(Situasi Sedang Sulit)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Situasi sedang sulit
Di luar maupun di dalam
Di migas maupun non-migas
Meskipun kita adalah pasar terbesar ke lima dunia
Dan sebagian percaya prinsip:
- Mekanisme pasar
- Pembeli (pasar) adalah raja
- Harga ditentukan pasar (market price)
Tetapi ternyata
- Kita didikte produsen
- Mekanismenya kartel
- Pembeli adalah korban eksploitasi
- Harga ditentukan nilai tukar alat bayar dan kehendak bank federal
Situasi memang sedang sulit
Tapi kalau kita sadar dan mau bergerak bersama-sama
Tidak terpecah-pecah
Tidak menjadi antek sengaja atau gak sengaja
Tidak mau jadi bodoh dan terbelakang selamanya
Pasti kita bisa
Mengatasi ini semua
(Energi Sebagai Mesin Penggerak Pembangunan Langsung)
Energi harus menjadi mesin penggerak pembangunan langsung; tidak boleh hanya dijadikan sebagai komoditas pendapatan negara semata.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Energi harus menjadi mesin penggerak pembangunan langsung; tidak boleh hanya dijadikan sebagai komoditas pendapatan negara semata.
Jargon ini sering disuarakan oleh eksekutor maupun legislator negara kita karena memang merupakan amanat dari UU Energi 30/2007 dan Kebijakan Energi Nasional PP 79/2014 —satu-satunya PP yang dalam penetapannya harus melalui persetujuan paripurna DPR terlebih dulu.
Tetapi pada kenyataannya: pada setiap pembahasan APBN yang diributkan selalu asumsi harga minyak, nilai tukar dolar, dan berapa rencana produksi migas tahunan kita untuk pendapatan negara!!!! Undang-undangnya ke manaaaa .... praktiknya ke mana!???
Oleh karena itu dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) yang strategi dan program-programnya mengikat Kementrian Lembaga terkait energi: sedang dimasukkan klausul bahwa dari sekarang sampai 2025 harus terlihat rencana penurunan secara sengaja dan bertahap pendapatan negara langsung dari migas yang dibarengi dengan kenaikan yang proporsional pendapatan negara dari industri menengah dan hilir yang menggunakan energi.
Di 2025 nanti semestinya sudah tidak akan ada lagi asumsi harga minyak, nilai tukar dolar dan rencana produksi migas masuk dalam pembahasan APBN!!!
Mari kita kawal sama-sama: Energi sebagai modal dasar - mesin penggerak pembangunan supaya jangan hanya jadi jargon pidato para pejabat dan politisi belaka!!!
(ADB pada Dies Natalis ke 50 tahun Universitas Trisakti, Auditorium Gd D, Grogol, Jakarta, 14 November 2015)
Penurunan pendapatan negara "alami" karena penurunan produksi dan harga minyak memang sudah terjadi, tapi tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan negara dari industri pemakan energi seperti baja, petrokimia, pupuk, pulp, kertas, tekstil, semen, keramik dan industri pengolahan sawit, misalnya.
Implikasi dari aturan dalam UU dan PP itu cukup luas: artinya harus ada pemihakan terhadap penggunaan energi untuk "produksi" dibanding dengan untuk "konsumsi" ... (PerMen ESDM tentang alokasi gas, misalnya) .... juga Dalam kaitannya dengan prioritas subsidi: selain untuk EBT subsidi juga harus untuk ke industri produktif penggerak ekonomi utama, dan sebagainya.
Dan tentu saja: penuhi dulu kebutuhan (energi/migas) dalam negeri sebelum ekspor ke mana-mana untuk mengejar devisa/revenue.
Tentu saja perbaikan kondisi/iklim eksplorasi untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas Indonesia harus jadi prioritas : mau ada atau tidak aturan/filosofi "mesin penggerak pembangunan" itu. Peningkatan cadangan dan produksi migas akan menguatkan kontras gap antara "pendapatan negara langsung" dengan "mesin penggerak pembangunan" apabila aturan/paradigma utama energi tersebut tidak dilaksanakan.
(Basin Evolution)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
BASIN EVOLUTION - 1
Burial makes you humble
Inversion makes you vulnerable
: Penguburan mematangkan jiwamu
: Pengangkatan membuatmu rapuh
BASIN EVOLUTION - 2
Basin evolution gives you a reflection
Life wouldn't have been a confusion
Should you’ve been following
Your deeper conscience
: Evolusi cekungan memberimu cerminan
: Bahwa hidup tak akan seruwet yang kamu bingungkan
: Jika kamu ikuti nuranimu yang terdalam
Field Trip: Delta Mahakam dan Cekungan Kutai
Seminar lapangan tiga hari "Delta Mahakam dan Cekungan Kutai" untuk dosen-dosen Sedimentologi/Stratigrafi/Petroleum Geology seluruh Indonesia telah sukses diselenggarakan oleh GDA bekerja sama dengan Komite Eksplorasi Nasional pada 9, 10, 11 Oktober 2015 sebagai bagian dari rangkaian acara Joint Convention Balikpapan IAGI-HAGI-IATMI-IAFMI 2015.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Seminar lapangan tiga hari "Delta Mahakam dan Cekungan Kutai" untuk dosen-dosen Sedimentologi/Stratigrafi/Petroleum Geology seluruh Indonesia telah sukses diselenggarakan oleh GDA bekerja sama dengan Komite Eksplorasi Nasional pada 9, 10, 11 Oktober 2015 sebagai bagian dari rangkaian acara Joint Convention Balikpapan IAGI-HAGI-IATMI-IAFMI 2015.
Acara seminar diikuti oleh 19 dosen, delapan anggota KEN, dan enam panitia dari GDA dengan dipimpin langsung oleh Andang Bachtiar Ketua Komite Eksplorasi Nasional sekaligus geologis peneliti Delta Mahakam – Cekungan Kutai. Para peserta acara tiga hari di Samarinda dan Balikpapan itu tidak dipungut biaya alias gratis atas sponsorship dari Chevron, Ophir, dan VICO (ketiganya KKKS yang beroperasi di Kalimantan Timur) dan juga kerja sama bantuan keuangan dari Komite Eksplorasi Nasional yang saat itu juga sedang menyelenggarakan Focus Group Discussion-nya tentang Potensi Eksplorasi di Cekungan Kutai Hilir.
Dosen-dosen tersebut datang dari Unila (satu orang), Undip (dua orang), Unsoed (satu orang), Unpak (satu orang), UI (satu orang), Univ Trisakti (satu orang), STTNas (dua orang), Akprind (satu orang), STTMigas (empat orang), dan Unmul (lima orang).
Dua singkapan penting yang menunjukkan geometri dan karakter litofasies khas delta, fluvial, proses pasang surut, dan gelombang serta implikasi sekuen stratigafinya dikunjungi di hari pertama di Samarinda. Pada malam harinya diselenggarakan kuliah malam dan diskusi tentang Cekungan Kutai dan Delta Mahakam di hotel tempat menginap peserta di Samarinda.
Pada hari kedua, Sabtu 10 Oktober 2015 para dosen diajak untuk menyusuri Sungai Mahakam dengan tiga perahu sea-truck dari daerah fluvial di S.Mariam sampai ke delta front area di Muara Bujit, dari pagi jam 07:00 berangkat berakhir jam 17:00 kembali ke Samarinda. Empat lokasi didatangi dan dilakukan pengukuran batimetri, grab sampling (di Fluvial dan Upper Delta Plain) dan coring (di Delta Front dan Lower Delta Plain). Peserta belajar bagaimana karakter sedimen di berbagai depositional setting modern tersebut langsung dari alam yang sering kali tidak sesederhana simplifikasi model yang dituliskan di dalam buku-buku teks. yang paling eksotik adalah pengalaman mendarat di distributary mouth bar di delta front area "jauh di tengah laut" seolah "in the middle of nowhere" dan mendapati berbagai fenomena sedimentologi permukaan maupun bawah permukaan dangkal (dari core).
Pada hari ketiga, Minggu 11 Oktober 2015, para dosen diajak untuk naik ke gunung Batuputih titik tertinggi di Samarinda yang dibentuk oleh gawir patahan-antiklin Separi yang menyingkapkan batu gamping shelf-slope break berumur N7 – N8 di area tersebut. Diskusi pun menghangat tentang hubungan lingkungan pengendapan gamping dengan delta, kontrol struktur pada sedimentasi pro-delta dan deepwater facies dan batu gamping, dan sebagainya.
Setelah itu satu singkapan endapan arus gravitasi berdekatan dengan singkapan batu gamping itu pun diamati, diikuti dengan kunjungan dan diskusi ke singkapan Mud Volcano di sekitar area Batuputih. Model struktur, aktivitas tegangan kompresi, diapirisme dan petroleum system didiskusikan di singkapan-singkapan tersebut.
Singkapan terakhir yang dikunjungi pada field seminar ini adalah rembesan minyak di tebing patahan batu pasir Klandasan Fm di gunung Dubbs/gunung Pancur Balikpapan. Di singkapan tersebut di bahas juga geologi Wain Basin di sekitaran Balikpapan dan sejarah industri migas sejak jaman Belanda di sana. Satu fenomena sejarah perminyakan yang menarik di lokasi ini adalah pipa slotted bertahun 1939 yang dipasang oleh Belanda di dinding bendung artifisial yang dipakai untuk mengalirkan minyak yang keluar dari rembesan untuk dikontrol maupun dimanfaatkan penggunaannya.
Akhirnya acara Field Seminar singkat padat tiga hari full itu ditutup dengan makan malam bersama di Restoran Kenari Balikpapan pada Minggu 11 Oktober 2015 jam 19:00.
Salah satu komentar peserta yang menarik adalah, "Terima kasih buat GDA, KEN, terutama pak Andang terima kasih banyak Pak. Mengubah pola berfikir saya, dari text book oriented kembali menjadi apa itu geologi. Membumi.. Touch the rocks, thats the text book is."
GDA akan terus komit untuk menyelenggarakan field trip/seminar gratis untuk dosen-dosen geologi ini setiap tahun dalam rangka lebih menambah wawasan, pengalaman, dan jejaring kerja supaya dalam mendidik dan mengajar mahasiswa geologi Indonesia bapak/ibu dosen akan menjadi lebih "kaya" dan punya "warna" Indonesia.
Acara serupa di tahun-tahun sebelumnya diselenggarakan oleh GDA di JCM IAGI-HAGI Medan 2013, yaitu field trip gratis untuk para dosen geologi ke Danau Toba dan sekitarnya dan di PIT IAGI 2014 Jakarta: field trip gratis untuk para dosen geologi dan mahasiswa ke Sungai Cipamingkis, Bogor dan sekitarnya.
InsyaAllah, kita bertemu lagi di acara serupa di PIT IAGI atau HAGI tahun 2016 mendatang!!!
(Era Elpiji)
Pada tahun 2007, dengan hiruk pikuk kontroversinya, akhirnya Indonesia dapat mengakhirkan era minyak tanah sebagai bahan bakar rakyat jelata diganti dengan gas elpiji.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Pada tahun 2007, dengan hiruk pikuk kontroversinya, akhirnya Indonesia dapat mengakhirkan era minyak tanah sebagai bahan bakar rakyat jelata diganti dengan gas elpiji. Selain supaya lebih ramah lingkungan dan praktis, konversi tersebut juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap "minyak" yang, sampai sekarang pun masih, disubsidi. Dengan digantikannya minyak tanah (kerosen) oleh elpiji maka pada 2007 – 2011 subsidi minyak tanah secara total lima tahun menghemat sampai Rp 45.3T (ESDM, 2012).
Yang jarang disadari masyarakat umum ternyata gas elpiji (LPG/Liquified Petroleum Gas) itu masih "berbau-bau" minyak juga karena dia adalah produk ikutan dari minyak bumi (petroleum gas) yang bukan gas alamiah (natural gas). Komposisinya dari metana (C1) sampai butana (C5). Cara memperolehnya pun bersamaan dengan eksploitasi – produksi minyak bumi. Sementara gas alam atau "natural gas" komposisinya Metana (C1) sampai paling berat Etana (C2), dan keterdapatannya umumnya sebagai entitas terpisah dari kolom minyak bumi.
Selain itu, ternyata saat ini 60% bahan baku elpiji kita impor dari luar dan total subsidi untuk elpiji 2015 ini mencapai 28 triliun rupiah hampir separo dari total subsidi 2015 untuk BBM yang 64 triliun. Bahkan karena beban subsidi yang makin meningkat itu pemerintah sudah mulai merencanakan untuk melepaskan LPG ke harga pasar dan memberikan subsidi tunai langsung pembiayaan kepada masyarakat tidak mampu supaya dapat membeli bahan bakar rakyat jelata itu.
Dari uraian di atas tergambar betapa tidak logis/tidak ekonomisnya keberlangsungan jangka panjang kebijakan prioritas penggunaan energi dalam bentuk tabung berisi elpiji untuk rakyat yang sangat lebih mahal dibandingkan dengan misalnya: Jargas (singkatan populer dari program Jaringan Gas Kota) yang menggunakan gas alam, bisa elpiji bisa CNG, yang langsung disalurkan ke rumah-rumah tangga. Cadangan terbukti dan potensial gas kita jauh lebih berlimpah dibanding dengan minyak bumi. Cadangan minyak bumi kita 7 miliar barel sedangkan cadangan gas kita 103 triliun kaki kubik atau setara dengan 18 miliar barel minyak bumi. Malahan sekarang ini kita mengekspor hampir 50% produksi gas kita ke luar (sejak era LNG tahun 70an) sementara kita mengimpor separuh kebutuhan minyak bumi kita dari luar (termasuk kebutuhan elpiji tersebut).
Kalau 2007 lalu itu dipaksakan supaya Minyak Tanah diganti dengan elpiji karena alasan 2004 kita sudah mulai jadi net importir minyak sehingga beban subsidi untuk minyak tanah jadi membengkak dan elpiji lebih "murah" dan "bersih" dibanding minyak tanah, dan elpiji dalam bentuk tabung lebih mudah ditransportasikan dan didistribusikan ke mana-mana, itu sik ok-ok saja sebagai kejutan mental – revolusi supaya paradigma rakyat bisa segera diubah untuk menggunakan energi lebih bersih, praktis, dan sebagainya. Tetapi seharusnya pada saat yang sama dari 2007 sampai sekarang kita harus pol-polan alias full tancap gas untuk menggenjot program Jargas — membangun jaringan infrastruktur untuk menyalurkan gas ke rumah-rumah rakyat. Jargas memang sudah ada dan sedang berjalan, tetapi tidak dirancang untuk dilakukan secara masif menggantikan elpiji yang hanya adhoc saja.
Selain itu, dari sisi subsidi: kita terjebak dari mulut buaya subsidi minyak tanah ke mulut dinosaurus subsidi elpiji. supaya bebas dari masalah subsidi itu: harusnya Jargas lah yang kita jadikan program unggulan menggantikan elpiji.
Gas Alam Lebih Bersih
Elpiji dan CNG sama-sama natural gas — dominannya metana, keduanya dibedakan karena proses packaging-nya untuk memudahkan transportasi yaitu yang satunya diubah Fasanya dari gas jadi liquid (LNG) yang lainnya hanya dikompres/ditekan lebih, tidak berubah Fasa tetap dalam bentuk gas (CNG). Sementara itu elpiji adalah Produk Sampingan dari minyak bumi.
Untuk pemakaian langsung di rumah tangga dan atau industri tentunya elpiji dan CNG tetap harus menggunakan jaringan pipa gas massal supaya ekonomis. Terlalu mahal dan berbahaya kalau masing-masing rumah dikirimi tabung-tabung atau vessel-vessel LNG atau CNG untuk digunakan langsung, soalnya harus ada proses regassing (untuk LNG) atau dekompresi (untuk CNG) yang belum bisa dilakukan secara murah dan aman secara individual.
Sementara itu, elpiji seperti sudah kita rasakan selama ini: gampang di-transport ke sana kemari dalam satuan individual yang dipakai langsung di konsumen. Jaringan "pipa"nya hanya perlu dari tabung ke kompor atau ke pemanas saja.
Format transportasi LNG dan CNG diperlukan terutama karena kondisi geografis kita yang kepulauan dan lokasi sumber daya bukan berada satu pulau dengan lokasi pengguna. Untuk kondisi geografi kontinental seperti Amerika dan Eropa dan negara-negara pengimpor gas maka urusan LNG dan atau CNG itu hanya sampai ke terminal/lokasi penerima saja di pinggiran benua/pulau negara. Selebihnya: pipeline!!!!
Makanya kemarin itu timbul ide dan bahkan sudah direncanakan (dan ditenderkan) pembuatan jalur pipa Kalija untuk menyalurkan gas di Kalimantan untuk Jawa tanpa harus jadi LNG atau CNG. Tapi itu ditentang habis oleh rakyat Kalimantan. Wong mereka saja masih kekurangan energi koq gas mereka disalurkan ke Jawa. Begitu kira-kira logika kawan-kawan di daerah. Cukupi dulu kebutuhan energi daerah, barulah bicara Kalija.
Gas Rumah Tangga Vs. Gas Camping
Di Eropa, Amerika, Jepang, Korea, dan negara-negara pemakai natural gas untuk utilitas kehidupan sehari-hari elpiji hanya digunakan untuk camping dan penggunaan lain yang sifatnya sementara/emergency, karena harga satuannya yang relatif mahal dibanding dengan natural gas. Karena infrastruktur belum dibangun lengkap maka 2007 waktu pak Wapres JK bikin gebrakan konversi mitan (minyak tanah) ke GAS itu maka dipakailah penggunaan elpiji secara massal yang kalau dihitung harga satuan energinya jadi lebih mahal dibanding dengan natural gas.
Jadi, kunci pengakhiran era elpiji atau untuk mencari kompetitor elpiji maka kita harus bangun infrastruktur/jaringan gas ke seluruh rakyat Indonesia — sampai ke pelosok: yang mana hal tersebut mudah dan murah dilakukan untuk geografi area negara yang kontinental. Kalau kepulauan seperti kita, mau gak mau elpiji masih harus jadi darurat energi pengganti minyak tanah (pengganti kayu bakar juga) yang menimbulkan adiksi. Kecuali saingannya kita carikan Energi Terbarukan untuk pulau-pulau yang gak punya resources Natural Gas itu... Di situ lah BBN bisa berperan lebih aktif atau Surya, Angin, Laut, dan sebagainya.
Perlu Strategi Nasional
Pada saat ini DEN (Dewan Energi Nasional) sedang akan menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dari bahan-bahan yang diajukan oleh Pemerintah c.q: Kementrian ESDM. Diharapkan dalam RUEN tersebut ditetapkan juga rencana umum yang lebih masif dan revolusioner dalam rangka mengganti minyak tanah dan elpiji sebagai bahan bakar rakyat jelata menjadi gas alam, baik LNG maupun CNG yang disalurkan lewat Jargas. Mudah-mudahan reasoning teknis, bisnis, dan politisnya juga bisa dibeberkan supaya segera kita bikin Program Unggulan Jargas Masif Seluruh Indonesia.
Jangan sampai kondisi ketergantungan pada gas camping (baca: elpiji) ini sampai berkepanjangan sehingga memunculkan isu-isu baru lagi seperti: "mafia" (impor) elpiji, mafia tabung elpiji, mafia distribusi elpiji, dan sebagainya. Cukup sudah mafia-mafiaan di masa lalu. Tetapi jangan pula nantinya kita memunculkan mafia baru: yaitu mafia gas alam Indonesia. Pembangunan infrastruktur Jargas oleh pemerintah menjadi kuncinya.