(Urat Emas dan Penggelontoran Dana)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Ada pertanyaan sedikit yang mengganjal: apakah benar di gunung sebelah situs Gunung Padang (kalau tak salah Gunung Rosa) ada urat-urat emas sehingga ada pihak luar ada yang berminat menggelontorkan dana (dengan hidden agenda tentunya)?
Confirmed, untuk fenomena urat, pak! Tapi tidak confirmed untuk gelontoran dana itu!
Di arah selatan dan tenggara Gunung Padang memang banyak dijumpai mineralisasi akibat terobosan larutan magma pada aktivitas vulkanisme Plio-Pleistocene (1,5 juta tahun sampai sekarang) di mana mineralisasi-mineralisasi itu bisa saja ada yang mengandung emas dalam bentuk urat-urat di rekahan-rekahan bumi. Di belakang Gunung Padang ke arah Gunung Malati pun sudah kita jumpai mineralisasi-mineralisasi tersebut (dalam istilah geologi juga disebut hidrotermal alteration: warna batuan jadi putih kekuningan berbau belerang dan banyak mineral-mineral pirit dan sebagainya — tapi tidak ada emasnya).
Nah, waktu pemboran di Gunung Padang pun petinggi militer setempat yang ikut meninjau waktu itu sempet nanya ke geologis saya (karena saya kebetulan tidak ada di lokasi), “itu kalo nanti ketemu urat emas di pemboran bagaimana, dik?” Dan seterusnya. Jadi memang nampaknya persepsi/kecurigaan orang awam selalu ada bahwa penelitian kita itu bisa jadi sebenarnya nyari emas atau eksplorasi urat mineralisasi emas dan sebagainya. Dengan demikian isu-isu orang awam bahwa ada yang berminat menggelontorlan dana karena mau nyari urat-urat emas jadi sangat dimengerti.
Kalaupun memang kita menemukan "endapan" emas natural berupa urat-urat emas di pemboran Gunung Padang, tentunya harus dilaporkan ke pihak yang berwenang (Dis ESDM Cianjur dan juga tentunya Balar karena ada di daerah kekuasaan mereka). Tapi apakah dengan demikian terus situs Gunung Padang akan dibongkar habis karena adanya urat emas tersebut tentunya kita semua para stakeholder ini tidak akan seceroboh itu. Jadi, akan sangat berat bagi penggelontor dana untuk nantinya menindaklanjuti kalau ada urat emas di dalamnya karena regulasi-regulasi yang terkait kepurbakalaan dan juga tantangan dari banyak kalangan (termasuk dari saya sendiri walau latar belakang saya adalah geologis ekstraktif kebumian — oil and gas — karena tidak sesuai dengan prinsip keseimbangan yang kami anut dalam eksplorasi-eksploitasi sumber daya alam).
Aku Sering Ditanya
Dirilis pertama di Facebook Pribadi.
Apa kabarnya eksplorasi migas laut dalam Indonesia? Sembilan sumur berurutan dibor di dua cekungan yang katanya masa depan migas kita (tujuh di selat Makassar dan dua di perairan Papua) dry hole semua; biaya per sumur bahkan mencapai 200 juta dolar Amerika;
Lalu aku bilang:
Kabar kita sedang berusaha fokus, konsisten dan tidak batal puasa; karena di selat Makassar kita sedang ada di ba'da Ashar puasa sunnah, sebentar lagi juga adzan Maghrib kita berbuka; dengan chance of success 1:10 di selat Makassar sana, maka mudah-mudahan di sumur ke delapan, sembilan atau sepuluh nanti kita akan dapatkan temuan-temuan berarti.
Tapi syaratnya yang tujuh itu jangan dibikin sia-sia. Pelajari sampai tuntas kenapa sampai meleset prospeknya; demikian juga dengan yang di perairan Papua. Ayo, jangan batal puasa! Pertajam pisau analisis kita, tetap siaga jangan berleha-leha. InsyaAllah potensi migas kita masih banyak yang belum dibedah. Tuntaskan puasa sunnah kita!!!
Tentang Bendera Merah Putih di Puncak Gunung Padang
Salah satu dari empat pertapa yaitu yang paling tua: dialah yang meminta izin kepada para Juru Kunci Gunung Padang untuk memasang bendera merah putih itu di masa-masa awal saat mereka mulai pertapaannya akhir 2011 lalu.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Salah satu dari empat pertapa yaitu yang paling tua: dialah yang meminta izin kepada para Juru Kunci Gunung Padang untuk memasang bendera merah putih itu di masa-masa awal saat mereka mulai pertapaannya akhir 2011 lalu. Mereka sudah lebih dari sebulan ada di puncak Gunung Padang, ketika kami melakukan pemboran Januari 2012. Yang paling tua itu adalah bapak mereka, umurnya 80an tahun, tapi masih tegak kuat dan segar bugar seperti 50an. Pesan pak tua itu: biarkan saja bendera merah putih berkibar di sana, jangan diganti, jangan diturunkan sejenak juga, sampai nanti saatnya dia rusak cabik dan musnah dengan sendirinya.
Selama belasan puluhan tahun menjaga Gunung Padang, para juru kunci mengakui tidak pernah sekali pun melihat, mengalami, dan merasakan ada bendera merah putih dikibarkan di sana. Baru sekali inilah peristiwanya. "Dulu pak Karno pernah naik ke sini, maka untuk memperingati itu, biarlah saya pasang bendera merah putih ini di sini,” begitu kata pak tua 80 tahun itu kepada para juru kunci. Aneh? Masih ada yang lebih aneh lagi: coba simak juga berikut ini.
Seumur pengalaman para juru kunci itu tidak pernah ada orang atau rombongan orang yang ziarah lebih dari tiga hari tiga malam berturut-turut. Ini mereka berempat bukan hanya lebih dari tiga hari tiga malam, tapi sudah berbulan-bulan di situ. Kalau siang mereka tidur di tenda kalau malam pindah ke rerumputan bebatuan situs “melekan” semedi, dzikir, tafakur sepanjang malam. Kebutuhan makan minum sehari-hari nampaknya dicukupi/diurusi oleh salah satu juru kunci, tentunya dengan pembayaran jasa dan penggantian bahan makanan minuman yang mereka konsumsi. Lama-lama akrab juga mereka dengan saya. Mereka panggil saya “prof", sayang saya tidak tahu nama mereka. Entah apa yang mereka tirakati. Soal solat lima waktu paling nggak dhuhur dan ashar yang saya lihat mereka semua tidak pernah lewat waktu. Itu yang saya tahu.
Keanehan berikutnya, seolah-olah mereka ada di situ semuanya terkait dengan rencana tim kita melakukan penelitian Gunung Padang. Satu - dua minggu setelah mereka datang, Danny mulai dengan survei Gunung Padang tahap-1 nya. Menurut cerita hampir semua juru kunci, mereka cerita bahwa mereka tahu sejak awal bahwa akan ada orang-orang seperti kita yang akan meneliti isi Gunung Padang — sampai mengebornya malahan. Hampir semua juru kunci yang saya temui menceritakan tentang ke"weruh-sak-durunge-winarah" nya orang-orang pertapa itu tentang kita.
Dan tadi pagi jam 8an (5 Februari 2012) sebelum drilling dimulai dalam dialog yang cukup panjang dengan dua diantara mereka, mereka sangat salut dan kagum karena pemahaman keilmuan saya tentang situs itu dan juga (terutama) Cihandeuleum sama percis dengan pemahaman mereka. "Meskipun jalan dan cara kita berbeda, prof", kata mereka. Mereka senang sekali karena saya berhasil menyingkap/menyibak situs Cihandeuleum lewat sketsa di buku lapangan saya (saya perlihatkan ke mereka). "Percis seperti yang ada di gambar kepala saya ketika saya pejamkan mata", kata salah satu dari mereka. "Meskipun secara fisik saya tidak ke sana, tetapi itulah memang Cihandeuleum yang saya jelajah secara batin. Yang perlu prof temukan lagi di sana adalah tengkorak orang bersemadi, yang saya sebut sebagai fosilnya di sana. Dan kalau prof mau lebih jauh, di Gunung Karuhun pun ada peninggalan serupa". Lalu saya nyeletuk. ”kalau dari analisisku, Gunung Pasir Malang di sebelah timur Gunung Padang itu pun harusnya ada situsnya, pak! Lihat saja bentuknya seperti Tangkuban Perahu yang aneh itu. Dan juga untuk keseimbangan, karena di barat Gunung Padang khan ada Cihandeuleum, harusnya di timur juga ada. Itulah Gunung. Pasir Malang!" Mereka bilang: "Subhanallah, prof ini memang orang jarang!” (Mungkin maksudnya rambut saya jarang ada hitamnya ngkali? Hehehehe).
Bahwa kemudian ketika saya ungkapkan juga tentang pencarian keliling saya untuk singkapan natural asal columnar joint basalt menemui kegagalan dan saya kuatkan penalaran bahwa kemungkinan besar bentukan-bentukan batu Gunung Padang itu buatan manusia dengan alat tertentu dan atau yang kita sebut kesaktian (teknologi), maka makin berbinar-binarlah mata mereka. Itu klop dengan penglihatan batin mereka. Tentang kujang, tentang tapak macan, tentang batu cakar lima dan tentunya batu bernada yang aku bilang karena rongga (bj lebih kecil) dan kandungan logam (modifier frekuensi). Semuanya klop dengan penglihatan mereka. Apalagi juga ketika saya ungkapkan tentang kemungkinan tiga masa kebudayaan berbeda, zaman awal pembentukan situs awal (sekitar dua - lima ribu SM), zaman Prabu Siliwangi (abad 12 - 14) dan zaman Belanda (abad 17 - 19), nanti tergantung hasil carbon dating yang sedang dan akan kita run. mereka menyalami saya dan mengangguk-angguk senang. Itu yang saya suka dari prof, anda bisa menyerap seperti pandangan batin kami dengan jelas dan terang (lho?!!).
Tentang bendera itu, saya juga baru tahu belakangan tadi (5 Februari 2012) sekitar jam 3 sore mau bubaran. Ternyata merekalah yang mengibarkan.
Mungkin juga itu pertanda bahwa kalibrasi metodologi dan alat kita di Gunung Padang akan ikut jadi tonggak penting penemuan kejayaan kemegahan Indonesia masa lalu untuk masa depan.
Wallahu alam...
Peak Oil di Indonesia? Ayo, Jangan Menyerah!
Lepas dari masalah asal usul minyak bumi itu organik atau anorganik, isu tentang "peak oil" itu bukan barang baru dalam industri minyak dunia.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Lepas dari masalah asal usul minyak bumi itu organik atau anorganik, isu tentang "peak oil" itu bukan barang baru dalam industri minyak dunia.
Tahun 1885 adalah pertama kalinya otoritas pemerintah dan geologi bilang tentang berakhirnya puncak penemuan dan produksi minyak setelah 36 tahun sejak Kolonel Drake menemukan minyak di Pennsylvania. Ee.., setelah trennya turun sedikit malah kemudian setelah itu produksi berlanjut naik dengan penemuan Spindletop dan lain-lain. Demikian juga 1920 (setelah Perand Dunia 1), 1945 (setelah Perang Dunia 2), 1973 (mulai embargo minyak Middle East - sesuai dengan teori M. King Hubbert), kemudian yang terakhir sekitar 2005: totalnya sudah lima kali otoritas dan petroleum geologist seluruh dunia dihebohkan dengan isu peak oil ini (saduran bebas dari the "Quest" Daniel Yerghin, 2011).
Masalah sebenarnya adalah dalam ke-tidak tahu-an kita tentang berapa besarnya ultimate "wadah" sumber daya minyak, para praktisi politik bisnis dan kebijakan energi dunia cenderung mengelirukan apa yang sudah diketahui dan ketemu dalam jangkauan pemikiran dan teknologi masa kini sebagai "reserve" adalah ultimate "wadah" tersebut! Dan hal yang keliru ini dimanfaatkan betul oleh berbagai konspirasi bisnis-politik dunia untuk memaksakan virus pemikiran bahwa adalah sangat wajar kita semua membayar tinggi untuk harga energi kita.
Sebenarnya oke saja isu itu dipakai untuk menggelorakan pencarian (riset sumber energi baru dan sebagainya), tetapi di daerah atau negara yang belum sepenuhnya dieksplorasi (belum diketahui wadah sebenarnya) tentunya jangan sampai isu itu dipakai untuk mematikan semangat eksplorasi-produksi migas tentunya dengan terobosan-terobosan konsep dan teknologi yang baru. Dan itu berlaku sepenuhnya untuk Indonesia.
Pendapat banyak kalangan industri, termasuk Wakil Menteri ESDM kita (yang notabene adalah Profesor Perminyakan dari ITB) bahwa Indonesia bukan negara kaya minyak, minyak kita sudah habis, dan kita harus berhemat dan berpikir ke arah energi lainnya, merupakan himbauan yang baik untuk alasan yang keliru. Kaya atau tidaknya negara kita akan migas masih harus ditentukan oleh kecanggihan terobosan para eksplorasionis Indonesia dan tentunya kerelaan pemerintah untuk membuka diri terhadap ide-ide teknis dan administratif baru untuk meningkatkan daya tarik geologi minyak bumi cekungan-cekungan Indonesia untuk menemukan lagi cadangan-cadangan baru di dalamnya!
Ayo mencari wadah itu! Jangan hanya puas menganggap wadah kita sudah sebegitu-begitunya saja! Masih 75% open area di cekungan-cekungan yang pernah diproduksi di Indonesia yang belum dijamah; masih ada puluhan cekungan migas yang sama sekali belum pernah data dasar geologi migasnya diakuisisi secara selayaknya; masih banyak tersimpan cadangan-cadangan raksasa di bawah sumur-sumur dan lapangan-lapangan tua kita (kasus Blok Cepu, dan sebagainya).
Ayo, jangan menyerah!!!
Catatan Komunikasi Tentang Gunung Padang
Oh, apa ada hubungannya dengan sejarah..?
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Q: Ass wr wb, Kang kalau boleh saya tau bidang apa yang Kang Andang dalami?
A: Sedimentologi dan Stratigrafi.
Q: Oh, apa ada hubungannya dengan sejarah..?
A: Saya mempelajari lapisan-lapisan bumi yang "mengubur" peninggalan sejarah. Sebenarnya asal mulanya adalah dalam rangka mencari data poin untuk melengkapi statistik periodisitas (keberulangan) jenis-jenis bencana tertentu seperti gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, banjir bandang, longsor, dan sejenisnya. Dengan mendata sifat dan umur lapisan-lapisan yang diendapkan di daerah-daerah tertentu di muka bumi tersebut, maka saya akan mendapatkan lebih sedikit ketidakpastian siklus berulangnya bencana yang nantinya dipergunakan dalam mitigasi. Nah, kebetulan dalam riset-riset saya dan kawan-kawan dua tahun terakhir kami temukan indikasi peninggalan sejarah (purbakala?) yang terkubur oleh lapisan bencana tersebut... Di situ lah pertautannya!!!
Q: Oh begitu, soalnya dulu saya pernah pelajari sejarah tentang apa yang terjadi di bumi nusantara ini, baik secara spiritual juga melalui pelajaran dari buku sejarah danbuku lontar. Kalau menurut kang Andang bagaimana?..
A: Tidak ada salahnya menggabungkan pengetahuan spiritual untuk mempertajam irisan analisis intelektual. Malah beberapa kali saya bekerja bersama kawan-kawan yang punya kelebihan untuk menangkap "getaran" gelombang dari alam untuk lebih memfokuskan langkah; tapi pada akhirnya yang bisa diterima di kalangan akademisi versi mainstream ya hal-hal yang bisa dijelaskan secara natural (bukan supranatural). Tapi gak masalah juga, yang penting tujuan akhirnya tercapai: kemaslahatan bersama, kesadaran akan adanya budaya (tinggi) terdahulu dan pengetahuan tentang adanya siklus-siklus bencana, yang dengan itu kita bisa mengantisipasi kejadian berikutnya secara lebih berilmu dan tidak sekadar pasrah, taklid buta belaka...
Q: Saya masih ingat kalau orang tua saya, termasuk karuhun abdi aya bukuntuk, kitab peninggalan yang menceritakan kejadian sebelumnya juga tentang pulau Jawa/bumi Nusantara juga tentang gunung padang. Kalau urang sunda bilang Gunung Padang itu Gunung Sanghyang. Saya cuma senang membaca dan belajar tentang gejala alam yang sudah terjadi dan akan terjadi. Tapi saya pake ilmu spiritual dan geologi yang dulu pernah saya pelajari di sekolah dan dari orang tua saya..
A: Sippp. Kombinasi. Kita gunakan semua resources yang ada di diri kita maupun sekeliling kita untuk memahami sunatullah supaya bisa jadi berkah. Nah, kalau menurut buku peninggalan tersebut bagaimana cerita tentang Gunung Padangnya?
Q: Kerajaan yang ada sebelum Masehi, kalau di buku tersebut di sebut kerajaan Salaka Kuno. Kalau mau liat prasastinya ada di sebelah Selatan Gunung Padang. Letaknya dekat mata air, insyaAllah ada peninggalan yang di simpan oleh para karuhun supaya kita bisa belajar tentang apa yang telah terjadi. Tapi tulisannya pakai huruf sangkrit, bukan Palawa/Sangsekerta.
A: Saya sudah cek ke daerah Cihandeuleum, dua kilometer arah barat daya gunung Padang, dimana banyak mata-air dan bekas-bekas bangunan berundak (tapi belum pernah didata oleh Arkenas dan Balai). Mungkinkah lokasi itu yang dimaksud menyimpan prasasti? Harus dibongkar, karena masih tertutup hutan...
Q: Semua butuh perjuangan, tapi hati-hati kalau masuk daerah sana. Kalau bisa nembus sampe ke gua tempat penyimpanan prasastinya. Diantara gunung Padang sampe ke Cihandeleum ada satu peninggalan juga ada gua, coba di teliti lagi karena ada banyak peninggalan yang terpendam.
A: Kami rencanakan mendata daerah tersebut dengan geolistrik 3D dan juga georadar dan geomagnet, sehingga minimum dapat bayangan geometri bangunan yang hanya kelihatan bekas-bekasnya di permukaannya saja. Mudah-mudahan bisa nampak sesuatu sebelum kita serahkan ke ahli arkeologinya untuk ekskavasi nantinya..
Q: Amin. Ada lagi satu peninggalan di sekeliling Gunung Padang. Mudah-mudahan cepat terkuak kebenaran tentang tanah Jawa.
A: Saya juga dikasih tau tiga orang pertapa yang ada di Puncak gunung Padang selama kami survei sampai dengan Februari kemarin bahwa di daerah ke arah Cihandeuleum tersebut ada gua yang ada peninggalan sejarahnya, dan mereka titip pesan kalau menemukan gua tersebut tolong temukan juga rangka seorang pertapa yang mati di situ.
Q: Gua tersebut ada di bawah, tidak kelihatan kalau tidak dibuka dulu. Karena di dalam gua tersebut ada artefak peninggalan zaman kuno, juga tulisan yang seperti ada di Mesir. Tapi agak berbeda, gua tersebut agak luas dan dalam. Peninggalan gunung padang kaitannya sampe ke daerah Ciwidey, kang.
A: Ok, mudah-mudahan info-info tersebut dapat kita telusuri. Keep in touch.