Sedimentologi Senin - Imbrikasi Kekacauan
Baiklah kali ini kuceritakan saja tentang imbrikasi atau penyejajaran butiran.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Baiklah kali ini kuceritakan saja tentang imbrikasi atau penyejajaran butiran.
Pada arus traksi: butiran bergerak di dasar alur di bawah air dengan bergeser, menggelinding, merayap dan kadang salto melenting dari dasar ke dalam air, kemudian masuk kembali ke dalam rombongan. Karena itulah setelah mengendap, pada umumnya butiran-butiran itu menyejajarkan diri satu dengan lainnya dalam formasi sejajar sumbu “b”, alias sumbu menengah antara yang paling pendek (“a”) dengan yang paling panjang (“c”) yang dipunyai oleh ukuran tiga dimensi suatu butiran.
Pada arus gravitasi: butiran bergerak di dalam badan air bersama-sama dengan rombongan massa lainnya, bisa berupa debris (campuran bongkah-butir-lumpur), grain (rombongan butiran), mud (rombongan lumpur) atau turbid (air keruh suspensi melayang-layang dalam air). Dalam situasi itu terjadi interaksi antar bongkah antar butir baik difasilitasi massa-dasar butir atau massa-dasar lumpur ataupun murni butiran saling berbenturan belaka di dalam air. Mereka tidak bergerak di dasar air (saja), tapi utamanya bergerak di dalam badan air, sedemikian rupa sehingga pada waktu mengendap — karena energinya habis, maka butir-butir itu akan menyejajarkan diri satu dengan lainnya dalam formasi sejajar sumbu apa saja dengan dominasi sumbu “c”, alias sumbu paling panjang, bisa juga di sumbu “a” yang seolah menunjukkan arah arus berkebalikan.
Kalau barisan kita sejajar menuju ke arsy-Nya, tidak akan mungkin itu dihasilkan hanya dari longsor ikut-ikutan massa dalam kekacauan. Air kita harus jernihkan. Arus kita harus traksikan.
Hanya yang diberkahi surga yang bisa menunjukkan arah pada imbrikasi kekacauan.
Tentang Eksplorasi dan SM-IAGI (dan FGMI)
Eksplorasi sumber daya geologi kita busung alias macet alias mejen alias memble salah satu penyebabnya karena kebanyakan jajaran pekerja geosain lebih menguasai software untuk mengelola data (istilah halus dari manipulasi data) sementara pengetahuan serta kemampuan analisis-sintesis geologinya sekadarnya saja.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Eksplorasi sumber daya geologi kita busung alias macet alias mejen alias memble salah satu penyebabnya karena kebanyakan jajaran pekerja geosain lebih menguasai software untuk mengelola data (istilah halus dari manipulasi data) sementara pengetahuan serta kemampuan analisis-sintesis geologinya sekadarnya saja.
Mata lulusan-lulusan baru geosains menangkap sinyal yang salah tentang kebutuhan industri ekstraktif kebumian akan tenaga eksporasionis-nya. Sinyal yang memancarkan iming-iming segera nyemplung di dunia kerja meski hanya sebagai teknisi — operator tukang klik komputer belaka yang lulusan kursus operator seminggu pun mampu memulainya.
Sinyal itu diperkuat juga sebagiannya oleh sistem pendidikan geologi instant, dalam kelas, template dan terstruktur kaku yang mengekang kebebasan berpikir dan tidak mengembangkan kognisi atas dasar pengalaman interaksi dengan batu, proses, dan bentang alam, tapi pada wejangan-wejangan.
Eksplorasi dan riset adalah dua sisi mata uang yang sama untuk membayar temuan-temuan baru sumber daya kebumian kita. Kegiatan himpunan - asosiasi profesinya mahasiswa-mahasiswa geosains kita pada umumnya terlihat keren kalau mengoperasikan software, memanipulasi data, menghitung-hitung dan merencanakan pengelolaan cadangan yang sudah ditemukan (lomba ngeklik software, lomba POD, lomba FS, dan sebagainya). Bukaannya lebih ke riset-riset dasar seperti memodelkan tektonika dan sedimentasi cekungan, metode-metode integrasi geologi permukaan dengan bawah permukaan, memahami overpressure dan gerakan fluida di cekungan dan trobosan alat-alat geofisika. Agak susah kita mengharapkan kemampuan analisis-sintesis geosains bisa berkembang secara lateral dalam situasi seperti itu. yang ada hasilnya sementara ini ya seperti yang kita sama-sama saksikan: generasi pasokan tenaga geosains baru yang lebih ahli jadi teknisi memanipulasi image bawah permukaan dan memodelkan perhitungan cadangan dan skenario pengembangan, tapi gagap dengan pertanyaan: “ke mana lagi kita harus mencari cadangan baru yang belum ditemukan?"
Seksi Mahasiswa IAGI (IAGI Student Chapter) dan FGMI (Forum GeoLogist Muda Indonesia): mohon kalau bisa mengambil porsi yang sering dilupakan oleh asosiasi profesi kebumian dan industri ekstraktif ini, yaitu porsi riset; porsi yang bener-bener geologi: back to basics, look at the rocks (kembali ke ilmu dasar, melihat batu!).
Eksplorasi? Ntar Dulu, Ah!
Orang-orang yang mundur dari tantangan eksplorasi di daerah frontier hanya karena minimnya data adalah orang-orang yang sama yang selalu kebingungan dan gagal menentukan langkah ketika datanya berlimpah;
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Orang-orang yang mundur dari tantangan eksplorasi di daerah frontier hanya karena minimnya data adalah orang-orang yang sama yang selalu kebingungan dan gagal menentukan langkah ketika datanya berlimpah;
Makin sedikit data, seharusnya makin luas dan bebas imajinasi kita;
Kalau untuk menentukan suatu daerah untuk dieksplorasi seseorang ngotot tentang perlunya menganalisis data yang ada di daerah itu — maka eksplorasi gak akan pernah jadi-jadi: seperti telur dan ayam — tidak berani eksplorasi kalo tidak ada data versus tidak ada data karena tidak ada yang berani eksplorasi di sana;
Sudah terlalu lama kita meninggalkan tradisi intuisi prospektor yang mendeduksi temuan-temuan raksasa ke luar area dan mendelineasi jalur-jalur kaya sumber daya ke daerah kosong tanpa data;
Sudah terlalu lama kita mengira eksplorasi itu berarti berani mengebor di laut dalam dengan biaya dolar ratusan juta saja; kita lupa bahwa eksplorasi itu dimulai dari riset-riset dasar, konsep-konsep besar dan akuisisi-akuisisi data, bukan langsung tiba-tiba ngebor mahal biaya!
Dan hal-hal itu semua seharusnya kita bisa melakukannya! Ayo, daerah kosong mana lagi yang akan kita spec survey akuisisi data, ...jangan dulu bicara ngebor ratusan juta sebelum kita penuhi daerah-daerah kosong itu dengan data-data!!
Ayo, kerja, kerja!! (Dan jangan cuma mengeluh reserve replacement ratio kita rendah!)
Catatan dari pesan-pesan yang kusampaikan di kuliah umum di SM-IAGI UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah.
Tentang Tar dan Aspal itu
Ada dua waktu ketika tar dan aspal menggenangi rongga batu.
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Ada dua waktu ketika tar dan aspal menggenangi rongga batu.
Saat migrasi dan pemerangkapan hidrodinamik yang melibatkan air tanah dari recharge area yang akuifernya nyelup ke dapur hidrokarbonnya dan subcrop discharge-nya masih di bawah bumi sana, dan..
Saat minyak sudah tenang-tenang menggenang dalam perangkap reservoir lalu kemudian keseluruhannya terpapar ke air tanah, baik karena pengangkatan - ekshumasi, ataupun karena perangkapnya dipotong sesar yang mengalirkan air segar dari atas tanah.
Dua-dua waktu di atas itu: melibatkan bakteri yang memakan habis yang ringan-ringan dan manis-manis, meninggalkan tar dan aspal terkapar (biodegradasi); atau melibatkan aliran "kencang" yang mencuci fraksi ringan menyisakan fraksi berat si tar dan aspal (water-washing).
Di Badak C-1A reservoir kasus tar-nya karena yang pertama (hidrodinamika).
Di Buton sana kasus aspal-nya kemungkinan karena yang kedua (patahan dan ekshumasi akses air tanah).
Nah, kalau kita jumpai tar dan aspal di dalam cutting batuan, bayangkan saja sendiri kira-kira apa yang terjadi.
Surat dari Kawan: Sore Hari
(Hehehehehe,….dari krisis energi, mafia minyak, sampai matematika konflik, dan filantrofi. Jangan-jangan bukan geologist kawan satu ini!! Sufi!!??)
Dirilis pertama di Facebook pribadi.
Kondisi riil carut marut-nya republik ini bukan hanya mengambil bentuk dalam tersendatnya ide mulia-mu yang berinisiatif mengatasi krisis energi oleh karena terlalu banyaknya yang terkooptasi oleh kepentingan mafia-mafia minyak, batu bara, dan birokrasi. Don't give up. Kata Bung Karno waktu gonjang-ganjing pembunuhan para jenderal oleh oknum-oknum Angkatan Darat sendiri: "...riak kecil dalam gelombang revousi..." Kita butuh (dan sedang di ambang) revolusi, yang tanpa itu semua: riak-riak seperti kasus kebebalan praktik energi di negeri ini akan jadi ombak gelombang tsunami yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. tapi dengan revolusi "damai" ini: riak-riak itu akan dinetralisir jadi energi positif yang membangkitkan seluruh komponen bangsa bergerak membereskan situasi yang ada di sekitarnya demi kepentingan yang lebih besar: masyarakat sipil yang cerdas, adil makmur merata, dunia ukhrowi.... Jokowi dan Ahok salah satu dari pasangan yang memulainya, dan masih banyak lagi di berbagai belahan bumi Indonesia Lain yang sedikit demi sedikit akan terekspos jadi icon revolusi damai ini!!! Hang in there, broer!!!
Dan satu lagi. Konflik di dunia ini sering kali terjadi karena macetnya komunikasi dan perbedaan persepsi. Solusi utamanya harusnya ya komunikasi dan penyamaan persepsi. Negosiasi, perundingan, traktat, diskusi, debat, tuduhan, pembelaan, dan sampai ke perang pun adalah cara komunikasi dan menyamakan persepsi. Lha kalo kamu bilang pantang menyerah tidak cengeng dan konsisten berusaha tapi tidak berkomunikasi, tidak berusaha berempati, tidak menyamakan persepsi, tidak saling mendengar dalam rangka memecahkan masalah orang untuk memecahkan masalah sendiri, maka dunia Kita akan jadi linearisme yang mudah sekali patah teregresi maupun jadi exponensial seketika hanya dengan sedikit kesalahan antisipasi. tapi kalau mau berkolaborasi merendah mendengar bicara, mundur sejenak untuk maju bersama, aku yakin kesan gerak keseluruhan akan jadi lebih bagus, lebih filantrofis, lebih manusiawi. Serius ini!!!
(Hehehehehe,….dari krisis energi, mafia minyak, sampai matematika konflik, dan filantrofi. Jangan-jangan bukan geologist kawan satu ini!! Sufi!!??)