3D Seismic Tidak Bisa untuk Verifikasi Orang Stres dan Sakit!
Sebagai salah satu geologist yang usul dan mendukung pelaksanaan seismik 3D di kawasan Lumpur Lapindo, saya ingin klarifikasi berita/pemahaman keliru tentang bahwa seismik 3D ini bisa memverifikasi 45 RT yang sudah di-survey Tim Independen Prov (ITS-Unair) 2010.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Pakde Karwo, ini saya Andang Bachtiar, IAGI. Mugo sampeyan tansah diberkahi Gusti Allah iman, islam, dan sehat. Amin.
Sebagai salah satu geologist yang usul dan mendukung pelaksanaan seismik 3D di kawasan Lumpur Lapindo, saya ingin klarifikasi berita/pemahaman keliru tentang bahwa seismik 3D ini bisa memverifikasi 45 RT yang sudah di-survey Tim Independen Prov (ITS-Unair) 2010. Itu sama sekali tidak benar.
Tidak mungkin seismik 3D verifikasi daerah permukaan tanah yang orangnya sakit karena kondisi lingkungan yang berbahaya, yang air tanahnya tercemar, yang penduduknya stres dan sebagainya. Bahkan untuk memverifikasi rembesan-rembesan gas yang keluar di 45 RT itu saja tidak mungkin dilakukan dari data seismik 3D ini nanti.
Kalau bakal memperluas daerah yang akan terdampak sangat mungkin. Justru itulah salah satu tujuan dilakukannya seismik 3D ini. Digabungkan dengan data pengamatan subsidence dari GPS survei yang sudah ada dan akan dilakukan, maka data geometri lapisan dan retakan/patahan di bawah Lumpur Lapindo akan bisa dipakai memodelkan sampai di mana area yang akan terdampak tahun-tahun ke depan sampai berakhirnya proses semburan-penurunan.
Mohon bantuan juga Prof. Hardi Prasetyo dan Ir. Soffian Hadi dari BPLS yang notabene adalah geologist untuk meluruskan pemahaman keliru tersebut. Bahkan humas BPLS sendiri sering menyebutkan hal yang keliru tersebut pada masyarakat dan media.
CC: mas Pras, cak Soffian, cak Amin ITS, Bang Lambok IAGI, cak Saiful IAGI, kang Yudi IAGI, Cak Pardan dkk IAGI Jatim, mas Yosi HAGI, bang Martinus HAGI.
Note:
Bukan Pakde Karwo yang mengharapkan itu, bahkan tanpa 3D seismik pun dari dulu dia gigih mengegolkan hasil survei Tim Independen bentukannya supaya masyarakat 45 RT itu juga dimasukkan dalam Keputusan Presiden yang baru.
Tapi di level Dewan Pengarah BPLS usulan dari Jawa Timur itu dimentahkan (sebelum usulan 3D seismik kita disetujui November 2010). Waktu itu alasannya adalah: sebagian dari daerah yang diusulkan itu ternyata saat itu amblesan-nya sudah gak parah dan atau gas sudah gak keluar lagi dan sebagainya. Maka butuh diverifikasi lagi (oleh BPLS).
Nah, begitu usulan 3D seismik disetujui dan keluar dananya mulailah kampanye itu dilakukan: memanfaatkan adanya survei 3D seismik untuk menunda masuknya 45 RT dalam Keputusan Presiden.
Malah Humas BPLS yang menyebarkan kemana-mana bahwa usulan 45 RT itu nunggu hasil 3D seismik. Hopo tumon?!!! Makanya rakyat demo! Dan ITS-Unair yang tim independent juga merasa hasilnya gak digubris pemerintah pusat, seolah diragukan kredibilitasnya. Kaco!!
Makanya saya tulis pesan tadi supaya gubernur Jawa Timur itu tidak memperoleh informasi yang keliru yang melemahkan usahanya memperjuangkan rakyatnya.
Tentang “Protes” Andang Bachtiar
Saya menuliskannya sebagai Note di Facebook saya seminggu yang lalu, bukan tiba-tiba kemarin. Mungkin untuk menjadikannya berita wartawan lebih cocoknya memuatnya pas kemarin pelaksanaan acara.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
(Menanggapi tulisan yang dirilis di Tempo.)
Saya menuliskannya sebagai Note di Facebook saya seminggu yang lalu, bukan tiba-tiba kemarin. Mungkin untuk menjadikannya berita wartawan lebih cocoknya memuatnya pas kemarin pelaksanaan acara.
Note Facebook itu saya tulis setelah saya komunikasikan concern ke panitianya tentang tidak adanya pembicara dari periset perguruan tinggi Indonesia dan dominannya periset asing (sepuluh orang) dalam info undangan ke saya maupun dalam website Humanitus sampai dua hari yang lalu. Waktu itu di website masih dipampangkan foto dua pembicara dari Indonesia yaitu Awang (BPMigas) dan Sawolo EMP (Lapindo).
Alhamdulillah, rupanya panitia sadar akan pincangnya acara tersebut (a-nasionalis dan berat ke satu sisi pendapat), maka kemudian pada acara sebenarnya diseimbangkanlah kesan itu dengan mencoret Sawolo EMP/Lapindo dari daftar dan menambahkan Prof. Sukendar, Agus Guntoro, dan Sayogi Sudarman dalam daftar pembicara. Suatu move yang pintar, tapi agak kedodoran kalau diberi tambahan argumen bahwa: yang diundang adalah yang gencar menulis di jurnal-jurnal (internasional) tentang Lumpur Lapindo tersebut.
Usulan saya untuk memasukkan pembicara dari perguruan tinggi paling dekat dengan Sidoarjo yang banyak menulis pun (Dr Amin Widodo) tidak dikabulkan. Selain itu saya menyinggung nama Prof. Hasanudin ITB yang pernah menulis bersama Davies (yang kemudian diancam dituntut oleh Lapindo karena menggunakan data Lapindo tanpa izin untuk ikut menulis paper dengan Davies), juga kawan-kawan Badan Geologi yang sangat aktif riset dan menulis tentang Lumpur Lapindo. Tapi nampaknya panitia lebih suka memilih mereka dari Indonesia yang punya kecenderungan expertise di tektonik regional, geotermal, dan yang mereka kenal ikut bersama Lapindo mengkampanyekan penyebab gempa.
Waktu itu surat saya dijawab panitia dengan: "akan dipertimbangkan" meskipun sulit untuk mengubah acara karena harus memilih diantara 40 ahli yang diundang. Saya sendiri tetap mereka harapkan datang untuk meramaikan acara diskusi. Karena saya ada komitmen full tiga hari kemarin di Jakarta, maka agak sulit untuk ikutan hadir, terutama kalau hanya untuk tanya jawab dua - lima menit dan bukan sesi terbuka brainstorming semua pihak membeberkan usulan rencana ke depan.
Sampai saat ini, saya masih juga pada pendapat: semua penyelesaian teknis harus jadi satu paket dengan penyelesaian masalah sosial, tidak bisa dipisahkan. Kami dari IAGI dan HAGI masih dalam posisi terus membantu Badan Geologi dalam rangka akuisisi data 3D seismik di area lumpur dan sekitarnya untuk digunakan dalam evaluasi perencanaan teknis - sosial ke depan.
Lima Tahun Tragedi Lumpur Lapindo: Perspektif Geologi
Saat ini upaya untuk melihat sejauh mana kerusakan subsurface dengan survei seismik 3D sedang dalam tahap perencanaan, desain, sosialisasi, dan tender.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kilas Balik
Gunung lumpur (mud volcano) adalah ekspresi permukaan tanah (dan bawah laut) dari munculnya endapan lumpur tekanan tinggi yang berasal dari bawah permukaan bumi. Seringkali gunung lumpur dikaitkan dengan penyebab alamiah geologis, karena sebelum kejadian semburan Lusi 29 Mei 2006, khazanah literatur geologi dunia jarang mendokumentasikan kasus munculnya gunung lumpur yang dipicu oleh kegiatan manusia. Karena kejadian munculnya gunung lumpur di Sidoarjo ini pertama kali di sekitar lokasi pemboran sumur Banjar Panji-1 yang pada waktu itu sedang mengalami masalah “loss” dan “kick” disusul “underground blow-out” (semburan liar bawah permukaan), maka mengaitkannya sebagai pemicu munculnya gunung lumpur tersebut adalah sangat logis.
Waktu pertama kali diwawancara oleh koran daerah Surabaya tentang hal ini, 2 Juni 2006, saya pun sudah mengatakan bahwa fenomena awal dari semburan lumpur tersebut adalah dikarenakan adanya semburan liar bawah permukaan karena waktu itu saya sempat meninjau lokasi dari pinggir jalan tol saat mudik ke Malang, kota kelahiran saya. Fenomena permukaannya hampir serupa dengan kejadian semburan liar pemboran yang saya alami sendiri waktu bekerja di Kalimantan Timur sebagai wellsite geologist Huffco 1985. Demikian juga pendapat awal dari ahli-ahli geologi dari Lapindo sendiri yang waktu itu sempat kontak dengan saya, dan juga keterangan di website EMP (yang sekarang sudah dihapus) yang menyebutkan bahwa terjadi komunikasi dari lubang bor ke pusat semburan yang berjarak beberapa ratus meter dari BJP-1 waktu dilakukan penanggulangan tekanan dari sumur. Pendapat tersebut kemudian diformalkan pertama kali dalam bentuk publikasi oleh Richard Davies, dkk (2007) dalam jurnal GSA Today 17 (2): 4.
Seiring dengan waktu, geologist di Lapindo pun mulai mengubah pandangannya. Bersama dengan geologist terkemuka dari BPMigas, dari Oslo dan Jepang yang difasilitasi untuk melakukan peninjauan – riset di daerah semburan dan sekitarnya, keluarlah publikasi-publikasi tandingan yang menyebutkan bahwa gempa, kematangan tektonik, dan (secara spesifik) gerak patahan mendatar yang menekan di daerah Porong lah yang menyebabkan munculnya gunung lumpur tersebut.
Seiring dengan waktu juga, sampai sekarang saya masih berpendapat bahwa proses pemboran di BJP-1 merupakan pemicu dari munculnya gunung lumpur Lusi, sejalan dengan argumen-argumen yang dipaparkan Davies dkk, dan juga pengamatan yang saya lakukan pada real time drilling charts yang ditunjukkan oleh pihak kepolisian ke saya 2007 - 2008.
Mematikan Semburan?
Usaha teknis untuk mematikan semburan Lusi tidak bisa dipisahkan dari penanganan masalah sosialnya. Harus menjadi satu paket. Kalau tidak, maka jangan pernah berpikir untuk mematikannya. Kalau masalah sosial seperti pembayaran ganti rugi yang terkatung-katung karena pemerintah sangat toleran terhadap performance janji Lapindo tidak diberesi maka dijamin segala usaha keteknikan yang akan dilakukan akan mengalami hambatan di lapangan. Itulah yang terjadi sekarang ini. Biarpun konon kabarnya SBY mendapat bisikan banyak pihak dari luar maupun dalam yang terinspirasi oleh keberhasilan penanganan blow out di Montara (NWShelf) dan Horizon (Gulf of Mexico) untuk mulai berpikir lagi soal mematikan sumber semburan Lusi, tetap saja dia sebagai presiden tidak bisa lari dari kenyataan bahwa penanganan masalah sosial di LusI sampai sekarang masih amburadul. Makanya dari awal seperti ini sebelum sang presiden dipengaruhi oleh banyak pihak untuk grusa-grusu mengadopsi keberhasilan kill well di NWShelf maupun GOM untuk Lusi, saya teriakkan ke mana-mana: beresi juga ganti rugi dan masalah-masalah sosial lainnya (pemindahan penduduk, pendidikan, jalan raya macet dan sebagainya). Jangan cuma fokus ngomong tinggi-tinggi soal teknisnya. Biarlah masalah teknis dibicarakan dan direncanakan ahlinya, tapi masalah sosial harus dikawal dan dipaksakan sesegera mungkin untuk diberesi, supaya nantinya usaha teknis ini di-ridho-i dan tidak mendapat gangguan masyarakat.
Berdasarkan kesepakatan teknis saintifik yang sudah beberapa kali dibahas di level asosiasi profesi maupun di kalangan ahli lembaga-lembag pemerintah, disebutkan bahwa usaha teknis pertama yang harus dilakukan dalam rangka menuju ke perencanaan killing source (bukan well, karena well-nya sudah tidak kelihatan lagi?) dari Lusi ini adalah akuisisi data seismik 3D dengan desain khusus seperti yang sudah didesain oleh kawan-kawan BPPT dan Elnusa dan sudah diendorse oleh forum-forum IAGI maupun HAGI dalam berbagai kesempatan dalam dua tahun terakhir ini. Akuisisi data baru ini menjadi sangat krusial karena akan memberikan gambaran baru tentang kondisi bawah permukaan dalam di bawah Lusi yang selama ini cuma bisa dikira-kira saja oleh berbagai kalangan, termasuk oleh para drilling engineer yang mencoba merencanakan drilling program mematikan sumur BJP-1 (mereka menggunakan data-data engineering dari pemboran BJP-1, tapi masih perlu dikuatkan oleh data terbaru 3D seismik untuk konfirmasi).
Integrasi data dan interpretasi 3D seismik baru tersebut mutlak harus dilakukan dengan data engineering dari BJP-1 maupun relief well sesudahnya dan juga dari data geologi geofisik permukaan dangkal yang diakuisisi dalam empat tahun terakhir ini.
Khusus untuk asosiasi profesi seperti IAGI, HAGI, dan IATMI, dimohon untuk tidak berat sebelah dalam mengungkapkan berbagai data teknis dan interpretasinya, jangan mengulang kesalahan-kesalahan sebelumnya yang hanya memihak pada satu sisi pendapat para ahli tertentu saja, padahal secara nyata berkembang argumen-argumen counter dari pendapat-pendapat tersebut. Biarkanlah kedua-dua pendapat tersebut berkembang karena line of reasoning dari masing-masing bisa jadi akan bermanfaat bagi rencana penanggulangan mematikan semburan ini nanti. Biarlah nanti di level pengambilan keputusan melakukan excercise yang disebut sebagai: "probability atau uncertainity management", yaitu mengambil keputusan berdasarkan ketidakpastian dari berbagai teori penyebab maupun kondisi situasi bawah permukaan-permukaan Lusi. Tentunya dalam sekuen pengambilan keputusannya terkandung asas manfaat lebih banyak daripada mudharat.
Saat Ini
Saat ini upaya untuk melihat sejauh mana kerusakan subsurface dengan survei seismik 3D sedang dalam tahap perencanaan, desain, sosialisasi, dan tender. Survei seismik 3D ini di bawah koordinasi dan bujet Badan Geologi ESDM, dibantu sukarela oleh IAGI/HAGI; harapannya akhir 2011 image subusrface baru sudah ada, sehingga:
Pihak-pihak yang merasa bahwa semburan bisa dimatikan dengan pemboran atau teknis lainnya bisa mengkongkretkan usulan dengan data bawah permukaan yang lebih jelas, bukan hanya asumsi-asumsi saja (yang seringkali satu dengan lainnya juga berbeda-beda), atau malah bisa juga membatalkannya karena melihat damage-nya sudah multi bidang, bukan hanya bidang tunggal; jadi “cost benefit”nya tidak matched.
Dapat dibuat analisis prediksi modeling subsidence/penurunan tanah, sampai di surface area mana kemungkinan terjadi kerusakan dan seberapa tingkat bahayanya sehingga bisa dibuat peta risiko, zonasi yang baru, yang lebih update berdasar data subsurface, yang tidak harus tiap tahun diganti dengan Peraturan Presiden seperti selama ini terjadi.
Ganti-rugi dan atau pemindahan penduduk untuk rencana pengelolaan jangka panjang area tersebut menjadi "once for all" solution kalau menggunakan hasil nomor dua di atas.
Usulan saya: sudah saja semua penduduk yang terdampak di sekitar daerah tersebut ditambah dengan yang dari survei tim independent Provinsi Jawa Timur tahun lalu dan dari hasil evaluasi hazard 3D nanti, semua diganti-rugi sampai selesai dengan menggunakan duit yang ada (pinjaman dari pemerintah (?) yang nanti dibebankan pada Lapindo dan atau pengelola berikutnya).
Kemudian, daerah yang ditinggalkan dikelola oleh badan khusus (otorita?) untuk riset, wisata, maupun kegiatan eksplorasi lainnya bila memungkinkan...
Sangat mungkin nantinya bisa dilakukan lagi eksplorasi dan eksploitasi potensi cadangan migas di bawah daerah semburan lumpur tersebut. Karena probabilitas kehadiran cadangan migas (terutama gas) sangat besar di sini. Lapindo atau siapa pun yang berminat membantu pemerintah membereskan urusan ganti rugi dan evakuasi massal ini mungkin bisa berharap menghitung-hitung return dari investasi sosialnya saat ini.
Seminggu Lagi 5 Tahun Lumpur Lapindo
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Persis seminggu lagi 29 Mei 2011, genap lima tahun tragedi Lumpur Lapindo; usaha bersih-bersih diri masih terus menjadi, memanfaatkan momen lima tahun ini.
Akan ada acara gede-gedean ngumpul para ahli asing di Porong untuk justifikasi atas nama geologi, hanya dua orang Indonesia yang diundang bicara, satu dari Lapindo dan satu dari BPMigas.
ITS, UGM, ITB, BG, BPPT, LIPI, IAGI, HAGI, IATMI dan lainnya yang juga riset di sana tak ada yang dikasih waktu presentasi, cukup sebagai penggembira saja.
Jadi ingat dulu Februari 2007 IAGI juga pernah jadi ajang justifikasi dengan bikin seminar pincang tak berimbang; pro gempa di panggung, yang anggap itu kesalahan pemboran di floor saja.
Terus di Afrika Selatan acara AAPG: Lumpur Lapindo sempat disesikhususkan dan berakhir dengan lebih banyak yang menganggap itu karena kecerobohan pemboran.
Nanti acara seminar 26 Mei itu menampilkan sepuluh pembicara dari Inggris, US, Norwegia, Jepang, Rusia, Australia, dan dua dari Indonesia dari Lapindo dan BPMigas. Hikkksss.. Sepuluh banding dua, yang dua itu pun hanya mewakili satu visi, lageeee…
Para ahli Indonesia dari berbagai universitas dan lembaga penelitian hanya diundang partisipasi mendengarkan dan diskusi, dan mungkin jadi legitimasi kesimpulan-kesimpulan yang sudah ditulis sebelum dimulai.
Memang asyik menyimak ekspat-ekspat itu bicara, tapi lebih asyik lagi kalau peneliti Indonesia juga punya waktu bicara, bukan hanya dari Lapindo dan BPMigas saja. Lagian koq tendensius dan memihak banget: kenapa justru Lapindo dan wakil BPMigas yang bicara? Mereka berdua segendang, sepenarian. Mustinya dari pihak-pihak lain (dari Universitas terutama) yang lebih independent atau sekalian bersebrangan madzhab dengan mereka berdua juga bicara.
Rasanya seperti zaman penjajahan dan bodoh sekali kita ini karena sebagian besar dari kita selalu anggap ekspat lebih jago dari kita sendiri.
Memangnya mereka anggap apa: Amin Widodo ITS, Hasanuddin ITB, Zainuddin BG, Ben Sapiie ITB, Agus Hendratno UGM, dan lainnya yang juga riset dan punya pendapat tentang Lumpur Lapindo..
Terus kenapa cuma dari Lapindo dan BPMigas yang mereka undang bicara? Apakah mereka tidak tahu Indonesia punya Universitas dan lembaga yang juga riset di Lumpur Lapindo?
Memang menyedihkan dan menjengkelkan, tapi itulah kenyataan: mental inlander terjajah masih selalu ada di kepala kita.
Bahkan di dunia sains pun para admin birokrat dan politisi kita tidak bisa menghargai saintisnya sendiri.
Jadi mari kita sama-sama ke Porong 25 - 26 Mei ini untuk menyerahkan harga diri saintifik kita ke para ahli asing dan menyediakan diri dimanfaatkan pihak tertentu untuk bersih-bersih…
Sedimen Berjanji (Bukan Qasidah Barzanji)
Dirilis pertama sebagai status Facebook.
Sedimen-1a: tidak semua thalweg berkonglomerat, tidak semua point bar berlempung.
(Artinya bisa bypass, bisa sesumbernya miskin, atau sedang banjir bandang.)
Sedimen-1b: tidak semua thalweg berkonglomerat, tidak semua point bar berlempung.
(Artinya konglomeratnya rakus dan pengecut: jatah UKM diembat juga.)
Sedimen-2a: pasir bar diletakkan, pasir channel menggerus ke samping.
(Artinya kontak bawah berbeda: tenasisi Vs. erosi, geometri berkebalikan: cembung ke atas Vs. cekung ke bawah.)
Sedimen-2b: pasir bar diletakkan, pasir channel menggerus ke samping
(Artinya pura-pura nambang pasir laut untuk urug pulau, tapi sebenarnya nyari emas dan titanium.)
Sedimen-3a: delta dan crevasse splay diendapkan traksi dari saluran terbatas ke perairan luas.
(Artinya progradasi, maju ke lereng depan, mengasar ke atas.)
Sedimen-3b: delta dan crevasse splay diendapkan dari saluran terbatas ke perairan luas.
(Artinya kerelaan dan maaf insyaAllah mengendapkan jiwa tertekan.)
Sedimen-4a: low gamma-ray coal untuk ditambang, hi gama-ray coal untuk korelasi.
(Artinya jangan sembarangan nambang, jangan sembarangan korelasi)
Sedimen-4b: low gamma-ray coal untuk ditambang, hi gama-ray coal untuk korelasi.
(Artinya cobalah terapkan sedimentologi dengan hati, jangan sekadar syarat eksplorasi)