(Asal jangan kelamaan “sekolah” di situ.)
Jadi, kalau memang mau “sekolah”, sekolah-lah baik-baik di kumpeni itu. Bagus!! Asal jangan kelamaan “sekolah” di situ.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Geosain di kumpeni gede itu memang umumnya masih sangat ketinggalan mentalitas "eksplorasi" dan "engineering solution findings"nya dibandingkan di kumpeni-kumpeni mediocre atau kecil lainnya, karena terbiasa dari dulu dikawal orang-orang bule yang lebih bisa bicara dan mengkooptasi pekerjaan subordinatnya. Memang sih, sebagian kecil dari geosain-geosain itu bisa menonjol-menonjol ke atas kemudian jadi petinggi-petinggi, tapi usaha untuk membuat sistem jadi lebih militan di dalam sana seringkali berhenti di kenyamanan. Sistem kaderisasi explorationist di kumpeni itu menurut aku paling seret dibandingkan dengan di kumpeni-kumpeni lainnya.
Hal ini biasanya terjadi juga di kumpeni-kumpeni besar yang memang sudah punya sistem established dari sononya. Hanya mereka yang klop dan fit dengan sistem itulah yang akan merangsek maju atau naik ke atas. Selebihnya hanya akan jadi sekrup baut pelengkap sistem, seringkali juga hanya menjadi tukang pos dan tukang stempel bagi superioritas “semu” expatriate yang ada di kumpeni tersebut, baik di sini maupun di head office-nya sana.
Jadi, kalau memang mau “sekolah”, sekolah-lah baik-baik di kumpeni itu. Bagus!! Asal jangan kelamaan “sekolah” di situ. Bisa-bisa bernasib seperti katak yang terlena di air rebusan hangat yang makin lama makin panas, tidak kerasa, tiba-tiba: koit saja!!. Good luck!
(Perasaanmu Tricone Bit atau PDC?)
Hubungan sonic atau density dengan er o pe (rate of penetration) baik-baik saja selama yang penetrasi berani lebih menusuk (tricone bit) daripada menggesek (PDC Bit).
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Hubungan sonic atau density dengan er o pe (rate of penetration) baik-baik saja selama yang penetrasi berani lebih menusuk (tricone bit) daripada menggesek (PDC Bit).
Menekan dan menggesek (macam kerja si PDC Bit ini) memang bisa cepat bikin lubang, tapi bahaya flow dan kick jadi lebih besar.
Karena dalam prakteknya PDC: driling break sering tidak berasosiasi dengan porositas atau permeabilitas tapi dengan kerapuhan; maka jangan heran kalau porous dan permeable zone baru ketahuan setelah gas dan cutting-nya naik ke permukaan, er o pe tidak bilang apa-apa waktu melewatkan.
Itu dia yang menyebabkan litologi dan fluid content yang direpresentasikan oleh sonic dan density jadi tidak terkait langsung dengan er o pe!
Perasaanmu tricone bit atau PDC?
(Untuk Kepentingan Bangsa dan Negara — Tolong PING Saya)
Kalau anda tergugah dan merasa mau dan mampu melakukan hal-hal seperti yang tertulis di bawah ini untuk kepentingan bangsa dan negara (dan punya keleluasaan untuk melakukannya) - tolong PING saya:
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kalau anda tergugah dan merasa mau dan mampu melakukan hal-hal seperti yang tertulis di bawah ini untuk kepentingan bangsa dan negara (dan punya keleluasaan untuk melakukannya) - tolong PING saya:
Mengintegrasikan data baru geologi permukaan hasil pemetaan tiga tahun terakhir ini dengan informasi migas bawah permukaan dalam sintesa tektonik dan sistem minyak bumi daerah-daerah frontier dan rekomendasinya.
Mengusulkan pemboran sumur-sumur stratigrafi di berbagai cekungan di Indonesia, tentunya dengan studi-studi secukupnya untuk menjustifikasinya.
Mendelineasi daerah-daerah baru untuk spec-survey seismik dan airborne gravity, didahului dengan analisis cekungan untuk mendukung, meyakinkannya.
Menganalisis kegagalan sumur-sumur eksplorasi sepuluh tahun terakhir di seluruh Indonesia dan mengusulkan tindak lanjutnya
Me-review play, lead, prospek daerah blok KKKS, mengevaluasi kemungkinan analogi satu tahun dan lainnya, kemudian membuat rekomendasi prospect generation-nya (atau kerjakan sendiri sekalian), tawarkan ke KKKS yang berkepentingan, kalau perlu sole-risk drilling SKKMigas.
Mencari Minas baru, Duri baru, Mahakam baru, Natuna D-alpha baru, Widuri baru, Cepu baru, Kasim baru, Tangguh baru di sela-sela kekosongan data cekungan Indonesia.
Mengevaluasi sayap-sayap bukit Barisan, Pegunungan Tengah Jayawijaya, interior Kalimantan, dan seluruh Sundaland yang tenggelam untuk menghasilkan konsep-konsep petroleum system baru untuk dikerjakan.
Memutakhirkan perhitungan sumber daya spekulatif dan hipotetis untuk cekungan-cekungan "utama" sekaligus merevisi hitungan sumber daya unconventional Indonesia.
Menstimulasi pemecahan masalah imaging bawah permukaan daerah-daerah vulkanik, terutama di cekungan-cekungan yang terbukti punya indikasi petroleum system kuat tapi belum terbukti, dengan menggalang pemikiran para ahli untuk teknologi sub-vulkanik tersebut.
Menuliskan ulang semua masalah non-teknis yang menghambat penemuan cadangan baru migas dan merekomendasikannya kepada Presiden untuk bisa serius ditangani minimal di level Menko.
Blok Mahakam: Mitos tentang Teknologi, Modal Besar dan Risiko Eksplorasi.
Ada yang berpikiran bahwa teknologi migas di Blok Mahakam saat ini sedemikian tingginya sehingga hanya dengan bantuan Total lah kita bisa meneruskan - menguasai operasi E&P migas di blok tersebut. Itu adalah pikiran yang sangat keliru, yang tidak seharusnya diungkapkan oleh orang-orang yang notabene dididik di institusi pendidikan tinggi teknologi paling tua dan terkemuka di Indonesia: ITB.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Masih dari bincang-bincang tentang Blok Mahakam kemarin 6 Maret 2013 19:00-23:00 di Rumah Alumni, yang mengocok kesadaran untuk kembali berpikir mendasar dan jernih. Hadir sebagai narasumber: Aussie SKKMigas (GEA74), Gede SKKMigas (SI79), Pri Agung Reforminer (TM94), dan Andang IAGI (GEA78) serta pembicara tamu Bobby Adityo Rizaldi Komisi 7 DPR dan Marwan Batubara IRESS.
Ada yang berpikiran bahwa teknologi migas di Blok Mahakam saat ini sedemikian tingginya sehingga hanya dengan bantuan Total lah kita bisa meneruskan - menguasai operasi E&P migas di blok tersebut. Itu adalah pikiran yang sangat keliru, yang tidak seharusnya diungkapkan oleh orang-orang yang notabene dididik di institusi pendidikan tinggi teknologi paling tua dan terkemuka di Indonesia: ITB.
Tidak ada yang mejik dengan teknologi migas, sedemikian rupa sehingga hanya eksklusif satu perusahaan saja yang mampu menguasai dan mengaplikasikannya. Lagipula penguasaan dan aplikasi teknologi itu dijalankan oleh manusia tanpa harus si manusia tersebut dituntut untuk terus-menerus menginvensi/mengembangkan teknologinya. Aplikasi berbeda dengan Riset dan Pengembangan. Dan manusia-manusia Indonesia di Total yang jumlahnya konon 97% dari keseluruhan tenaga kerja yang ada di sana telah sama-sama kita dengarkan, saksikan dan buktikan keahliannya dalam aplikasi teknologi operasi Blok Mahakam di hampir 50 tahun ini. Cerita dan keyakinan bekas salah satu "Jenderal" Total yang sekarang ada di jajaran "Jendral" SKKMigas mengonfirmasikan haL itu, seperti sudah diuraikan di bagian pertama dari tulisan ini kemarin.
Selama ini tidak pernah terdengar kabar ada hak paten khusus Total dalam teknologi platform, teknologi pemboran transisi delta dan laut dalam, teknologi geosains - seismik 3D dan segala jenis software-hardware teknologi pencitraan bawah permukaan serta berbagai macam teknologi komplesi, perpipaan, dan produksi di Blok Mahakam yang menghalangi para operator penerus operasi Total di blok tersebut untuk terus mengaplikasikan teknologi yang sudah ada itu. kalaupun ada paten itu: (aplikasi) teknologi-nya bisa (dan sudah) disewa atau bahkan dibeli.
Lebih menggugah kesadaran lagi ketika dalam acara bincang di Rumah Alumni kemarin itu salah satu kawan dari Sipil ’84 yang sudah sekitar 20 tahun malang melintang di dunia migas sebagai dedengkotnya service company menyatakan bahwa sebenarnya yang berada di garda depan aplikasi, invensi dan pengembangan teknologi migas itu adalah para service company tersebut (meskipun kita juga tau MNC besar juga punya R&D sendiri, salah satunya Total yang terkait erat dengan IFP di Paris sana). Dan siapapun boleh menyewa service company tersebut, termasuk Pertamina. Secara bisnis tidak pernah ada service company yang hanya mau melayani satu E&P company saja.
Mereka yang kurang memahami struktur dan aturan pembiayaan dalam PSC ada yang bergumam: "Lha mesin-mesin, kompresor-kompresor, platform-platform, pipa-pipa yang canggih itu punya siapa? Bukannya kalau Total hengkang mereka akan ikut pergi bersama lisensi, paten, pengalaman dan bahkan barang-barang produk teknologi itu semua?!" Nope! Semua barang, fasilitas, dan produk konstruksi yang dipakai di setiap blok PSC adalah milik negara, karena biaya pembelian, pembangunan, dan operasinya Sudah di-cost recovery oleh negara! Jadi nggak ada istilah akan terjadi tukikan operasi terjun bebas begitu Total diganti sebagai operator oleh Pertamina karena Total akan membawa mesin, fasilitas, platform, dan teknologinya pergi. Semuanya masih akan tetap akan ada di Blok Mahakam karena sudah di-cost recovery. Tinggal bagaiman kawan-kawan pegawai nasional Total saja menerusKan operasi, di bawah manajemen baru Pertamina, perusahaan negara kita sendiri.
Jadi, buang jauh-jauh pikiran "khurafat" mitos tentang teknologi yang eksklusif milik Total di blok Mahakam ini. Pertamina, bangsa Indonesia, kawan-kawan nasional employee di Total yang masih mau tinggal insyaAllah akan menjaga amanah dengan terus berprestasi menjalankan dan mengaplikasikan teknologi untuk mengelola sisa kekayaan negeri ini!
Dan di mohon kepada para pemimpin pejabat petinggi negeri, tolong Kalau berargumen menyodorkan perlunya terus ber-partner dengan asing karena alasan teknologi, ... jangan ngisin-isin-i. Silakan diresapi kontemplasi di atas tadi.
Segini dulu, nanti disambung lagi dengan Mitos Dana dan Risiko Eksplorasi (lagi-lagi pegel terus ngetik pake dua ibu Jari di BB begini! Hihihihi...)
Catatan dari Diskusi di Rumah Alumni Tentang Blok Mahakam
Kita sudah mendengar sendiri dari salah satu bekas "jenderal" total yang mengomandani operasi E&P sekitar dua miliar kaki kubik gas sehari itu bahwa, "yang menguasai dan menjalankan segala kerumitan operasi canggih itu ya orang-orang Indonesia yang kebetulan dikasi stempel sebagai pegawai total, itu pun 70% – 80% gajinya dibayari rakyat lewat cost-recovery".
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kita sudah mendengar sendiri dari salah satu bekas "jenderal" total yang mengomandani operasi E&P sekitar dua miliar kaki kubik gas sehari itu bahwa, "yang menguasai dan menjalankan segala kerumitan operasi canggih itu ya orang-orang Indonesia yang kebetulan dikasi stempel sebagai pegawai total, itu pun 70% – 80% gajinya dibayari rakyat lewat cost-recovery".
Jadi, mestinya jangan lagi ada yang bicara meragukan: "bisa nggak, Pertamina mengoperasikan Blok Mahakam?" terlalu naif orang yang membayangkan bahwa kalo Pertamina mengoperasikannya terus semuanya dimulai dari nol di mana Pertamina akan mengganti para operator ahli dan terampil itu dengan orang-orang baru dari Pertamina: ya nggak mungkin lah yauwww. Yang dilakukan Pertamina tentunya tetap mempertahankan aset SDM canggih yang sudah bertahun-tahun dibayari 70% – 80% investasi pengalaman kerja dan expertise-nya oleh negara itu dan hanya mencopoti posisi-posisi manajerial utama yang ditempati oleh orang-orang bule bawaan dari total Perancis sana.
Dan bekas jenderal total yang sekarang jadi salah satu jenderal SKKMigas itu pun malah mengkonfirmasi: kemampuan orang-orang Indonesia di situ lebih bagus atau minimal sama lah dengan expat-expat bule itu. Hanya saja untuk kepentingan menjaga kepercayaan home office yang di Eropa sanalah, maka mereka diperlukan untuk mengawal Blok Mahakam ini. Kalau Pertamina yang mengoperasikan, tentunya pengawal-pengawal bule itu saja yang diganti. Kecuali kalau memang ada sebagian dari kawan-kawan kita orang Indonesia di sana lebih memilih untuk ikut total ke mana-mana daripada ikut Pertamina, maka ya kita harus merelakan mereka pergi. Mudah-mudahan saja minimal pada masa transisi nanti kawan-kawan ahli dan terampil itu masih punya merah-putih di dada sehingga mau tetap menjaga operasi Blok Mahakam atas nama Pertamina (bukan lagi atas nama total) sampai hand-over tersebut berjalan mulus dan replenishment-recruitment berjalan normal seperti biasa lagi.
Jadi, kesimpulannya: jangan lah lagi menjual cerita tentang perlunya kita tetap menggandeng total karena kita butuh expertise mereka (dan teknologi mereka dan financial mereka). Paling nggak yang soal expertise itu: sudah jelas kita uraikan di atas. Bukan total yang punya expertise itu tapi "Indonesia" lah yang memilikinya. Pertamina insyaAllah, sebagai perusahaannya "negara" Indonesia, akan legitimate dan justified untuk mengklaim dan memanfaatkan expertise nasionalis itu atas nama negara melanjutkan operasi migas di Blok Mahakam. No worry!!!
Soal teknologi? Soal finansial? Sama saja! Tapi nanti saya akan tuliskan terpisah. (Capek ngetik pake ibu jari kiri kanan di BB begini, hehehehe...)