MUD Diapirism dan Akumulasi Hidrokarbon
Di sepanjang antiklin Separi-Loahaur-Sakakanan-Mentawir-Riko Cekungan Kutai hal itu tidak terjadi, demikian juga di sepanjang jalur Kendeng Cekungan Jawa Timur: mud diapirism-nya terlalu muda: post pleistocene!
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Hubungan langsung mud diapirism dengan akumulasi hidrokarbon adalah:
Pembentukan trap dengan puncak lengkungan mud diapir sebagai dasar tempat batuan reservoir yang lebih muda "draping" di atasnya atau
Tubuh mud diapir sebagai lateral (atau vertical) seal dari batuan reservoir yang diterobosnya.
Syarat untuk adanya akumulasi pada trap dan seal yang dibentuk mud diapir tersebut adalah:
Diapirism berhenti, tidak aktif lagi (supaya tidak merusak trap dan seal setting yang sudah terbentuk)
Migrasi h/c masih terus terjadi pasca diapirism (supaya trap-nya terisi).
Di sepanjang antiklin Separi-Loahaur-Sakakanan-Mentawir-Riko Cekungan Kutai hal itu tidak terjadi, demikian juga di sepanjang jalur Kendeng Cekungan Jawa Timur: mud diapirism-nya terlalu muda: post pleistocene! Sebagian besar masih aktif sampai sekarang (Bleduk Kuwu, Lumpur Lapindo, dan sebagainya). Selain itu sebagian besar daerah kitchen-nya sudah terangkat atau sudah tidak berada pada kondisi penguburan maksimumnya, sehingga terjadi perubahan setting potential head yang hasil akhirnya membuat kitchen tersebut jadi tidak aktif men-charge lagi.
Kalaupun ada akumulasi hidrokarbon di puncak dan sekitar kulminasi ekspresi mud diapir, lebih sering hal itu terjadi pada "paleo anticlinal structure" alias "anticline relics" yang bagian tepinya - atau salah satu sayapnya diterobos oleh mud diapir. Penerobosan terjadi melalui patahan yang tadinya membatasi tepi/sayap antiklin tersebut. Patahannya jadi rusak semua dipenuhi mud diapir, sebagian dari kulminasi juga kemungkinan "breached" alias terbuka, tapi sebagian lainnya lagi bisa jadi ter-preserve alias terselamatkan. Itulah yang terjadi di Sungai Nangka, Louise, Sambutan fields, di Cekungan Kutai sekitar Samarinda-Balikpapan area. Lapangan-lapangan itu berisi hidrokarbon yang sudah emplaced (diletakkan) di dalam perangkap reservoir jauh sebelum mud diaipir menerobos. Kedalamannya dangkal, dan kalau dibor lebih dalam, maka yang ditemukan kalau bukan mud diapir ya wet zone (karena struktur perangkap reservoir-nya sudah dirusak oleh penerobosan mud diapir itu).
Penurunan Produksi Migas: Masalah Pembaharuan Konsep Geologi untuk Eksplorasi Migas
ang kurang disinggung biasanya adalah mengapa tidak ditemukan cadangan-cadangan baru yang cukup besar, dan kalau pun ketemu, mengapa untuk memproduksikannya butuh waktu yang sangat lama sampai-sampai tidak bisa mengimbangi laju penurunan produksi pada waktunya (contoh kasus: Cepu).
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Penurunan produksi migas Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini seringkali secara aklamasi dan seragam diterangkan oleh pihak yang berwenang dikarenakan oleh usia lapangan-lapangan produksi yang sudah tua dan tidak ditemukannya cadangan-cadangan baru yang cukup besar untuk mengganti produksi. Yang kurang disinggung biasanya adalah mengapa tidak ditemukan cadangan-cadangan baru yang cukup besar, dan kalau pun ketemu, mengapa untuk memproduksikannya butuh waktu yang sangat lama sampai-sampai tidak bisa mengimbangi laju penurunan produksi pada waktunya (contoh kasus: Cepu).
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjawab tuntas kedua hal yang kurang disinggung tersebut, apalagi hal yang terakhir, karena memang sebenarnya menurut pengamatan kami belum ada kemauan politik untuk melakukannya, dan belum ada keberanian untuk lepas dari ketergantungan pada bisnis rente impor minyak.
Tulisan ini juga tidak akan menyinggung masalah investasi, tetapi akan lebih fokus pada masalah pembaharuan konsep geologi untuk eksplorasi migas Indonesia, yang pada gilirannya berhubungan langsung dengan jawaban: “mengapa tidak ditemukan cadangan-cadangan baru yang cukup besar” dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir dan mungkin tahun-tahun mendatang.
Untuk membahas permasalahan konsep geologi eksplorasi diberikan gambaran latar belakang tentang Cekungan-Cekungan Migas Indonesia, Konsep Siklus Eksplorasi, dan Permasalahan tentang Sumur-sumur Gagal Eksplorasi.
Tentang Cekungan-Cekungan di Indonesia diuraikan bahwa sebenarnya: bukannya migas kita terbatas atau mau habis, tetapi pikiran kitalah (konsep, keberanian eksplorasi, dan kemampuan manajemen sumber daya) yang makin menipis. Masih ada 41 cekungan lagi (60% dari jumlah cekungan di Indonesia) yang perlu dieksplorasi untuk menambah cadangan dan produksi migas kita.
Terdapat tiga siklus eksplorasi migas di Indonesia, yang terdiri dari:
Siklus Pertama: minyak target dangkal, penemuan gas ditinggalkan, konsep dan teknologi sederhana, lokasi on-shore, reservoir batuan klastik, struktur-struktur Pliosen-Pleistocene, endapan inversi/post-inversi.
Siklus Kedua: minyak target kedalaman menengah, gas dengan cadangan besar mulai dikelola, konsep dan teknologi lebih maju, lokasi on-shore dan off-shore, reservoir batuan karbonat maupun klastik, struktur-struktur Miocene, endapan-endapan post-rift.
Siklus Ketiga: minyak dan gas target dalam, gas dengan cadangan menengah mulai dikelola, konsep dan teknologi mutakhir, lokasi on-shore, off-shore, dan laut dalam, reservoir batuan dasar (basement), karbonat, maupun klastik, struktur-struktur Paleogene, endapan-endapan synrift dan pre-rift.
Pertamina mewarisi hampir sebagian besar lapangan-lapangan tua yang ditemukan pada akhir abad 19 dan awal abad 20 di Indonesia, yang pada umumnya merupakan hasil eksplorasi siklus pertama. Tantangan besar untuk melengkapi siklus eksplorasi di berbagai daerah konsesinya di seluruh Indonesia telah dijawab dengan penemuan-penemuan di Cekungan Sumatera Selatan (sampai ke siklus dua dan tiga), Cekungan Jawa Barat bagian Utara (sampai ke siklus dua), dan di Cekungan Jawa Timur (sampai siklus dua). Kelanjutan dari usaha eksplorasi tersebut perlu ditunjang dengan pemahaman yang mendalam tentang masih banyaknya tersisa cadangan-cadangan di berbagai daerah konsesi Pertamina, karena belum lengkapnya siklus eksplorasinya.
Sumur-sumur gagal eksplorasi alias dry wells bisa jadi “gagal evaluasi” karena kesalahan mekanis, kekurangan dana, prioritas ekonomi, konsep / teknologi lama, atau kesalahan interpretasi. Masih banyak opportunity untuk melakukan dry hole revival di ex-sumur-sumur eksplorasi gagal kita di Indonesia dalam rangka percepatan penambahan cadangan dan produksi migas Indonesia.
Beberapa cara pandang terhadap pembaruan konsep geologi eksplorasi migas Indonesia antara lain: Indonesia Barat vs. Indonesia Timur, Tersier vs. Pra-Tersier, Onshore vs. Offshore, Proven producing basins vs. Explored frontier basins, Structural vs. Non-Structural Plays, Shallow Water vs. Deep Water Areas, Back Arc/Foreland vs. Volcanic Mountain Front/Intra-montana. Masing-masing akan disinggung sekilas dalam rangka memberikan perspektif tentang kemungkinan pembaruan konsep-konsep eksplorasi tersebut.
Masalah-masalah teknis dan non-teknis terkait pembaruan konsep eksplorasi migas Indonesia.
Masalah-masalah teknisnya, antara lain:
Cekungan-cekungan (baru) belum sepenuhnya didelineasikan, “Petroleum system” di sebagian cekungan produksi belum begitu dimengerti (apalagi di cekungan-cekungan yang belum dieksplorasi),
Kualitas reservoir di (sekitar) daerah “active margin”: volkanik, pengendapan cepat, overpressure,
Bocornya perangkap/penutup di daerah tektonik aktif (pengangkatan dan patahan),
Kompartementalisasi perangkap (dan reservoir) di daerah tektonik aktif (patahan),
Batuan vulkanik dan/atau karbonat yang menutupi permukaan cekungan menyulitkan akusisi data geofisika untuk penggambaran geologi bawah permukaan,
Belum sepenuhnya mengembangkan (menerapkan metodologi akusisi) analyses data geologi-geofisika terbaru: (Micro) Gravity, Passive Seismic, Magnetic, Magnetotelluric, 3D shallow geoelectrical survey, Advanced processing (CRS, CWT, etc); dan Integrasi data geologi permukaan dengan bawah permukaan belum optimal dilakukan.
Masalah-masalah non-teknis, antara lain:
Akses terhadap data, keterbukaan data, masalah batasan empat, enam, delapan tahun dan data aktif;
Tentang speculative survey yang tidak optimal, tidak melibatkan potensi fungsi expert terkait di bawah Kementrian ESDM dan lebih di”drive” oleh usulan dari pihak swasta (asing),
dan masalah generation gap di BG, Lemigas, BPMigas, Ditjen Migas akibat kebijakan zero growth di akhir 90an awal 2000an.
Selain itu juga diuraikan tentang: tidak optimalnya analyses dan synthesis data dalam penyiapan blok, Packaging informasi dalam penawaran blok dimana data dasar yang dimiliki pemerintah kurang menarik; yang lebih menarik biasanya data dasar yang dikuasai swasta (asing), dan Prosedur relinquishment & evaluasinya yang kurang melibatkan potensi fungsi expert terkait di bawah Kementrian ESDM.
Sebagai Rekomendasi diusulkan bahwa Bonus Tanda Tangan dan Bonus Produksi dari KKKS seharusnya dapat di ”plow back” ke sektor ESDM untuk menambah data baru – eksplorasi cekungan-cekungan baru di Indonesia. Selain itu Kementrian ESDM harus lebih kuat bargaining dengan usulan-usulan spekulatif survei dari pihak swasta (asing) dan melibatkan lebih banyak expert nasional yang dimilikinya. Ide baru untuk kontrak KKS antara lain: “Based on depth/cycle targets: new cycle – more incentives, dan PSC termination as scheduled, re-tender instead of extension”. Yang paling utama: Revitalisasi Badan Geologi ESDM mutlak dilakukan supaya lebih proaktif dalam usaha eksplorasi migas Indonesia.
Singkapan Granit dan Petroleum System
Dari perjalanan menengok Granit Eosen Tanjungsari di Tinggian Lampung kemarin (25/6/11), ada empat hal yang kita pelajari untuk aplikasi geologi minyak bumi:
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Dari perjalanan menengok Granit Eosen Tanjungsari di Tinggian Lampung kemarin (25/6/11), ada empat hal yang kita pelajari untuk aplikasi geologi minyak bumi:
Implikasi tektonik (dan geologi struktur) dari adanya singkapan granit tersebut, yang mencakup:
Waktu pembentukan/proses intrusi-nya (yang terkait dengan orogenesa, continental crust accretion, subduction dan sebagainya), dan
Waktu pengangkatan ke permukaan dan erosinya (yang terkait dengan epeirogenesa — pengangkatan menyeluruh semua daerah, atau orogenesa — thrust fold belt system formation berupa jalur setempat, atau vulkanisme — lebih merupakan point inversion)Komposisi mineralogi dan kimiawi — terkait dengan posisi tektoniknya (apakah S type atau I type dan sebagainya)
Implikasi heat flow (terkait dengan mineralogi-kimiawi dan radioaktivitas-nya), yang mana hal tersebut juga terkait langsung dengan pengetahuan tentang apakah cekungan yang dialasi oleh granit tersebut di sekitar daerah singkapan (tentunya di subsurface) merupakan cekungan dengan heat flow tinggi atau rendah. Kalau heat flow-nya tinggi, hanya perlu pengisian sedimen yang tipis saja maka kerogen sudah bisa dipanasi dan matang menghasilkan hidrokarbon, alias: cekungannya dangkal-dangkal pun sudah menghasilkan minyak (seperti di CSB, Central Sumatra Basin, hanya butuh 4.500 - 6.000 feet untuk mematangkan kerogen jadi hidrokarbon). Kalau heat flow nya rendah, butuh kedalaman besar atau sedimen yang tebal untuk mematangkan hidrokarbon dari kerogen (contoh di Kutai Basin, Mahakam area: butuh 9.000 - 11.000 feet untuk mematangkan kerogen jadi hidrokarbon). HF tinggi atau rendah dikontrol oleh mineralogi. Pink Granit, Diorit, Granodiorit: moneraloginya berbeda: tentunya heat flow-nya juga beda..
Implikasi provenance (batuan sumber fragmen sedimen klastik). Cekungan yang daerah tinggiannya merupakan singkapan granit atau batuan asam kasar lainnya yang kaya kuarsa, maka sedimen-sedimen klastiknya cenderung kaya kuarsa dan membentuk reservoir migas yang kualitasnya bagus. Seringkali sumur-sumur yang dibor di daerah tinggian menembus granit-granit serupa yang kita lihat di singkapan. Dalam kasus tersebut, sedimen-sedimen klastik di daerah rendahannya diharapkan mempunyai kualitas reservoir yang bagus. Tapi belum tentu sedimen klastik yang diendapkan di atas tinggian tersebut juga punya kualitas reservoir yang bagus, karena provenance-nya jauh dari granit tersebut. Apalagi jika granitnya ada di rendahan, belum tentu sedimen yang menumpuk di atasnya punya kualitas reservoir bagus, karena provenance-nya di daerah tinggian yang belum tentu juga didiami si granit tersebut.
Dalam kasus Granit Eocene di Tinggian Lampung yang kita kunjungi kemarin batuan-batuan sedimen post-eocene yang diendapkan di cekungan-cekungan sebelah barat dan utaranya (yang sekarang tertutup Tuffa Lampung) diharapkan mempunyai fragmen butiran kuarsa yang dominan (Quartz arenite). Note: sampai sekarang delineasi cekungan di seputaran Bandar Lampung dan Teluk Lampung memang masih baru tahap awal. Belum ada data regional/semi-regional yang tersedia untuk mendelineasi batas-batas cekungan tersebut. Seismik sudah pasti tidak dapat menggambarkan apapun di bawah Tuffa Lampung. Tetapi Gravity dan/atau Magnetik/Magnetotelurik mungkin bisa menggambarkan sesuatu. Tunggu: sampai ada yang menge-run-nyaAnalogi komponen-komponen yang mengontrol granit menjadi batuan reservoir, yaitu reservoir batuan dasar (basement reservoir): fracture granite, weathered granite, dan granite wash.
Fractured Granite
Ada dua jenis fracture: yang pertama fracture yang diakibatkan oleh uplift dan unroofing effect dari granit ketika diangkat ke atas (epeirogenesa/inversi) setelah terjadinya intrusi. Yang kedua fracture yang diakibatkan oleh tektonik regional; misal sesar-sesar geser regional yang terus aktif selama Tersier, jika mereka pas punya offset step-splay di daerah tersebut, maka akan terjadi retakan-retakan yang terbuka saat sesar gesernya transtensional dan sebagainya. Pada singkapan granit di Tinggian Lampung kemaren mestinya yang kita lihat umumnya adalah fracture karena unroofing effect. Kalau ada dua suite/pool dari arah-arah dan sifat fracture di satu lokasi, kemungkinan dua jenis fracture tersebut muncul: unroofing dan regional tectonic. Perlu diteliti lebih lanjut untuk jenis-jenis fracture yang berkembang di Granit Indah itu secara lebih sistematis sehingga dapat diambil kesimpulan modelnya untuk analogi subsurface.Weathered Granite
Lapukan granit di jumpai di sepanjang permukaan singkapan batuan di lokasi Granit Indah. Semua permukaan granit yang kita injak adalah dalam kondisi lapuk (weathered). Pelapukan paling kuat terjadi di sepanjang rekahan-rekahan seperti yang disebutkan di bagian 4.1. di atas. Kita juga pernah melihat fractured granite yang lapuk di CORE (batuan inti bawah permukaan), fenomenanya sama dengan yang kita lihat di permukaan kemarin. Pada umumnya mineral-mineral mika sudah mulai terdegradasi, sementara orthoklas masih tetap intact. Na-Feldspar sebagian sudah mulai lapuk, tapi belum sepenuhnya menjadi kaolinite clay. Hanya saja sudah mulai bisa gampang digerus memakai kawat/pisau sedimen. Lapukan-lapukan granit ini bisa berfungsi sebagai reservoir tapi ketebalannya tidak akan terlalu ekstensif dibanding dengan fracture granite (tidak semua fracture granite terlapukkan).Granite Wash
“Cucian granit” maksudnya kondisi lanjut dari granit yang lapuk, yang akhirnya membentuk “soil” alias tanah yang bisa ditanami, di mana di beberapa bagian tertentu: tanah tersebut tidak mengandung clay tapi lebih banyak mengandung pasir/detrital lapukan kuarsa dan orthoklas dari granit. Cucian granit ini bisa juga diistilahkan sebagai pasir kuarsa (dan orthoklas) dari granit yang tersebar di lereng-lereng (dan tekuk lereng) dari kontur topografi granit yang tersingkap. Potensi reservoir-nya kualitasnya paling bagus, karena sifatnya sama dengan quartz sand, hanya saja unconsolidated (malah lebih bagus lagi karena unconsolidated ini).
Demikianlah sekilas catatan mengenai singkapan granit dan kaitannya dengan Petroleum System, seperti yang dikuliahkan kemarin Sabtu 25/6/11 di atas gundukan granit lokasi Granit Indah Lampung High.
Target Produksi Migas: Angka Politik Vs. Kejadian Sebenarnya
Terus terang aku penasaran: bagaimana itung-itungan teknis komisi 7 DPR dalam menentukan target produksi migas saat ESDM usul rencana prod berdasarkan proyeksi wp&b psc-psc.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Terus terang aku penasaran: bagaimana itung-itungan teknis komisi 7 DPR dalam menentukan target produksi migas saat ESDM usul rencana prod berdasarkan proyeksi wp&b psc-psc.
Terus terang aku ragu kalau DPR juga paham selik melik operasional produksi, potensi bypass, EOR, second opinion tentang potensi produksi lapangan-lapangan baru, sehingga mereka yakin ketika bargaining mengusulkan beda dari yang diusulkan ESDM.
Atau jangan-jangan berapapun yang diusulkan ESDM, diambil saja beberapa persen lebih tinggi supaya gak keliatan OK-OK saja dengan usulan pemerintah. Pokoknya beda dan lebih tinggi.
Dulu kalau target teknis realistis produksi migas 100, ESDM akan berstrategi ajukan ke DPR 80; jadi kalau DPR mau lebih tinggi, tinggal dinaik-naikkan sampai klop di angka sebenarnya 100.. Apa sekarang masih juga begitu?
Bulan lalu 29 PSC produksi menyerah, gak mungkin bisa penuhi target 970 BOPD, 907 saja mungkin sudah menggeh-menggeh.
Dan seperti biasanya: yang disalahkan adalah lapangan kita sudah tua!! Piye to iki? Lha lapangan-lapangan itu khan tidak mendadak tua; tahun lalu saat bikin rencana produksi pun mereka sudah tua! Jangan lah dikambinghitamkan berulang-ulang, nanti malah jadi gosong gak karuan!
Dengan (lagi-lagi) tidak tercapainya target produksi migas, maka status impor 500 ribu BOPD pun akan terus berlanjut; congrats buat mafia minyak!!
Dari Pembicaraanku dengan Yudi Idoy, GEA81
Di atas kertas, konsep IP-10% untuk BUMD itu indah: Menyejahterakan rakyat di daerah. Tapi pada kenyataannya? Lihat blok Cepu, susah-susah IAGI waktu itu bantu menghitung IP10% untuk daerah-daerah sampai sekian angka di belakang koma, jatuhnya ke pak Brewok dan kawan-kawan pengusaha swasta juga.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Di atas kertas, konsep IP-10% untuk BUMD itu indah: Menyejahterakan rakyat di daerah. Tapi pada kenyataannya? Lihat blok Cepu, susah-susah IAGI waktu itu bantu menghitung IP10% untuk daerah-daerah sampai sekian angka di belakang koma, jatuhnya ke pak Brewok dan kawan-kawan pengusaha swasta juga.
Freeport Masela, Newmont dan lain-lain termasuk W Madura, di mana tiba-tiba secara ajaib muncul Sinergindo dan Purelink (untung dua yang terakhir itu pada mundur malu karena ditereakin).
Nanti di Blok Mahakam juga. Kita sudah capek-capek teriak soal hak daerah, khawatirnya yang disebut “daerah" itu nantinya cuma bagian dari warna pelangi bisnisnya partai-partai di migas. Soalnya merah sudah curi start di migas, masak biru diam saja, kuning yang sejatinya pengusaha gak mungkin juga tinggal diam di Mahakam.
Jadi yang sebenarnya disebut untuk kesejahteraan rakyat itu, "rakyat" yang mana? BUMD yang mana?
Selalu saja ada celah yang memungkinkan maksud baik regulasi itu dimonetisasi dan dijadikan bargaining jangka pendek oleh penguasa daerah yang orientasinya juga sempit (dan ditunggangi juga oleh sekutu-sekutu politik penguasa daerah itu di pusat untuk kepentingan golongan).
Setiap kali kita berusaha untuk memberdayakan daerah dengan lebih menekankan proses pada pembangunan-penyiapan BUMDnya, seringnya aparat penguasa setempat ogah-ogahan merespon. Malah mereka menyerahkan semua urusan pada perusahaan partner BUMD yang notabene adalah bentukan pentolan-pentolan partai yang didanai konglomerat-konglomerat lulusan BLBI dan dijalankan oleh pensiunan-pensiunan Pertamina/PSC-PSC.
Dengan pola seperti itu, daerah tidak akan mendapatkan manfaat yang maksimal dari privilege yang diperolehnya dalam PP tentang IP 10% dan sebagainya. Yang dapat manfaat banyak justru kumpeni-kumpeni partner BUMD yang notabene adalah kendaraan para politisi partai para konglomerat dan sebagian profesional-profesional migas pensiunan...
Daerah dapat juga sedikit tetesan, yang biasanya sudah di-ijon oleh pimpinan daerahnya karena asas quick yielding dan singkatnya masa berkuasa mereka.
Di tengah pesimisme situasi seperti ku amati di atas, boleh saja kita optimis dan anggap itu semua transisional. Suatu saat nanti mudah-mudahan benar-benar si BUMDnya yang ambil alih melalui proses pembelajaran yang cukup panjang. Tapi syaratnya: ya itu tadi: BUMD harus benar-benar dihidupkan, bukan sekadar dijadikan simbol dan alat, harus ada yang terus teriak!
(Dan pada gilirannya ketika BUMD juga sudah OK dan berkiprah, mungkin saja hal yang sama soal keterwakilan kepentingan rakyat di dalamnya terulang lagi seperti ketimpangan yang sekarang terjadi pada kiprah BUMN jika dikaitkan dengan realitas kesejahteraan rakyat yang semakin sayup-sayup sampai). Tabiiiiik!!!!
Tapi tetaplah percaya pada maksud baik, hari esok, dan suara hati. InsyaAllah gusti Allah akan membantu kita. Amiin