena macetnya komunikasi dan perbedaan persepsi. Solusi utamanya harusnya ya komunikasi dan penyamaan persepsi. Negosiasi, perundingan, traktat, diskusi, debat, tuduhan, pembelaan, dan sampai ke perang pun adalah cara komunikasi dan menyamakan persepsi. Lha kalo kamu bilang pantang menyerah tidak cengeng dan konsisten berusaha tapi tidak berkomunikasi, tidak berusaha berempati, tidak menyamakan persepsi, tidak saling mendengar dalam rangka memecahkan masalah orang untuk memecahkan masalah sendiri, maka dunia Kita akan jadi linearisme yang mudah sekali patah teregresi maupun jadi exponensial seketika hanya dengan sedikit kesalahan antisipasi. tapi kalau mau berkolaborasi merendah mendengar bicara, mundur sejenak untuk maju bersama, aku yakin kesan gerak keseluruhan akan jadi lebih bagus, lebih filantrofis, lebih manusiawi. Serius ini!!!
(Hehehehehe,….dari krisis energi, mafia minyak, sampai matematika konflik, dan filantrofi. Jangan-jangan bukan geologist kawan satu ini!! Sufi!!??)
(Asal jangan kelamaan “sekolah” di situ.)
Jadi, kalau memang mau “sekolah”, sekolah-lah baik-baik di kumpeni itu. Bagus!! Asal jangan kelamaan “sekolah” di situ.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Geosain di kumpeni gede itu memang umumnya masih sangat ketinggalan mentalitas "eksplorasi" dan "engineering solution findings"nya dibandingkan di kumpeni-kumpeni mediocre atau kecil lainnya, karena terbiasa dari dulu dikawal orang-orang bule yang lebih bisa bicara dan mengkooptasi pekerjaan subordinatnya. Memang sih, sebagian kecil dari geosain-geosain itu bisa menonjol-menonjol ke atas kemudian jadi petinggi-petinggi, tapi usaha untuk membuat sistem jadi lebih militan di dalam sana seringkali berhenti di kenyamanan. Sistem kaderisasi explorationist di kumpeni itu menurut aku paling seret dibandingkan dengan di kumpeni-kumpeni lainnya.
Hal ini biasanya terjadi juga di kumpeni-kumpeni besar yang memang sudah punya sistem established dari sononya. Hanya mereka yang klop dan fit dengan sistem itulah yang akan merangsek maju atau naik ke atas. Selebihnya hanya akan jadi sekrup baut pelengkap sistem, seringkali juga hanya menjadi tukang pos dan tukang stempel bagi superioritas “semu” expatriate yang ada di kumpeni tersebut, baik di sini maupun di head office-nya sana.
Jadi, kalau memang mau “sekolah”, sekolah-lah baik-baik di kumpeni itu. Bagus!! Asal jangan kelamaan “sekolah” di situ. Bisa-bisa bernasib seperti katak yang terlena di air rebusan hangat yang makin lama makin panas, tidak kerasa, tiba-tiba: koit saja!!. Good luck!
(Perasaanmu Tricone Bit atau PDC?)
Hubungan sonic atau density dengan er o pe (rate of penetration) baik-baik saja selama yang penetrasi berani lebih menusuk (tricone bit) daripada menggesek (PDC Bit).
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Hubungan sonic atau density dengan er o pe (rate of penetration) baik-baik saja selama yang penetrasi berani lebih menusuk (tricone bit) daripada menggesek (PDC Bit).
Menekan dan menggesek (macam kerja si PDC Bit ini) memang bisa cepat bikin lubang, tapi bahaya flow dan kick jadi lebih besar.
Karena dalam prakteknya PDC: driling break sering tidak berasosiasi dengan porositas atau permeabilitas tapi dengan kerapuhan; maka jangan heran kalau porous dan permeable zone baru ketahuan setelah gas dan cutting-nya naik ke permukaan, er o pe tidak bilang apa-apa waktu melewatkan.
Itu dia yang menyebabkan litologi dan fluid content yang direpresentasikan oleh sonic dan density jadi tidak terkait langsung dengan er o pe!
Perasaanmu tricone bit atau PDC?