Brainstorming Offshore Drill Cutting Dumping
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kegiatan eksplorasi dan produksi migas di laut di Indonesia dapat dikelompokkan menurut karakter batimetri - geologi laut menjadi empat area:
Area laut paparan Sunda (0-100 meter di Indonesia Barat)
Area laut paparan Sahul (0-100 meter di Indonesia Timur)
Area laut dalam antara 2 paparan (100-3000 meter Selat Makassar, Perairan sekitar Sulawesi, Selat Lombok, Laut Flores, Palung Aru dan sebagainya)
Area laut Busur Luar Kepulauan (0-3000 meter Laut sebelah barat Sumatra, selatan Jawa dan NusaTenggara, utara Papua, utara Sulawesi)
Di daerah paparan kemungkinan termoklinnya tidak permanen, di dua daerah lainnya termoklinnya bisa permanen.
Dari jenis lumpur pemborannya ada dua jenis drill cutting, yaitu oil-based mud cuttings dan water-based mud cuttings. Oil based mud cutting mempunyai kadar minyak yang secara signifikan lebih tinggi daripada water based mud cutting. Water based mud cutting bisa juga mengandung kadar minyak tertentu apabila zona yang dibor mengandung minyak, meskipun apabila bercampur secara keseluruhan dengan cutting dari section non-reservoir maka kadar minyaknya akan menjadi sangat minimal.
Batuan dari lubang bor yang keluar sebagai drill cutting akan selalu berbeda dengan mineral-sedimen yang terdapat di dasar laut tempat pemboran dilakukan. Untuk mengetahui jenis mineral-sedimen dari batuan yang dibor di suatu lokasi diperlukan informasi prediksi kolom stratigrafi dari lubang bor untuk dilampirkan pada permintaan izin. Disarankan untuk menginformasikan juga kemungkinan-kemungkinan mineral yang punya potensi beracun dan berbahaya apabila keluar sebagai cuttings dan terpapar terakumulasi bukan pada kondisi bawah permukaan asalnya. Contoh: sulfida (pirit, markasit), mineral yang punya kadar radioaktivitas potensial, kadar logam berat pada minyak berat di formasi (Vanadium, Zinc, dll).
Dengan merujuk pada prosedur umum eksplorasi dan produksi di lepas pantai, maka disarankan untuk membuat perizinan terpisah untuk pemboran eksplorasi dan pemboran pengembangan. Untuk pemboran pengembangan izin bisa diberikan sekali pada awal proses POD (Plan of Development) disetujui dan berlaku untuk keseluruhan pemboran pengembangan di Lapangan termaksud. Untuk lapangan/struktur yang berbeda izinnya juga harus berbeda, meskipun masih dalam Blok Migas yang sama.
Untuk pemboran di daerah lingkungan terumbu karang dumping harus dilakukan di luar daerah konservasi. Untuk itu zonasi daerah terumbu karang harus sudah siap tersedia baik sebagai peraturan provinsi ataupun kabupaten kota. Apabila peraturan zonasinya belum ada, hendaknya dalam AMDAL dilakukan kajian untuk hal tersebut.
Tambahan Masukan Revisi UU Migas:
Masalah keterbukaan data. FKDPM minta supaya definisi tentang kerahasiaan data migas lebih diuraikan dalam UU Migas yang baru supaya tidak terjadi kerancuan tentang mana yang rahasia dan mana yang tidak.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Masalah keterbukaan data. FKDPM minta supaya definisi tentang kerahasiaan data migas lebih diuraikan dalam UU Migas yang baru supaya tidak terjadi kerancuan tentang mana yang rahasia dan mana yang tidak. Seperti data lokasi sumur-sumur produksi yang tersebar di darat dan kasat mata, itu pun datanya dianggap rahasia sehingga datanya tidak bias di-share bersama daerah yang sangat membutuhkannya untuk perencanaan tata ruang, misalnya. Demikian juga dengan data lifting, data biaya (cost recovery), mestinya dimasukkan juga dalam contoh definisi, apakah termasuk dalam saya yang dirahasiakan atau tidak. Kalau dirahasiakan itu berarti bertentangan dengan prinsip transparansi seperti disebutkan dalam UU Keterbukaan Informasi ataupun PP 26/2010 tentang transparansi. Sebab dua hal itu juga yang selama ini menjadi pokok pangkal permasalahan dari perjuangan daerah-daerah penghasil migas delapan tahun terakhir ini, yaitu transparansi!
Dalam UU Migas lama disebutkan bahwa Pemerintah Pusat wajib berkonsultasi dengan Gubernur saat akan melelang blok-blok migas baru. Kami meminta supaya pasal tersebut direvisi yaitu dengan melibatkan konsultasi juga dengan kabupaten dan kota yang daerahnya dimasukkan dalam blok migas tersebut. Pada dasarnya yang mempunyai daerah itu (terutama di darat) adalah Kabupaten dan Kota, jadi kalau mereka tidak dilibatkan langsung, akan terjadi banyak masalah. Hal ini untuk menghindari kesenjangan informasi antara daerah kabupaten dan kota yang di ujung tombak dan langsung berhadapan dengan masalah-masalah operasi migas dengan KKKS-KKKS dan Provinsi.
Dalam UU Migas yang baru harap dimasukkan pasal/ayat di mana inisiatif daerah untuk melakukan eksplorasi – survey umum dalam rangka menginventarisasi potensi migas di daerahnya diakomodasikan. Karena biasanya daerah-daerah secara tradisional punya pengetahuan yang lebih daripada Pemerintah Pusat tentang fenomena-fenomena migas di daerahnya. Pelaksanaannya tetap mengacu pada peraturan-peraturan umum dari Pusat, tetapi dalam hal ini lebih dimungkinkan daerah mengusulkan supaya daerahnya bias diteliti potensi migasnya lewat alokasi anggaran dan kebijakan kerja sama dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian kegiatan eksplorasi pencarian cadangan migas baru akan bias lebih dipacu.
FKDPM meminta supaya dimasukkan pasal/ayat dalam UU MIgas yang baru tentang perlunya melibatkan daerah dalam pembahasan persetujuan POD (Plan of Development) suatu lapangan tertentu yang berada pada wilayah daerah yang bersangkutan. Tujuannya untuk lebih mempersiapkan daerah dalam mengantisipasi kegiatan operasi dan bisnis migas, selain utamanya adalah mendapatkan gambaran tentang kemungkinan perolehan pendapatan dari bagi hasil dengan dilaksanakannya POD tersebut.
Jakarta Turun: Bukan Hanya Karena Kompaksi Sedimen Kuarter dan Disedot Air Tanahnya!
Jakarta turun: bukan hanya karena kompaksi sedimen kuarter dan disedot air tanahnya, tapi juga karena tidak ada delta besar di teluknya! Jakarta lebih cocok dikatakan berada di atas dataran banjir sungai-sungai pantai atau “coastal river flood plain” dari pada berada di atas delta.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Jakarta turun: bukan hanya karena kompaksi sedimen kuarter dan disedot air tanahnya, tapi juga karena tidak ada delta besar di teluknya! Jakarta lebih cocok dikatakan berada di atas dataran banjir sungai-sungai pantai atau “coastal river flood plain” dari pada berada di atas delta.
Delta? Ah, yang benar saja!! Bahwa metropolitan Jakarta dibangun di atas endapan banjir 13 sungai yang masuk ke Teluk Jakarta, itu bukan berarti bahwa Jakarta berada di atas delta. Ada terrestrial inputs (sungai-sungai)? Iya! Ada standing body of water? Teluk Jakarta: iya! Ada positive feature? Nah, ini dia: dari referensi titik nol garis pantai yang mana kita ukur positive feature itu?
Lagipula nampaknya pantai Teluk Jakarta itu lebih cocok dikatakan mundur, daripada maju. Paling tidak itulah yang bisa kita simpulkan saat menyimak dataran Sundaland versi Mollengraaf yang menggambarkan alur-alur sungai di utara Jawa, timur Sumatra, barat dan selatan Kalimantan sepuluh sampai lima ribu tahun yang lalu. Kenaikan muka air laut secara bertahap telah mendorong garis pantai jauh ke darat sampai akhirnya sekarang menjadi pantai dari Cilincing sampai Cengkareng.
Terus kenapa pula ada yang menyebutkan Jakarta sebagai kota delta? Dimasukkannya kota ini ke dalam kota delta memang kelihatannya agak-agak memaksa atau malahan a-geomorfologis (tidak sesuai dengan kaidah geomorfologi). Mungkin bagi mereka memang yang lebih penting adalah kota dan sungai-sungainya bukan deltanya.
Kalau Sidoardjo aslinya memang kota delta, atau lebih terkenal dengan istilah deltras, mungkin singkatan dari delta sungai Brantas. Atau Sanga-Sana dan Kutai Lama: itu dia kota-kota kecamatan di head of passes Mahakam delta (ssst, siapa pula yang nanya tentang Delta Brantas dan Mahakam? Sudahlah: fokus pada Jakarta yang disebut-sebut di beberapa tulisan sebagai delta itu. Ah, nggak, koq, aku hanya coba membandingkan dengan yang “real deltaic cities” asli Indonesia. Itu saja.)
Aneh juga ya, kenapa dengan adanya 13 sungai mengalir ke arah dan masuk Teluk Jakarta koq tidak terbentuk delta besar-besaran di sana? Nah, ini dia. Lagi-lagi kita harus mencari jawabannya pada pengetahuan tentang sedimentologi, sequence stratigraphy, dan akhirnya tektonik daerah Jakarta ini.
Baru sadar ternyata ada rahasia besar tektonika Jakarta. Dengan 13 sungai besar yang masuk perairan teluk, kenapa koq tidak juga terjadi delta, pada ke mana sedimen-sedimen yang diangkut dari gunung-gunung di Bogor Puncak Cianjur? Kuncinya di tektonika: Cekungan Ciputat yang turun, Platform Seribu yang naik, tidak ada ruang akomodasi di teluk, dataran banjir jakarta terus turun dan memerangkap sedimen dari 13 sungai besarnya. Jakarta turun: bukan hanya karena kompaksi sedimen kuarter dan disedot air tanahnya!
Di Depan Gunung, di Belakang Busur
Perhatikan betapa kita dididik untuk lebih kenal vulkanik daripada granit, tapi mengakui benakat dan talangakar ada yang epiklastik-piroklastik sulit sekali.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Perhatikan betapa kita dididik untuk lebih kenal vulkanik daripada granit, tapi mengakui benakat dan talangakar ada yang epiklastik-piroklastik sulit sekali.
Tidak peduli kau namakan dia formasi apa, ketika posisinya langsung di muka jajaran gunung-gunung belakang busur, maka jejak-jejak vulkanik dan feldspatik akan selalu ada.
Lalu cekungan-cekungan belakang busur yang posisinya percis di muka-muka gunung itu pun jarang yang menelisik dan mengertikannya; teranjak-anjak dia di sepanjang jawa dan aceh - sumatra utara.
Tapi di Mandian, Barumun, Pendalian, sentral Palembang, muara dua: anjakan-anjakan itu tak nyata; malah umumnya jadi dalaman trans-tensi; toh turbid dan vulkanik itu ngejawantah juga.
So, biarpun bukan dalaman foreland basin yang turun terus karena tinggiannya teranjakkan, semua mountain front punya ciri turbidit dan vulkanik yang sama.
Nah, karena turbidit dan vulkanik itulah maka hampir semua petroleum system di mountain front belakang busur indonesia harus mengandalkan early HC migration untuk bisa bekerja.
Implikasi dari early migration petroleum system ini adalah penyelamatan porositas dari gangguan pembentukan semen diagenesa paska-migrasi, dan juga terbentuknya kondisi overpressure di dalam reservoir.