Migas Miscellaneous (Cuplikan Paper Bambang Istadi, Andang Bachtiar, dan Ariadi Subandrio, 2006: Masih Valid Juga)
(Mencuplik dan mem"posting" dengan pertanyaan menggelayut, “itu menteri ESDM baru yang ahli keuangan kira-kira nyantol nggak ya dilempari masalah-masalah seperti ini?”)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(Mencuplik dan mem"posting" dengan pertanyaan menggelayut, “itu menteri ESDM baru yang ahli keuangan kira-kira nyantol nggak ya dilempari masalah-masalah seperti ini?”)
Terobosan Kebijakan
Salah satu rekomendasi Munas IAGI 2005 untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi adalah turun tangan dan peran serta nyata Pemerintah untuk mempercepat siklus eksplorasi dengan melakukan akuisisi data-data baru untuk menganalisa potensi serta risiko pada cekungan-cekungan yang belum dieksplorasi/ belum berproduksi agar dapat menguak potensi penambahan resources dan reserve replacement dapat tercapai. Pendapatan sektor migas harus disisihkan untuk usaha akuisisi data baru ini dalam bentuk speculative surveys dan pemboran wild cat exploration wells. Usaha ini dianggap penting untuk menjembatani kurangnya data dan rendahnya geological chance of success karena keberadaan hidrokarbon belum terbuktikan. Seberapapun cantiknya Open Area/blok-blok baru dikemas, meski dengan insentif frontier area, pada akhirnya data pula yang berbicara.
Prioritas utama lainnya adalah perlunya dibentuknya Exploration Think-Tank Indonesia, suatu task force yang melibatkan semua stake holders untuk menentukan basin-basin yang berpotensi, skala prioritas eksplorasi/studi dan kebijakan fiskal untuk basin-basin yang belum dieksplorasi/belum berproduksi. Langkah ini perlu diambil sebagai usaha serius penambahan cadangan migas dengan langkah besar yang nyata.
Salah satu tugas Exploration Think Tank Indonesia adalah "merawat, mengembangkan, melatih, mendidik, dan mendandani" bayi-bayi cantik kita, berupa open block/area baik yang terselip di lapangan "tua" di 16 cekungan yang sudah dianggap matang di Indonesia, maupun (terutama) di 50 cekungan lain di Indonesia.
Selama ini, pembicaraan tentang "insentif" didominasi oleh hal-hal yang bersifat economic, finance, bisnis, pajak, dan sebagainya. Hal itu tidak mengherankan, karena sebagian besar pengambil kebijakan dan pembuat opini di industri migas hulu kita adalah para birokrat profesional yang fasih, paham, dan terdidik dengan masalah economics karena memang berlatar belakang engineering, economy, management terutama dengan paradigma "reserves-economy" bukan "resources-economy". Oleh karena itu insentif cenderung lebih berat ke kebijakan untuk "komoditi" yang sudah jadi "reserves". Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan-kebijakan untuk membuat resources menjadi reserves pun sudah pula digariskan dan diimplementasikan. Namun demikian, titik beratnya selalu pengaturan masalah split, pajak, investment credit, dan hal-hal keekonomian lainnya. Oleh karena itu task force ini perlu melibatkan para praktisi G&G eksplorasionis yang punya pemahaman dan penghayatan tentang faktor "seni" dan "risiko" dalam eksplorasi dan sudah terbiasa dengan kutak-kutik ”Play Concepts” yang perlu didandani, disegarkan, dicarikan konsep-konsep baru. Dan yang terutama, ditambah data-data baru agar riset, pemikiran-pemikiran baru tentang lapangan, blok, maupun cekungan-cekungan di Indonesia dan pemahamannya bisa ditingkatkan.
Sub Direktorat Penyiapan Lahan di bawah Direktorat Eksplorasi Ditjen Migas setiap tahun bertugas untuk mendandani open block/area untuk ditawarkan ke investor berupa kontrak kerja sama (PSC). Tahun 2005 ada 14 open area yang ditawarkan, studi penyiapan lahan setiap blok menelan biaya kurang lebih 100 ribu dolar. Ditambah administrasi, data, hardware, software, dan lain-lain, diasumsikan sekitar 2 juta dolar diperlukan untuk penyiapan lahan tersebut. Signature bonus untuk tiap blok minimal 500 ribu dolar (disyaratkan mutlak dalam bid 2005), dan firm-commitment tiga tahun tiap blok bisa bervariasi antara 5 - 25 juta dolar, ambil saja rata-rata 15 Juta dolar. Jadi, untuk mendapatkan pemasukan negara bukan pajak yang pasti minimum 7 juta dolar dan investasi 230 juta dolar; pemerintah hanya perlu mengeluarkan 28,5% dari pendapatan langsung signature bonus atau 0.87% dari potensi investasinya. Memang kalau ditinjau secara ekonomi (negara) hal ini sangat menguntungkan, tetapi bisa lebih menguntungkan lagi dalam jangka panjang jika Pemerintah lebih memperhatikan aspek "mendadani" bayi-bayi cantik berikutnya sehingga akan makin banyak investasi masuk, dengan cara memakai semua signature bonus tersebut (7 juta dolar) untuk kepentingan studi open area baru atau mengakuisisi data-data baru, sedemikian rupa sehingga investor jadi lebih tertarik dan lebih bergairah.
Terobosan-terobosan peraturan tentang spec survey yang disampaikan pada bentuk Joint Study pada KKS khusus tanpa komitmen pemboran nampaknya sudah mulai diinisiasi oleh Pemerintah (Ditjen Migas-BPMigas). Usaha-usaha deregulasi tersebut perlu didukung bersama, terutama di masalah-masalah krusial penentuan term spec survey-nya, sedemikian rupa sehingga Pemerintah mendapatkan masukan yang profesional dari para stake holder antara lain dari Exploration Think-Tank Indonesia yang terdiri dari para praktisi G&G explorationist Indonesia. Tentu saja dengan syarat Pemerintah juga tidak sungkan-sungkan untuk membuka diri terhadap dialog dengan kalangan Asosiasi Profesional seperti IAGI-HAGI, IATMI maupun Perhapi. Usaha komunikasi Pemerintah dengan asosiasi perlu ditingkatkan ke arah yang lebih menggigit, terutama tidak hanya memprioritaskan mendengar hanya dari Asosiasi Perusahaan (IPA, IMA, Assosiasi Pengeboran Minyak Indonesia, dan sebagainya).
PSC Terms
PSC Term kita selama ini (termasuk yang terakhir 2003 onward) tidak optimum mempertimbangkan nilai resources dan risk yang berkaitan dengan ”Plays” yang ada dalam blok tersebut. Ada blok dengan resources besar dan risk kecil dapat term yang lebih bagus dari blok dengan resources kecil dan risk besar, dan sebagainya. Kunci pemecahannya ada pada analisis awal dari blok-blok tersebut sebelum ditenderkan oleh pemerintah. Keterlibatan BPMigas yang memiliki data-data berbagai KKKS diperlukan dalam mengusulkan blok-blok baru yang akan ditawarkan. PSC Term kita paska keterlibatan aktif BPMigas akan jadi jauh lebih baik karena BPMigaslah yang banyak tahu detail teknis dari aset geologi yang ada dalam blok-blok tersebut, terutama yang sudah di-relinquish oleh KKKS-KKKS terdahulu. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan juga meningkatkan peran dari ESDM (baca: Direktorat Eksplorasi Ditjen Migas dan Lemigas dan BGESDM) dengan cara menantang mereka untuk lebih tajam lagi menganalisis daerah-daerah terbuka sebelum ditenderkan.
Perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah untuk membuat klasifikasi term kontrak (KKKS/PSC) berdasarkan kedalaman dan target play meskipun bloknya tetap. Contoh untuk zona dangkal yang play-nya sudah proven termnya 85:15, untuk zona menengah yang play-nya masih probable termnya 75:25, dan untuk zona dalam yang play-nya masih possible termnya 60:40, dan sebagainya.
Esensi dasar sistem PSC adalah pada adanya "cost-recovery" di mana kontraktor mengeluarkan biaya E&P atas tanggungan risikonya sendiri tetapi mendapatkan pengembalian keseluruhan biaya sebelumnya yang dikeluarkan pada tahap eksplorasi setelah adanya produksi dan bagi hasil setelah dipotong penggantian pembiayaan produksi. Asumsi dasar dari keberhasilan implementasi cost recovery adalah adanya perangkat kontrol yang ketat, kuat, dan profesional dari pemerintah (BPMigas) sedemikian rupa sehingga "kecenderungan boros" dan juga "pengambilan keuntungan yang tidak wajar pada operatorship (biaya berputar di lingkungan sendiri)" dapat diminimalkan. Seandainya ada loopholes dalam implementasinya, yang perlu diperkuat dan benahi adalah sistem persetujuan, monitoring, pengawasan, eksekusi cost recovery dan paska eksekusi audit. Dan semuanya itu mengarah pada penguatan sistem kerja dan personalia yang ada di BPMigas.
Namun demikian “kecenderungan boros” mungkin bisa di atas bila sistem PSC dimodifikasi dari split net production setelah dipotong biaya cost recovery, menjadi split berdasarkan gross production. Hal ini mungkin saja diterapkan pada perpanjangan kontrak PSC di mana operator tidak banyak menanggung risiko gagal pada saat eksplorasi, karena lapangan sudah ditemukan dan sudah pada tahap development atau me-maintain produksi. Dengan demikian operator akan dengan sendirinya berhemat dan mengkaryakan lebih banyak tenaga lokal dan mengurangi tenaga asing yang mahal.
Hambatan Lainnya (Data)
Terobosan masalah data diperlukan dengan meninjau term-term dalam PSC dan juga UU22/2001 dan PP Hulu 35/2004 (dan PP34/2005) masalah aturan kepemilikan/kerahasiaan data. Disinyalir lebih gampang mencari data-data lapangan dan sumur migas Indoneisa di Singapura daripada di Indonesia sendiri. Padahal data sangat dibutuhkan dalam pemahaman suatu daerah dan dalam mengembangkan konsep-konsep eksplorasi. Masalah kepemilikan dan kerahasiaan data perlu ditinjau ulang dan dibatasi beberapa tahun saja agar lebih banyak pihak yang dapat mengakses dan mengolah data dengan mudah dan murah. Multiplier effect dari mudah dan murahnya mendapatkan data antara lain ketertarikan calon investor yang selama ini harus melalui proses panjang yang berbelit dan mahal.
Aturan-aturan rinci mengenai data di bawah PP perlu dibenahi untuk memudahkan implementasi persetujuan, monitoring, pengawasan, dan eksekusinya di BPMigas dan Ditjen Migas. Definisi dan contoh lebih rinci diperlukan seperti kriteria-kriteria data (mentah, terolah, ditafsirkan) seperti yang disebutkan dalam UU dan PP. Selain itu kelembagaan data-pun (Ditjen Migas, BPMigas, Pusat Data Nasional, Patra Nusa Data) perlu untuk dibuatkan juklak mekanisme rincinya, untuk menghindari tumpang tindih peran dan saling lempar tanggung-jawab.
Permasalahan lain seperti masalah lingkungan, masyarakat, dan peran daerah yang makin menonjol serta masalah pembagian pusat dan daerah perlu segera diselesaikan dan dicarikan jalan keluar terbaik bagi berbagai pihak terkait karena bisa menghambat usaha eksplorasi dalam mencari potensi resources dan cadangan-cadangan baru.
Sumber Daya Manusia
Prioritas penggunaan "local content", terutama dari segi ketenagakerjaan, perlu mendapatkan perhatian serius agar tenaga kerja Indonesia juga dapat mengembangkan potensi pada dirinya dan berkompetisi secara sehat dan fair dengan tenaga kerja asing. Situasi kondusif dan ”proteksi” masih diperlukan agar terbuka kesempatan kerja yang sebesar-besarnya bagi lulusan berbagai institusi dalam negeri dan kaderisasi pemimpin-pemimpin industri migas di masa mendatang.
Hijrahnya pada profesional migas Indonesia ke Malaysia dan negara-negara Timur Tengah bisa menjadi ancaman bagi kelangsungan kegiatan eksplorasi dan pengembangan migas Indonesia, dan bisa menjadi alasan untuk berbagai perusahaan multinasional untuk menambah tenaga asingnya atau me-TSA-kan (Technical Services Assistance/Abroad) studi atau pekerjaannya di kantor pusat karena tenaga lokal yang berpengalaman tidak banyak yang ”available”. Namun tren ini di lain sisi juga membuka peluang bagi para fresh graduate untuk diserap dalam industri migas. Selama ini terjadi ketimpangan yang cukup signifikan antara jumlah lulusan dan peluang kerja yang tersedia bagi para lulusan geologi, geofisika dan perminyakan.
Untuk "local content", IAGI sudah punya program sertifikasi petroleum geologist, IATMI juga punya program yang sama, sedangkan HAGI sedang mengupayakannya. Di samping itu ada sertifikasi PII, HSE, dan lain lain yang sebenarnya semuanya sudah IN-PLACE untuk dijadikan bargaining oleh Ditjen Migas, Ditjen Binawas Depnaker, BPMigas membuat peraturan dan sekaligus meng-enforce-nya, terutama menyangkut "screening" tenaga kerja asing di oil and gas. IAGI sudah pernah mencoba men-"challenge" masalah ini ke Direktorat Pembinaan Pengusahaan Migas Ditjen Migas (semester 1 2005) tapi ternyata sampai sekarang "tantangan" kami tersebut tidak dijawab dan ditindaklanjuti oleh pemerintah. Tugas kita bersama untuk terus meneriakkan "challenge" tersebut sehingga kita bersama dapat menjawab permasalahan "local content" profesional Indonesia bidang migas ini dengan nyata.
Granit Indah, Bukit Kunyit, Pantai Klara, Pantai Ketapang: Lampung Selatan
Melihat air meletakkan pasir, mendengarkan batu bercerita, melupakan rusuh pikir, meniupi lirih luka: perih jiwa-jiwa.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Melihat air meletakkan pasir, mendengarkan batu bercerita, melupakan rusuh pikir, meniupi lirih luka: perih jiwa-jiwa.
Sabtu 11 Juli 2009, aku menggerataki Bandar Lampung: Tanjung Karang, Panjang, dan Teluk Betung. Beberapa belas mahasiswa, lima dosen UNILA, dan kawan-kawan GDA. Kadang aku melayang begitu saja melakukan ini semua. Ada pusaran cahaya berkelebatan memanggil-manggil. Menyedot segala lelah luka patah dalam lebur berserah memberi apa yang ku punya.
Di Granit Indah yang sebagian sudah compang-camping tak terawat karena jalanannya hanya dapat dirayapi oleh mobil-mobil off-road, Diorit Kuarsa berupa bongkah-bongkah glundungan sebesar truk-truk tronton bertengger di puncak rata dan lereng-lereng landai perbukitan bergelombang. Ketika aku datang, mahasiswa-mahasiswa penuh semangat itu sedang di-briefing Tomo di ceruk teduh nyaman di antara dua bongkah tegak Granit dan rimbun pepohonan, serupa panggung amphitheater Red Rock di Denver sana. Tomo yang lulusan geofisika Unibraw tercepat di angkatannya itu menjelaskan tentang geologi ke anak-anak geofisika Unila; tentunya pengalaman dia keluar masuk hutan di lereng Meratus nyari batubara dan di pedalaman Wahau nyari rembesan minyak membekas di cerita-ceritanya.
Semua bayangan yang tercetak di benak tentang granit tumpah meruah. Ku-cowel dengan palu satu/dua pecahan segar dan kubiarkan mereka bicara dengan kuarsa, feldspar, mika, dan menyentuh teksturnya. Sementara itu kudongengkan tentang provenan granit yang menghasilkan sedimen-sedimen arenit kuarsa yang mantabhs sebagai reservoir migas. Dan juga tentang granit rekah dan granit tercuci (granite wash) yang keduanya bisa jadi reservoir (dan terbukti) di Cekungan Sum Sel di utara daerah tinggian yang kita injak waktu itu. Perjumpaan dengan granit yang sarat makna. Batuan dasar. Menjejak sukma, menggambar isi cekungan. Granit pasrah, ditimbuni sejarah. Sedimen-sedimen pembawa berkah. Wahai, betapa tuanya Lampung ini.
Di pantai Bukit Kunyit, backhoe, dozer dan truk-truk keras memangsa pasir dan batu, mencabik-cabik bentang alam, menghiasi hari-hari panas, hiruk pikuk manusia bertahan hidup. Semuda itu (Pliosen): telah terkoyak-koyak dia: Tuffite Lampung yang seksi menantang dan berani menjulang itu telah terdeformasikan — mungkin oleh aktifnya anak cabang patahan panjang, bagian dari sesar besar sumatra, yang mengoyak ruang kemunculannya. Jejak-jejak udara dan aliran air, piroklastik yang terlempar dan yang terseret banjir, turbidit dan traksi, kedua-duanya hadir dalam harmoni. Wahai, betapa vulkaniknya Lampung ini.
Pantai Klara, namanya eksotis, singkatan dari Kelapa Rapat. Bukan hanya jajaran kelapanya saja yang rapat, tapi pasir bioklastiknya yang bagus juga merapat dengan kepala-kepala koral di daerah fore-shore yang muncul setempat-setempat saat air surut menjejakkan kaki di sana menjelang ashar. Seratus meter ke arah ujung barat di mana pagar komersial sudah tidak jadi pembatas antara pantai dan jalan raya sejajar, sebongkah batu menantang: Konglomerat Sabu. Asiiiik, banyak sekali komponen sekis mika-nya. Ada juga rijang dan basalt muncul bersamaan sebagai tambahan. Kata peta geologi P3G, umurnya Paleosen-Oligosen. Aku mempertanyakan: atas dasar apa penentuan umur yang agak-agak menarik ini (jarang sekali disebut di Indonesia Barat ada muncul fosil penunjuk Paleosen), karena isi batunya klastik kasar semua. Atau mungkin aku belum ketemu aja dengan yang halus-halusnya.
Maka mengalirlah cerita di desau angin dan sayup debur ombak malu-malu. Tentang penyejajaran imbrikasi, sumbu C (traksi) dan sumbu B (turbid). Dan: surprise!!! Rekonstruksi arah arusnya mengabarkan kemungkinan daerah asal tinggian konglomerat itu ada di sebelah selatannya, alias di Teluk Lampung!!! Kalau ada saja yang mau memetakan daerah itu secara rinci, mungkin kita bisa mendapatkan urut-urutan pengisian sedimen dari awal terbukanya cekungan kecil di Bandar Lampung ini sampai ke penghancuran semua jejak oleh vulkanisme aktif daerah tersebut, termasuk aktivitas sesar-sesar geser Sumatra-nya. Ayo: siapa mau? Tugas akhir pemetaan permukaan sekalian gravity (alatnya dari UNILA?).
Menjelang kembali ke kota, kita sempat mampir di Pantai Ketapang, merasuk-rasuk senja, memanggil-manggil matahari yang hampir pingsan, sambil mencari-cari: di mana gerangan tahta singkapan batu pasir yang bagus di pinggir pantai situ. Tonjolan bukit di pantai Ketapang, batunya pun menyeruak: Batu Pasir Tuffaan kadang mengandung pebble vulkanik; struktur silang siur dan perlapisan sejajar, dari medium sampai kasar. Kata P3G, ini masih masuk di Formasi Sabu.
Lalu, Lampung, kemana lagi sedimenku sembunyi?
Target Produksi Meningkat 5K Barel? Dari 960K BOPD di 2009 Menjadi 965K BOPD di 2010, yang Bener Aja
Luar biasa lobi kawan-kawan di jajaran ESDM-BPMigas sehingga bisa meng-goal-kan target APBN yang sangat-sangat konservatif. Hanya meningkat lima ribu barel minyak per hari dari APBN 2009 (960 ribu BOPD) ke APBN 2010 (965 ribu BOPD).
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Luar biasa lobi kawan-kawan di jajaran ESDM-BPMigas sehingga bisa meng-goal-kan target APBN yang sangat-sangat konservatif. Hanya meningkat lima ribu barel minyak per hari dari APBN 2009 (960 ribu BOPD) ke APBN 2010 (965 ribu BOPD).
Saya lihat jurus play safe seperti ini (paling tidak) sudah sembilan tahun dijalankan oleh ESDM, mengiringi grafik menurun realisasi produksi minyak yang sistematis dari 2001 (1,321 juta BOPD), 2002 (1,249 juta BOPD), 2003 (1,147 juta BOPD), 2004 (1,094 juta BOPD), 2005 (1,062 juta BOPD), 2006 (1,006 juta BOPD), 2007 (959 ribu BOPD), dan 2008 (978 ribu BOPD).
Setelah terkena "shock" tidak bisa mencapai target angka psikologis satu juta BOPD yang dicanangkan APBN 2007 (yaitu hanya mencapai 959 ribu BOPD), ESDM kita rupanya menjadi sangat super konservatif. Istilahnya, mungkin "kalau bisa meyakinkan targetnya lebih kecil lagi tahun depan, kenapa musti bersusah payah memberikan optimisme?" Kalau pun toh sebenarnya kita bisa mencapai 1 juta BOPD 2010, biarlah target dibikin serendah mungkin, supaya kerja kita tidak ditekan-tekan, tidak diburu-buru, tidak dikejar-kejar, supaya tidak stres lah.
Sekali lagi salut dan selamat untuk jajaran MIGAS-BPMigas di pemerintahan. Lumayan, gak terlalu berat target kerja 2009-2010. Dengan potensi tambahan produksi dari Cepu (yang sudah molor empat tahun), Tangguh (yang sudah molor tiga tahun), dan beberapa lapangan yang POD-POD-nya berkali-kali molor perizinannya, termasuk juga potensi produksi lapangan-lapangan baru yang POP-nya juga sudah antre. Nampaknya para birokrat dan politisi Migas kita akan bisa sedikit bernapas lega dan mungkin bisa fokus ke masalah-masalah lain (selain meningkatkan produksi), seperti: menurunkan cost recovery. Dan jangan lupa: menindak-lanjuti temuan-temuan BPK, dan PR-PR lainnya.
Apa memang seharusnya begitu caranya ngurusi migas negara ini ya? Main aman.
Good Luck Pertamina: Jadi Operator Migas Offshore
Dan sekaligus salut buat BP, yang bisa jualan blok dengan harga cukup tinggi untuk kategori aset yang punya reserve di atas 100 juta barel.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(Sejak 25 Juni akuisisi BP-ONWJ operatorship and interest.)
Dan sekaligus salut buat BP, yang bisa jualan blok dengan harga cukup tinggi untuk kategori aset yang punya reserve di atas 100 juta barel. Data base ETTI (Exploration Think Tank Indonesia) untuk akuisisi/farm-in block sembilan tahun terakhir ini (2001 - 2009) menunjukkan bahwa dari 17 transaksi aset di atas 100 juta barel yang termonitor oleh ETTI, nilai USD/BOE (dolar per barel oil ekivalen) dari transaksi BP-Pertamina ini (3.03 US$/BOE) menempati urutan kedua termahal setelah transaksi Talisman yang membeli 3.05% interest CNOOC di Project Tangguh (3.93 US$/BOE) di tahun 2008. Angka terendah dicetak oleh transaksi BP yang membeli 9.7% stake Genting Berhad di Tangguh LNG Project tahun 2001 (0.35 US$/BOE)
Sebagai stakeholder Pertamina (karena walaupun PT Pertamina teuteuup aja BUMN pemasok keuntungan bagi negara saya: Republik Indonesia), saya berdoa mudah-mudahan:
Mahalnya harga pembelian tersebut sebanding alias bisa di-offset dengan "intangible advantage" dari pengalaman "Offshore Operatorship" yang akan didapatkan Pertamina; karena inilah blok offshore besar pertama yang akan dikelola oleh Pertamina setelah selama ini bertahun-tahun Pertamina hanya menjadi raja daratan saja.
218 offshore structure yang diwarisi dari BP tidak malah akan menjadi liabilities bagi Pertamina, karena nantinya kalau sudah tidak terpakai lagi, biaya untuk mbongkar (abandonement)nya bisa-bisa sampai 500 ribu dolar tiap platform (atau malah lebih??)
Upside potential di blok tersebut yang berupa attic structures maupun lead and prospect baru bisa lebih besar dari perhitungan konvensional BP.
Kalau dibandingkan dengan kiprah Pertamina waktu kalah bersaing dengan CNOOC memperebutkan interest dan operatorship Repsol-YPF di Block SES tahun 2002, kelihatannya Pertamina saat ini jauh lebih agresif dan berani bayar lebih mahal (dolar per barelnya). Mungkin karena daerah yang diakusisi sekarang bersebelahan dengan daerah di mana waktu 2002 dulu mereka kalah bersaing. Atau mungkin ada pertimbangan lain, entahlah. Mudah-mudahan saja tidak ada hubungannya dengan pemilu Pilpres dua minggu kemudian dari saat transaksi. Mudah-mudahan juga tidak berhubungan dengan isu sebelum-sebelumnya bahwa Karen sang Direktur Utama ditekan-tekan oleh kalangan politisi. Mudah-mudahan.
BP to sell West Java interests to Pertamina
Release date: 25 June 2009
BP today announced that it has agreed the sale of its wholly-owned subsidiary, BP West Java Limited (BPWJ), to Indonesian state-owned oil and gas company PT Pertamina (Persero).
BPWJ holds a 46 per cent interest in and is the operator of the Offshore North West Java production sharing contract (ONWJ PSC) in Indonesia.
Pertamina will purchase 100 per cent of BPWJ from BP for a consideration of US$280 million, subject to final adjustments prior to closing. The two companies anticipate completing the transaction by 30 June, 2009 and Pertamina will take over operatorship of the ONWJ assets. In addition, BP and Pertamina have agreed to co-operate on developing coalbed methane in Indonesia.
Andy Inglis, BP's chief executive of exploration and production said: "Indonesia is an important country for BP, where we are focusing our upstream oil and gas interests on the continuing development of our VICO joint venture in Kalimantan and our Tangguh LNG project in Papua. We are confident that ONWJ will prove a natural fit with Pertamina's existing businesses and they are the right company to take on this excellent asset with first class people. We also look forward to working jointly with Pertamina to evaluate coalbed methane resources on their significant acreage position."
BP and Pertamina have also agreed to deliver the commitments made to the approximately 400 BPWJ employees regarding their employment benefits.
The ONWJ concession covers an area of 8,300 square kilometres immediately offshore West Java stretching from north of Cirebon to the Kepulauan Seribu. Facilities include 314 producing wells and 218 offshore structures, of which eleven are permanently manned flow-stations for processing and compression, and 375 pipelines covering 1,250 kilometres in distance, as well as three onshore gas receiving facilities. ONWJ's current average gross production is approximately 220 million cubic feet of gas and 22,000 barrels of oil per day.
The ONWJ PSC supplies gas for power generation, and industrial, commercial and residential consumption in the greater Jakarta area. BP will work with Pertamina to ensure that customers' supplies are not affected by the transfer of ownership.
The sale will not affect BP's other interests in Indonesia, which remains a core area for BP with the Tangguh, VICO, Castrol and petrochemical businesses. BP is continuously looking for ways of growing these assets and accessing new opportunities through development, exploration and renewal.
Notes to editors:
Through various heritage companies, BP has over 35 years experience and is one of the largest foreign investors in Indonesia. Every BP mainstream business is represented here, from upstream (Tangguh and VICO) to downstream (Castrol) and petrochemicals (PT AMI).
PT Pertamina (Persero) is Indonesia's state-owned integrated oil and gas with more than 50 years experience in the challenging geological environment of Indonesia and in pioneering the development of LNG. Its businesses include the exploration and production of oil and gas; the refining, marketing of oil products and petrochemicals; and the development of biofuels, geothermal power and other sustainable alternative energy sources. Pertamina has operations and facilities throughout Indonesia, and serves the energy needs of over 220 million Indonesians.
The other holders of interests in ONWJ PSC are: CNOOC ONWJ Ltd. (36.7205 per cent), Inpex Jawa Ltd (7.2500 per cent), Orchard Energy Java B.V. (Salamander) (5.0000 per cent), Itochu Oil Exploration Co, Ltd. (2.5795 per cent) and Talisman Resources (N.W. Java) Ltd (2.4500 per cent).
Further enquiries:
UK:
Name: David Nicholas
Title: Press Officer
Phone: +44 (20) 7496 4708
Mobile: +44 (0)7831 095541
Email: nicholdh@bp.com
Indonesia:
Name: Tantri Yuliandini
Title: Sr. Communication Officer
Phone: +62 (21) 7854 9864
Mobile: +62 811 8112440
Email: tantri.yuliandini@bp.com
Semburan Lumpur-Gas di Serang
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi yang membaca. Saya coba tampilkan tiga gambar yang menjelaskan apa yang kemungkinan terjadi dengan pemboran air di Walikukun, Carenang, Serang Banten yang akhirnya hari Sabtu yang lalu mengeluarkan gas dan lumpur sampai sekarang.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi yang membaca. Saya coba tampilkan tiga gambar yang menjelaskan apa yang kemungkinan terjadi dengan pemboran air di Walikukun, Carenang, Serang Banten yang akhirnya hari Sabtu yang lalu mengeluarkan gas dan lumpur sampai sekarang.
Lokasi Kampung Astana Anyar tersebut di peta geologi terletak di daerah dataran aluvial Sungai Ciujung - Cidurian, yaitu sungai-sungai Holocene yang mengalir selatan utara dari daerah tinggian gunung api Jawa Barat ke arah pantai utara Jawa. Selain itu dari setting tektoniknya, dia juga berada di daerah Tinggian Tangerang yang di beberapa literatur juga disebut menerus dengan Platform Seribu di utaranya. Di bagian timurnya kita dapati Ciputat Low dan di Selatannya kita dapati Rangkas Low. Sungai Ciujung sendiri kemungkinan dikontrol oleh pola bidang lemah kelurusan patahan utara-selatan yang menjadi ciri khas pola cekungan di daerah tersebut. Sumur-sumur yang pernah dibor di sekitar daerah ini adalah Cileles-1, Rangkasbitung-1, dan Tangerang-1 di selatan dan tenggara daerah "rembesan" gas-lumpur Serang ini. Cileles punya oil/gas show, sementara Rangkasbitung-1 dan Tangerang-1 laporannya dry hole saja. Tangerang-1 (dan Rangkasbitung-1 juga) dibor di daerah yang dianggap tinggian, walaupun delineasinya masih masuk di dalam bagian tepi dari cekungan NWJava Basin. Di sebelah barat dari lokasi Gas-Mudflow Serang juga didapatkan data rembesan minyak dari data Belanda (didapatkan waktu survei permukaan Pertamina-Repsol tahun 90an). Meskipun di daerah tinggian, besar kemungkinan rembesan-rembesan minyak (seperti yang dilaporkan oleh Belanda tersebut) juga menggejala di sekitar daerah Tangerang High- Seribu Platform ini. Artinya, komponen petroleum system: SR, maturity, migrasi, semuanya sudah terpenuhi. Tinggal dicari reservoir, seal dan trapping nya yang suitable, apakah ada di daerah tersebut?
Pemboran air yang akhirnya mengeluarkan gas dan lumpur di Serang ini nampaknya kemungkinan bisa berasal dari dua sumber. Kemungkinan pertama dari lapisan aluvial Ciujung Holocene yang kemungkinan merupakan gas rawa biogenic yang diakibatkan oleh proses fermentasi suhu rendah tapi kaya organik dan kondisi reduksi, kemungkinan kedua dari lapisan Parigi Limestone yang mengandung isi biogenic gas seperti yang didapatkan di lapangan-lapangan BP di offshore. Di daerah tinggian Tanggerang - Seribu Platform ini begitu anda mengebor permukaannya maka di bawah aluvial akan anda temukan lempung tebal Formasi Cisubuh yang merupakan batuan penutup yang ideal. Masalahnya adalah seberapa tebal aluvial recent-nya? Apakah 30 - 40 meter sudah habis aluvial Ciujungnya, kemudian langsung masuk ke lempung Cisubuh sampai dengan 70 meter kemudian di 70 meter menembus Gamping Parigi yang berisi Gas Biogenic? Kalau memang begitu kasusnya maka gas yang sekarang keluar akan terus menerus keluar karena resources-nya akan jauh lebih besar dari sekadar gas rawa endapan aluvial biasa yang dalam satu - dua minggu pun kemungkinan akan depleted. Apalagi kemungkinan adanya tekanan yang direpresentasikan dengan tingginya semburan sampai dengan 15 meter kemudian terjadi intermittent variation dari tinggi semburan, semuanya mengindikasikan adanya sistem tekanan yang kemungkinan lebih besar daripada sekadar tekanan fasa gas di sistem terbuka gas rawa aluvial — itu lebih mengindikasikan sistem tekanan tertutup dari reservoir Parigi.
Kedua alternatif interpretasi sama-sama mengindikasikan biogenic gas, bedanya adalah kalau berasal dari aluvial, maka sistem tekanannya akan ringan (terbuka, cepat habis), sementara kalau berasal dari Parigi, maka sistem tekanannya tinggi, tertutup dan akan long-lasting. Bisa jadi lubang akan bertambah besar untuk kompensasi sistem tekanan yang besar tersebut.
Apakah kasus bawah permukaannya sama dengan Lumpur Sidoardjo? Less likely. Kalau di Lusi, kita berhadapan dengan mud-diapir. Ada lapisan lempung/lumpur tekanan tinggi Kalibeng Atas yang terus menerus aktif mengeluarkan lumpur ke permukaan. Sementara itu di Serang sini, tidak pernah tercatat analogi Cisubuh sebagai overpressure shale yang significant apalagi mud-diapir. Jadi kemungkinan lumpur yang keluar merupakan hasil penggerusan dari lempung Cisubuh oleh gas dan air yang berasal dari Parigi Formation. Skenario hipotesis ini semua masih perlu dibuktikan dengan analisis lumpur (umur, kematangan, komposisi, dan sebagainya), analisis air (seperti asin atau tidaknya), dan tentunya analisis gas dan batuan lain yang keluar dari semburan (kalau-kalau memang ada bongkah gamping di dalamnya kemungkinan Parigi terlibat).
Apapun penyebabnya, semburan tersebut harus ditutup untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Memang masih belum terbayang efeknya akan sebesar daerah Banjar Panji, karena tipenya juga berbeda dan kedalamannya berbeda, tetapi bukan berarti kita bisa santai-santai saja. Tutup segera!!! Tentunya dengan menggunakan metodologi dan peralatan yang sesuai kaedah keteknikan di oil and gas. Pertamina punya operasi di daerah Bekasi. CNOOC dan BP juga punya daerah operasi berdekatan di offshore daerah tersebut. Mudah-mudahan lewat BPMigas - ESDM Pusat dan ESDM Provinsi bisa diusahakan untuk membantu masyarakat di sana segera menangani semburan tersebut dengan menutupnya. Mumpung baru tiga hari.