Gempa Bumi Megathrust M=8.7, Siapkah Jakarta?

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

(Tsunami dari Selat Sunda: YES!! Rambatan gempa dari Selat Sunda: LESS LIKELY, Rambatan dari Bayah – Pelabuhan Ratu: MORE LIKELY)

Atas pemberitaan akhir-akhir ini tentang potensi Gempa Jakarta 8.7 SR yang dirilis bersamaan dengan penyelenggaraan acara BMKG “Gempa Bumi Megathrust M=8.7, Siapkah Jakarta” Rabu, 28 Februari 2018 yang lalu, saya ingin memberikan perspektif yang mudah-mudahan bisa mengurangi kebingungan.

Isu tentang Gempa Bumi Megathrust M=8.7 mengancam DKI Jakarta ini bukan pertama kali diungkapkan sekarang-sekarang ini. Tapi pada Mei 2011 (7 tahun yang lalu) isu ini pertama kali dilontarkan oleh Andi Arif, staf khusus (stafsus) SBY bersama dengan Dr. Danny Hilman, peneliti gempa kenamaan dari LIPI setelah mereka selesai dengan pembuatan peta gempa terbaru Indonesia (lihat slide terlampir)

Beberapa hal teknis yang saya tulis pada tujuh tahun yang lalu saya ulangi lagi di sini untuk menjelaskan tentang isu tersebut.

Dari segi tektonik, bukan hanya jarak dari epicenter yang menentukan besar kecilnya pengaruh gempa dirasakan di suatu tempat. Tetapi juga apakah ada jalur-jalur patahan yang menghubungkan daerah epicenter dengan tempat tersebut..

Dalam hal potensi ancaman gempa yang epicenter-nya di terusan patahan geser Sumatra ataupun Mentawai di Selat Sunda maupun apalagi di zona penunjaman sebelah baratnya, kemungkinan besar daerah yang punya kelurusan struktur langsung dengan patahan-patahan tersebut di Banten yang mendapatkan pengaruh goncangan terbesar.

Hubungan Teluk Jakarta dengan daerah Selat Sunda nampaknya lebih difasilitasi oleh terhubungnya kedua perairan tersebut oleh kolom air Laut Jawa di antara keduanya. Sampai sekarang kita belum memperoleh bukti data adanya kelurusan patahan arah barat-timur yang menghubungkan keduanya. Dengan demikian memang ada potensi akan terjadi tsunami di Teluk Jakarta apabila ada gempa 8.7 SR di Selat Sunda dan atau zona penunjaman di sebelah baratnya. Perhitungan awal apabila terjadi gempa 8.5 SR di Selat Sunda, maka Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta akan terendam tsunami yang run up-nya sampai dengan 1 meter (Data dari simulasi Dr. Hamzah Latief: bahan sosialisasi bencana gempa-tsunami IAGI-HAGI 2005-2006).

Tetapi kecil kemungkinannya gempa 8.7 SR tersebut merambat & dirasakan dengan kekuatan yang sama di Jakarta, karena tiadanya jalur patahan barat-timur itu. Kalaupun toh dirasakan di Jakarta mungkin getarannya sudah jauh berkurang dari di pusatnya yang 8.7 SR itu. Tapi ya tetep saja goyang bergoncang. Berapa besaran MM nya? Kawan-kawan geoteknik perlu menghitungnya terutama dikaitkan dengan usaha micro zonasi kegempaan untuk kode bangunan di Jakarta.

Saya malahan melihat kemungkinan Jakarta lebih rawan "serangan" gempa dari arah selatan, yaitu dari Pelabuhan Ratu – Sukabumi dan sekitarnya. Karena sampai saat ini data gravity dan seismik menunjukkan tinggian-rendahan utama yang dibatasi patahanpatahan di daerah Jakarta arahnya utara selatan. Salah satu dari patahan itu membatasi Tinggian Tanggerang di bagian barat dari Cekungan Ciputat yang melampar ke timur sampai ke Tinggian Rengasdengklok. Patahan berarah utara selatan itu trase permukaannya di sekitar jalur S. Cisadane. Jalur patahan di bawah permukaan bisa diamati sampai ke daerah Leuwiliang Bogor, tetapi kemudian jejaknya tertutup oleh endapan vulkanik Gunung Salak. Kemungkinan jalur utara selatan lewat patahan itu bisa menerus di bawah Gunung Salak sampai akhirnya terhubung dengan daerah Sukabumi – Pelabuhan Ratu. Jika terjadi pergeseran intra plate di penunjaman lempeng selatan Pelabuhan Ratu dan getaran gempanya bisa diteruskan ke utara lewat jalur tersebut, maka Jakarta bisa-bisa ikut bergoyang. Lebih banyak bukti menunjukkan bahwa gempa-gempa di selatan Jawa Barat sering kali juga terasa meggoyangkan Jakarta (Gempa Pangandaran 2006, Gempa Tasikmalaya 2009, Gempa Sukabumi).

Tentang kemungkinan Jakarta diancam tsunami dari gempa Selat Sunda maupun volcanic activity Krakatau: catatan-catatan sejarah membuktikannya. Penelitian Tim Katastrofe Purba 2010-2011 di daerah Batujaya, Krawang (Teluk Jakarta timur) tentang penyebab terkuburnya kebudayaan prasejarah di sana (dari situs-situs arkeologinya) menunjukkan tanda-tanda bekas adanya bencana purba. Bencana purba pada lapisan-lapisan pengubur situs Batu Jaya antara abad empat – lima kemungkinan adalah Tsunami atau letusan gunung api dari Selat Sunda.

Jadi, memang kita semua harus terus bersiap. Jakarta juga tidak aman-aman banget dari potensi ancaman gempa dan apalagi tsunami. Tapi bukan gempa langsung M 8,7 di bawah Jakarta. Gempa 8,7nya bisa berasal dari Megathrust di barat Selat Sunda, bisa juga dari Megathrust di Selatan Jawa. Jakarta sendiri tidak punya potensi untuk jadi epicentrum gempa 8,7 M tersebut. Kena imbas rambatan dan kena imbas tsunaminya: IYA. Langsung digoyang oleh M 8.7: kecil kemungkinannya.

Embusan kembali isu Megathrust M 8,7 mengancam Jakarta bagus sekali untuk mengingatkan kita semua agar terus menerus meningkatkan mitigasi — pengurangan risiko bencana— bagi ibu kota negara ini. Embusan isu ini bukan pertama kalinya. Coba browsing berita-berita Mei 2011 — alias 7 tahun yang lalu. Andi Arif stafsus SBY dan juga Danny Hilman dkk juga waktu itu pertama kali mengingatkan masyarakat tentang potensi adanya pengaruh Megathrust M 8.7 ini untuk DKI Jakarta.

Ayo lebih kita kencengin mitigasi dan penelitian-penelitiannya. Tanpa riset-riset: GPS, tomografi, monitoring patahan aktif, catatan-catatan sejarah, dating endapan tsunami, koral, dan sebagainya, kita meraba dalam gelap. Dengan riset-riset mitigasi, kita jadi lebih siap; tahu segmen lempeng mana yang siap bergerak dan berapa besar besar skalanya, daerah mana yang kena, dan sebagainya. Makin banyak catatan sejarah/stratigrafi dari pemelajaran perulangan gempa-tsunami di suatu tempat, makin sempit simpangan ketidakpastian prediksi.

Kita sudah sampai pada level prediksi lokasi dan besaran gempa termasuk untuk Siberut, Padang, Selat Sunda, Jawa Selatan, dll. Tapi prediksi kapan waktunya masih banyak tanda tanya. Masih terlalu sedikit data untuk diambil regresi linier statistiknya mendapatkan kepastian dengan simpangan rendah.

Mitigasi bukan untuk menakut-nakuti, tetapi membuat orang menjadi lebih siap mengantisipasi, mengevaluasi mana yang kurang dan harus diperbaiki.

Gempa Megathrust.jpg
Previous
Previous

(Setelah Empat Tahun jadi Presiden)

Next
Next

Tentang Permen