Kesadaran (Solidaritas) Geologi untuk Arkeologi Indonesia

Dirilis pertama di Facebook pribadi.

Prinsip-prinsip katastrofe di mainstream geologi jelas-jelas sudah memberi jalan dan alat kepada kita untuk lebih mengerti sejarah kemanusiaan diri kita sendiri. Sayang tidak terlalu banyak ahli yang menyadari.

Bahwa bumi berkali-kali mengalami kehancuran, meninggalkan bekas-bekas luka dan spesies-spesies tersisa untuk mulai tumbuh lagi baru membangun ekosistem dunia.

Bahwa setiap kali kebudayaan berkembang maju yang karena proses-proses geologi katastrofe maka terhapus sudah semuanya kembali ke jaman batu atau saking majunya sampai-sampai tidak bisa mengontrol keberlangsungannya sendiri: mustinya itu dengan mudah kita bikin analoginya dari ayat-ayat bumi.

Bahwa bukti tertua keberadaan manusia lebih dari sejuta tahun yang lalu tapi piramida Mesir dianggap hanya berumur paling tua 3000 tahun saja; lalu ngapain saja manusia selama 997 ribu tahun sebelumnya?

Mainstream sejarah manusia dan kemanusiaan kita sering kali terjebak pada kekakuan linearisme belaka. Padahal bumi mengajarkan kepada kita: katastrofe terjadi berulang-ulang berkali-kali, seperti siklus ¾ bukan seperti garis lurus!!!

Nah, masihkah kita menganggap masa lalu selalu lebih primitif dari masa kini kita?

 

Tersentak kaget setelah membaca Ed Malkowski (Ancient Egypt 39,000 BCE) dan mem-browsing Robert Schoch (Redating the Great Sphinx of Giza). Subhanallah..

Previous
Previous

The Explorer Vs. Mainstreamer

Next
Next

Ma'rifat Batu